"Tapi harus izin dewan pengawas dan izinya kan 1x24 jam tertulis ternyata tidak sampai di situ penjelasannya," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa untuk melakukan penyadapan harus sudah melakukan gelar perkarta di depan dewan pengawas.
Padahal untuk melakukan gelar perkara di depan dewan pengawas dibutuhkan dua bukti terlebih dahulu dan minimal penyelidikan kasus korupsi oleh KPK sudah berjalan.
"Kayaknya ini colongan juga, ini penjelasanya mengatakan bahwa izin penyadapan bisa diberikan setelah adanya gelar perkara didepan dewan pengawas," terang Refly Harun.
"Coba bayangkan padahal yang namanya gelar perkara itu, berartikan sudah ada yang namanya dua alat bukti minimal proses penyelidikan sudah berjalan."
Refly Harun menerangkan seandainya ada sebuah kasus korupsi yang masih baru dan belum ada informasi sama sekali, peyadapan tentu saja tidak bisa dilakukan.
Menurutnya untuk melakukan OTT terhadap sebuah kasus korupsi tanpa penyadapan itu tidaklah mungkin.
"Pertanyaananya adalah kalau seandainya itu kasus yang sama sekali baru, ada informasi dari masyarakat bahwa pejabat publik itu mau disuap," ucap Refly Harun.
"Tidak bisa dilakukan penyadapan padahal kita tahu OTT, tanpa penyadapan itu tidak mungkin bisa dilakukan, karena konteks tahunya pemberian itu adalah suap itu adalah karena penyadapan," terangnya.
Refly Harun mengatakan bahwa orang zaman sekarang sudah cangih lantaran melakukan tindakan korupsi melalui perantara atau orang lain.
"Karena begini orang sekarang canggih, saya (A) bicara sama B, tapi ternyata transaksinya antara C dan D, padahal C dan D itu bertransaksi atas A dan B ini," jelas Refly Harun.
• OTT Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, KPK Amankan 7 Orang Mulai dari Kepala Dinas hingga Ajudan
Hal seperti itu, menurutnya sudah pernah terjadi kepada seorang pejabat di Indonesia yang tersandung kasus korupsi.
"Dan itu terjadi di salah satu pejabat publik, dia mengatakan tidak, saya tidak melakukan transaksi apapun," beber Refly Harun.
"Tapi hasil penyadapan ada delivery bank to bank yang dilakukan pihak lain atas rembukan mereka sesungguhnya."
Menurut Refly Harun pejabat publik dan penegak hukum tidak ingin KPK melakukan OTT terhadap pelaku korpsi di Indonesia.
"Nah ini sebenarnya yang menurut saya perlu digaris bawahi tapi sekali lagi perspektif itu bisa berbada tapi kami meyakini," ungkap Refly Harun.
"Saya pribadi (beranggapan) memang maunya pejabat publik dan penegak hukum KPK jangan lagi (ada) OTT, OTT-an lagi-lagi kan begitu sebenarnya," ucapnya.
Lihat video selengkpanya pada menit ke 16:35:
(TribunWow.com/Desi Intan)