Ferdinand Tanggapi Ajakan Tsamara Tandatangani Petisi: Saya Usul Laporkan juga Baliho Pak Jokowi

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Fachri Sakti Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ferdinand dan Tsamara

Jajak pendapat itu adalah bagian dari upaya PSI mendorong “public discourse” untuk memulai diskusi mengenai siapa yang layak menduduki jabatan publik.

Dalam materi itu, proporsi logo PSI hanya 5 persen dari total luas halaman.

Pencantuman itu untuk memperlihatkan penanggungjawab polling.

Dalam materi, sama sekali tidak ada nama dan foto pengurus PSI, yang ada justru 23 nama elit partai lain yang dimunculkan.

Dari situ saja sudah terlihat bahwa secara proporsi, jajak pendapat itu jauh dari kampanye sebagaimana dituduhkan,

apalagi jika dibanding iklan partai lain yang bahkan mencantumkan logo dan foto ketua umum dan elit partai mereka di media massa cetak dan televisi.

Dengan demikian terang benderang bahwa polling PSI bukan bentuk kampanye,

karena tidak mencantumkan visi, misi, dan program partai, sebagaimana definisi yang diatur dalam Pasal 274 Ayat 1 UU Pemilu.

Jajak pendapat PSI justru bagian dari pelaksanaan Pasal 10 Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyebutkan bahwa tujuan Partai Politik adalah mendorong partisipasi dan pendidikan politik bagi masyarakat.

Ketidakadilan paling jelas dalam kasus ini adalah:

kenapa hanya PSI? kenapa Saudara Abhan, dan Mochamad Afifuddin tidak melaporkan elit partai lain yang bahkan secara jelas – jika mengacu pada definisi UU Pemilu – justru memasang iklan di media massa dengan logo dan foto ketua umum mereka?

Kenapa hukum hanya tajam kepada Raja Juli Antoni?

Integritas dan kredibilitas Raja Juli Antoni tidak diragukan.

Ia meraih gelar Master Studi Perdamaian di Bradbford University, Inggris.

Ia meraih gelar PhD dalam bidang School of Political Science and International Studies di University of Queensland Australia, dengan disertasi mengenai proses perdamaian di Mindanao dan Ambon.

Halaman
1234