Rumah Hartini di Kampung Petobo telah tertelan lumpur hingga 10 meter tapi dia tetap diwajibkan membawa KK dan KTP untuk syarat mengambil air.
"Rumah saya di Petobo dan semua orang tahu di kampung kami terkena tsunami lumpur dan tanah, rumah kami terkubur, masa masih minta KTP," lanjut Hartini.
Hartini dan suami, Bernat (50) bersama empat anak hanya selamatkan pakaian di badan, akibat lumpur yang tiba-tiba keluar dari dalam tanah usai gempa.
Menurut Hartini, seharusnya petugas bisa berlaku adil untuk kemanusiaan, bukan dengan cara atau sistem birokrasi berbelit-belit.
"Kami harap pemerintahan atau petugas melihat kami sebagai pengungsi bukan sebagai pengemis atau apa, kita butuh masih mau hidup pak," ungkap Hartini.
Selain susahnya mendapat air mineral, para pengungsi juga berharap bantuan berupa beras, popok bayi,obat-obatan, dan pakaian setidaknya diadakan.
Diketahui, selama para pengungsi di Lapangan Watulemo belum juga melihat wali kota, wakil wali kota dan Gubernur Sulteng mengunjungan pengungsi.
Kata salah satu pengungsi, setidaknya kepala daerah dan pemerintahan di Palu dan Sulteng bisa mendengarkan keluhan para pengungsi usai bencana ini. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)