Menurut Hotman Paris, dalam ayat 1 Pasal 27 UU ITE, mengatur pada dasarnya seseorang yang tanpa hak menyebarkan hal-hal asusila, maka bisa dijerat hukum.
Namun dalam kasus tersebut, jika yang bersangkutan adalah korban, maka dirinya berhak untuk mempublikasikan penderitaan (pelecehan) yang dialaminya sebagai perlindungan diri.
"Pertanyaannnya, kalau dia korban apa berhak, tentu berhak. Seseorang yang korban dari asusila, berhak mempublikasikan penderitaannya itu. Tidak ada niat untuk merugikan publik. Pasal 27 ayat 1 itu untuk melindungi publik. Tapi kalau korban bercerita itu untuk membela diri dan dia berhak membela diri," ujar Hotman Paris Hutapea.
• Menteri Susi Dorong Indonesia Jadi Poros Maritim Dunia: Syaratnya Jangan Takut Sama Laut
Dikutip dari Wartakotalive, Ayat 1 Pasal 27 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Kemudian Pasal 45 Undang-undang ITE menyatakan bahwa:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Menurut L. Heru Sujamawardi, anggota Binmas Polres Mataram dalam jurnalnya "Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik", menjelaskan bahwa pasal tersebut digunakan untuk perlindungan publik.
• Update Kasus Baiq Nuril: Terima Surat Panggilan Kejaksaan dan Bisa Laporkan Balik Pelaku Pelecehan
Menurut Heru, Pasal 27 ayat (1) UU ITE, bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari tindakan pidana yang berhubungan dengan pornografi.
Tindak pidana pornografi tersebut adalah tindak pidana yang kerap terjadi. Apalagi tindak pidana pornografi yang disebarkan melalui media elektronik.
Hal tersebut menimbulkan kerugian pada korban karena penyebarannya bisa sangat mudah dan cepat.
Diberitakan sebelumnya, Baiq Nuril telah menerima surat panggilan dari kejaksaan untuk menghadap Jaksa Penuntut Umum pada 21 November 2018.
Kasusnya bergulir pasa September 2017 lalu. Baiq Nuril terancam terjerat UU ITE karena tuduhan menyebarkan rekaman telepon atasannya yang mengandung unsur asusila.
• Richard Kyle Sebut Belum Ada Rencana Nikahi Jessica Iskandar Meski Rumor Menyeruak
Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eelektronik.
Ia dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuntutan pidana enam bulan kurungan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Negeri Mataram.
Namun setelah beberapa kali proses peradilan, Baiq Nuril dinyatakan bebas karena dianggap tidak melakukan penyebaran rekaman seperti yang didakwakan.
Namun setelah 14 bulan Baiq Nuril dinyatakan bebas, muncul surat keputusan MA tanggal 26 September 2018 yang mengatakan bahwa Nuril terbukti bersalah melanggar UU ITE dan melakukan penyebaran rekaman tersebut.
(TribunWow.com/Nila Irda)