Tersangka juga membantu proses pemalsuan dokumen.
Misalnya tahun kelahiran Rabitah yang sebenarnya tahun 1992 diubah menjadi 1985.
Adik kandung Rabitah, Juliani dipalsukan juga tahun kelahirannya, yang semula 2005 menjadi tahun 1988, dengan alamat palsu.
Tim penyidik juga menelusuri Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI) Swasta Falah Rima Hudaity Bersaudara di Jakarta.
Dari sanalah sejumlah saksi bisa dimintai keterangannya.
Cari otak sindikat
Ketua tim pendamping Sri Rabitah, Muhammad Shaleh, yang juga koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) wilayah NTB, mengapresiasi tindakan aparat kepolisian yang melanjutkan kasus Rabitah hingga telah sampai ke penyerahan berkas penyidikan ke Kejaksaan Tinggi NTB.
Shaleh juga mendesak polisi bukan hanya menangkap calo Ulf dan in, tetapi juga otak dari sindikat perdagangan orang.
“Mulai dari tekongnya atau perekrutnya hingga pihak yang terlibat dalam pembuatan dan pemalsuan dokumen, PPTKIS dan oknum aparat pemerintah, atau siapapun yang terlibat dalam tesindikat TTPO," kata Shaleh.
Shaleh masih berharap aparat tetap konsisten menangani kasus Rabitah yang bagi tim pendamping masih banyak mengandung kejanggalan.
“Kami masih yakin bahwa proses operasi Rabitah di Qatar tidak sesuai prosedur, dan harus dicari tahu kebenarannya, dengan cara menelusuri jejak keberadaan Rabitah di sana," tandasnya.
Shaleh juga masih yakin bahwa dalam tubuh Rabitah masih ada masalah, meskipun operasi dan perawatan terakhir di Rumah Sakit Sanglah Bali tidak ada kejelasan.
Bahkan hasil rekam medis hingga saat ini belum diberikan petugas Rumah Sakit Umum Daerah Sanglah Bali setelah Rabitah menjalani operasi.
Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (TPUL) Kejaksaan Tinggi NTB, Ginung Pratidina SH mengatakan, kasus TTPO Rabitah adalah kasus pertama yang ditangani Kejati NTB.
“Semua kasua kita atensi, termasuk kasus Rabitah, ini kasus pertama TTPO dengan modus pemalsuan dokumen," kata Ginung