Terkini Nasional

Pemerintah Tolak Negosiasi, TPNB-OPM Balik Mengancam akan Jatuhkan Korban Warga Sipil

Editor: Mohamad Yoenus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM)

Juru bicara Komite Nasional Pembebasan Papua Barat (KNPB) Ones Suhuniap mengatakan satu-satunya solusi bagi persoalan di Papua ialah referendum untuk menentukan nasib sendiri.

"Pemerintah juga punya kepentingan, untuk di Papua jangan sampai terjadi (kekerasan) seperti itu lagi. Di sisi lain, kelompok-kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan juga punya kepentingan, sebetulnya bukan itu saja."

"Kalau dilihat dari penyataan kelompok-kelompok itu kan ada hal-hal lain yang selalu dikeluhkan; pemerintah tidak adil dan sebagainya. Jadi itu ada hal-hal lain yang sebenarnya bisa dibicarakan," kata Adriana.

TNI Sebut Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Cengeng: Koar-koar Minta Bantuan, Seolah Teraniaya

Mantan Letjen TNI Sutiyoso Ngaku Geregetan soal OPM di Papua: Bro Tuntaskan Sudah Saatnya

Adriana menambahkan, dialog itu harus dilakukan dalam jangka panjang, dan tidak harus secara langsung membahas isu separatisme.

Ia berharap pemerintah bisa membahas berbagai akar persoalan di Papua, antara lain isu sosial dan ketidakadilan.

"Artinya, dialog ini peluang untuk membuka atau membicarakan hal-hal yang selama ini masih belum tercapai secara utuh dari perspektif pemerintah maupun perspektif di Papua," ujarnya.

Namun Ones Suhuniap tidak setuju. Ia mengatakan bahwa satu-satunya dialog yang dibutuhkan Papua Barat adalah perundingan tentang referendum penentuan nasib sendiri.

Menurut Ones, akar persoalan di Papua hanyalah satu, yakni status politik wilayah tersebut.

"Akar persoalan di Papua itu bukanlah pembangunan, bukan kesejahteraan, bukan keadilan, bahkan bukan uang banyak."

"Itu tidak penting bagi rakyat Papua. Akar persoalannya adalah status politik Papua," tegasnya.

Papua menjadi bagian dari Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera pada tahun 1969—proses yang dituduh tidak demokratis, meskipun hasilnya diterima PBB serta negara-negara penting, seperti Amerika Serikat. (BBC Indonesia)