Disebutkannya, saat itu justru yang keluar tak seperti yang diusulkan.
Justru dalam isi UU KPK revisi menghapus wewenang penyidik KPK.
Mahfud MD lantas mengatakan pesan presiden tak diikuti dalam pembentukan UU KPK tersebut.
"Tapi yang keluar, KPK yang penyidik dan penuntut dicoret komisionernya, malah lemah, itu enggak ikut. Pesennya presiden enggak diikuti. Wong presiden minta agar tidak ada koordinasi, malah dicabut haknya. Nah ini kan keliru," sebut Mahfud MD.
Kembali ia mengatakan bahwa pengujian UU KPK itu jika dibawa ke MK akan dikembalikan kewenangannya ke DPR.
"Kalau dibawa ke Mahkamah Konstitusi, MK bakal bilang 'Lah itu kan DPR, jangan diubah di sini, di sana'. Lah kalau MK boleh membatalkan undang-undang yang tidak disukai orang, semua UU dibatalkan secara sewenang-wenang oleh MK," paparnya.
"MK jangan membatalkan hal yang jelek tapi tidak inkonstitusional. Dia hanya pilihan politik hukum saya kembalikan saja ke DPR," pungkas Mahfud MD.
Lihat videonya dari menit ke 4.56:
Diketahui sebelumnya, Mahfud MD memprediksi sang presiden akan menerbitkannya pada awal bulan Oktober 2019 lantaran saat ini keadaan sudah genting.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam wawancara unggahan kanal YouTube KOMPASTV, Sabtu (28/9/2019).
Melihat gelombang protes mahasiswa serta berbagai kalangan yang di antaranya menuntut penerbitan Perppu KPK, Mahfud MD menyebut kondisi sekarang sebagai situasi genting.
Sehingga Jokowi berhak untuk mengeluarkan Perppu yang merupakan hak subjektifnya.
"Menurut saya, keadaan sekarang ini sudah memenuhi syarat untuk dikatakan genting dan boleh presiden itu mengeluarkan Perppu," ujar Mahfud MD.
"Karena urusan genting itu adalah hak subjektif presiden," imbuhnya.
Mahfud MD menyebut tidak ada undang-undang yang mengatur soal bagaimana situasi negara dikatakan genting.