TRIBUNWOW.COM - Praktisi Hukum Johnson Panjaitan menyinggung soal wibawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Perppu UU KPK.
Dilansir TribunWow.com, hal tersebut tampak dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Selasa (1/10/2019).
Awalnya, Johnson Panjaitan menyoroti soal 3 opsi terkait polemik UU KPK yang bisa diambil.
• Tak Hanya Fahri Hamzah, 2 Politisi Ini Juga Minta Jokowi Tidak Menerbitkan Perppu KPK, Mengapa?
"Legislatif review, judicial rewiew, dan Perppu, kalau enggak salah, Perppu itu sama juga eksekutif review karena presiden kan," katanya.
"Tapi saya mau mengingatkan pada kita semua, bahwa diskusi itu tercipta pada saat kita sedang menunggu."
"Setelah presiden dan DPR setuju revisi Undang-Undang KPK, 30 hari maka masa penantian."
"Apakah presiden tanda tangani, atau dia tidak tanda tangani, secata otomatis itu berlaku," imbuh Johnson Panjaitan.
Praktisi hukum itu lantas menjelaskan bahwa dalam masa penantian itu ada sejumlah langkah yang bisa diambil.
Ia pun menyinggung pernyataan guru besar hukum di televisi mengenai hal itu.
"Dalam penantian 30 hari ini, presiden yang paling ideal katanya mengeluarkan Perppu," tutur Johnson Panjaitan.
"Tetapi dalam diskusi-diskusi, bahkan ada guru besar tata negara yang sering muncul di TV mengatakan 'Kalau bisa paling lambat Selasa'."
"Jadi presidennya sendiri harus menjalankan prosedur menunggu 30 hari, apakah dia akan tanda tangan, atau dia membiarkan, kemudian berlaku."
• Dua Hal yang Bisa Dilakukan Jokowi jika Wacana Penerbitan Perppu KPK Dapat Perlawanan Parpol
"Sementara tadi ada analisisinya Bivitri (ahli hukum tata negara) tadi bilang 'Kalau menunggu legislatif review itu nanti tahun depan'," sambungnya.
Dari semua itu, menurut Johnson Panjaitan yang paling ideal adalah mengharuskan presiden mengeluarkan Perppu.
"Tentu saya mau mengatakan begini, kalau kita memang semua bersepakat, bahwa hal-hal di luar aturan yang ada sekarang juga adalah konstitusional," katanya.