TRIBUNWOW.COM - Koalisi pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, "PAS" memiliki cerita panjang untuk membangun kebersamaan empat partai politik.
Koalisi bermula dari saling mengunjungi antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kemudian berturut-turut menemui Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Presiden PKS Sohibul Iman.
Dalam awal-awal pertemuan, nama pasangan Prabowo-Agus Harimurti Yudhoyono sempat mencuat.
• Netral di Pilpres 2019, Yusril Ihza: Jokowi-Prabowo Tidak Pernah Mengajak PBB untuk Mendukung Mereka
Namun, seluruh partai mengatakan bahwa masih ada komunikasi politik yang harus dijalankan secara baik dan intensif.
Di tengah perjalanan, Ijtima Ulama yang digawangi Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa (GNPF) menyampaikan hasil dua nama, yakni Salim Segaf Al-Jufri dan Ustaz Abdul Somad.
Ketiga partai, dalam beberapa pernyataan tetap mempertahankan nama calonnya masing-masing. Kendati, pilihan berada di tangan Prabowo sebagai capres.
Belum sampai di situ, tim kecil pun dibentuk untuk membuat visi dan misi pasangan calon.
Pertemuan empat sekjen koalisi dilakukan beberapa kali guna konsolidasi dan penjabaran visi dan misi.
Jelang akhir masa pendaftaran, gesekan terjadi antara Partai Demokrat dengan tiga partai koalisi lainnya.
Wasekjen Demokrat, Andi Arief menyatakan bahwa ada mahar politik yang diberikan oleh Sandiaga Uno kepada PKS dan PAN, besarnya mencapai Rp 500 miliar.
Sebutan Prabowo sebagai "Jenderal Kardus" pun tak terhindarkan.
"Jenderal Kardus punya kualitas buruk. Kemarin sore bertemu Ketum Demokrat dengan janji manis perjuangan. Belum ada dua puluh empat jam mentalnya jatuh ditubruk uang Sandi Uno untuk meng-entertain PAN dan PKS," cuitnya.
Kedua partai yang disebut langsung merespon dan mengatakan bahwa hal tersebut fitnah dan tanpa dasar.
PAN dan PKS meminta kepada Andi Arief untuk meminta maaf secara terbuka.