Selain itu penyidik juga sudah mengumpulkan semua jenis senjata yang dipakai oleh petugas kepolisian saat mengamankan demo di depan Gedung DPRD Sulawesi Utara pada Kamis lalu.
Dalam demo pada 26 September 2019, Ari menyatakan bahwa aparat keamanan dilarang memakai senjata api dengan peluru tajam.
Sementara itu, saat melakukan olah TKP, tim penyidik menemukan tiga selongsong peluru di drainase depan Disnakertrans Sulawesi Tenggara.
Lantaran penemuan tiga selongsong peluru itu, tim penyidik pun mengumpulkan semua senjata api aparat keamanan untuk dilakukan pemeriksaan.
"Karena ada temuan selongsong peluru, maka perlu diperiksa, termasuk polisi yang ditugaskan," jelas Ari.
"Perlu kami data senjata apa saja yang dibagi, amunisinya berapa untuk diteliti," sambungnya.
Diketahui bahwa tim penyidik juga sudah mendapat data terkait hasil autopsi serta rekam medis dari dua korban tewas.
• Kerusuhan di Jayapura, 1 TNI Gugur Dibacok, 3 Diduga Mahasiswa Tewas, 6 Brimob Luka Berat
Hasil autopsi serta rekam medis dari dua korban itu akan dicocokan dalam rangkaian teknik investigasi.
"Insya Allah secara periodik hasil investigasi akan disampaikan kepada publik," jelas Ari.
"Harapannya lebih cepat lebih baik, sekarang pun tim sudah bekerja."
Diketahui dua mahasiswa dari Universitas Halu Oleo (UHO) tewas saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara adalah Muhammad Yusuf Kardawi (19) dan Randy (21).
Yusuf meninggal dunia di Rumah Sakit Bahteramas, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (27/9/2019), pukul 04.17 WITA.
Sebelum menghembuskan napas terakhir Yusuf diketahui dalam kondisi kritis dan sempat menjalani operasi, dikutip dari Kompas.com.
Mahasiswa angkatan 2018 itu harus menjalani operasi lantaran mengalami pendarahan parah di bagian kepala.
Seorang kerabat Yusuf bernama Rahmat mengatakan korban sempat mejalani operasi selama enam jam.