6. Berpedoman kepada pepatah Jawa “sabdo pandito ratu” itu,
maka sejak awal saya tidak berminat ataupun tertarik dengan inisiatif Pak Amien Rais yang melakukan lobby sana-sini,
untuk untuk memilih siapa yang akan maju dalam Pilpres 2019 hadapi petahana.
7. Pengalaman, adalah guru yang paling bijak.
Tahun 1999 dalam pertemuan di rumah Dr Fuad Bawazier, Pak Amien meyakinkan kami semua untuk mencalonkan Gus Dur.
Saya dan MS Kaban menolak.
Kami tidak ingin mempermainkan orang utk suatu agenda tersembunyi.
8. Tahun 2018 inipun saya tidak ingin ikut2an dengan manuver Pak Amien Rais,
bukan karena saya apriori, tetapi saya belajar dari pengalaman.
Saya kini Ketum Partai.
Saya ibarat nakhoda, yang harus membawa penumpang ke arah yang benar, dengan cara2 yang benar pula.
9. Akhirnya, pengalaman tetaplah menjadi guru yang bijak bagi saya, dan mudah2an bagi orang lain juga... Sekian," tulis Yusril.
• Sindir Yahya Cholil Staquf, Fadli Zon: Cuma Ngomong Begitu Doang ke Israel, Memalukan Indonesia
Diberitakan Kompas.com, pada Pemilu 1999, PAN pertama kali ikut pemilu pada 1999.
Saat itu, PAN meraih 7,4 persen suara dan berhak memperoleh 34 kursi di DPR.
Meski hanya memperoleh 34 kursi DPR, PAN mampu menjadi motor utama dalam koalisi partai-partai Islam yang dikenal dengan istilah poros tengah.
Poros tengah yang saat itu terdiri dari partai-partai Islam seperti PKB, PAN, PBB, PPP, dan Partai Keadilan (sekarang PKS) mengusung Ketua Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai calon presiden.