Kabar Tokoh

Fahri Hamzah: UU ITE Berpotensi & Terbukti Dijadikan Senjata Membungkam yang Berbeda dari Pemerintah

Penulis: Atri Wahyu Mukti
Editor: Bobby Wiratama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fahri Hamzah

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah angkat bicara soal perampasan kebebasan seseorang berpendapat dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dikutip TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui akun Instagram-nya, @fahrihamzah pada Rabu (6/2/2019).

Awalnya, Fahri Hamzah merasa khawatir dengan negara yang merampas kebebasan berpendapat atas nama penegakan hukum.

Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena negara tak siap untuk berdialog secara demokratis.

Hasto Sebut Warga Sulit Jawab 3 Keberhasilan Prabowo, Fahri Hamzah: Ambil 01 dari Solo, Jadi DKI 1

Ia juga mengatakan bahwa negara memang tidak secara langsung mempersonalisasikan kritiknya namun menunggu para tokoh oposan salah ucap.

Untuk itu, ia beranggapan, UU ITE berpotensi menjadi senjata yang dapat membungkam pihak-pihak yang berbeda pandangan dengan pemerintah.

Berikut komentar Fahri Hamzah selengkapnya:

"Yang kita cemaskan adalah negara menjadi juru tafsir atas wilayah privat. Negara merampas kebebasan berpendapat atas nama penegakan hukum.

Di sini kita wajib merasa khawatir, karena negara direpresentasikan oleh pemerintah yang berpihak/ partisan. Ia bergerak melalui yudikatif yang tidak sepenuhnya mandiri.

Kenapa ini terjadi, karena negara tidak siap berdialog secara demokratis dan dewasa.

Negara mempersonalisasi kritik. Memang tidak secara langsung. Tapi ia menunggu tokoh2 oposan salah ucap.

Karenanya UU ITE berpotensi dan terbukti dijadikan senjata membungkam mereka yang berbeda dengan pemerintah.

Negara-negara demokrasi tidak memasukkan pencemaran nama baik sebagai bagian dari hukum pidana.

Amerika Serikat merumuskan defamation sebagai bagian dari Tort Law (Hukum Perdata). Meskipun terdapat beberapa negara bagian yang mencantumkan sanksi pidana, namun pada praktiknya tidak digunakan.

Bahkan sebagian besar dari peraturan hukum tersebut dinyatakan tidak konstitusional lagi oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat.

Halaman
12