Breaking News:

Terkini Internasional

Dari Sidang PBB di New York, Teguh Berharap Sengketa Sahara Berakhir Segera

Dosen Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Teguh Santosa berharap sengketa Sahara Maroko berakhir segera.

HO/TribunWow.com
Suasana pertemuan 150 petisioner mempresentasikan pandangan mereka mengenai sengketa Sahara Barat atau Sahara Maroko di Komite 4 Majelis Umum PBB, New York, Rabu (4/10/2023). 

TRIBUNWOW.COM - Lebih dari 150 petisioner kembali berkumpul di Komite 4 Majelis Umum PBB, di New York, untuk mempresentasikan pandangan mereka mengenai sengketa Sahara Barat atau Sahara Maroko.

Berdasarkan rilis yang diterima TribunWow.com, pertemuan dijadwalkan berlangsung dari hari Rabu (4/10/2023) sampai (6/10/2023).

Salah seorang petisioner dalam pertemuan itu adalah wartawan senior yang juga dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa.

Baca juga: Yusril Cocok Jadi Pendamping Prabowo di Pilpres 2024? Ini Peluang dan Tantangan sang Ketum PBB

Dia menjadi petisioner ke-22 dalam daftar petisioner di sesi tahun ini.

Bagi Teguh yang kini memimpin Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), ini adalah kali ketiga dirinya hadir sebagai petisioner sengketa Sahara Maroko, setelah sebelumnya di tahun 2011 dan 2012.

Teguh mengatakan, dirinya lebih memilih menggunakan istilah “Sahara Maroko” dan bukan “Sahara Barat” karena menurutnya wilayah yang sedang diperbincangkan ini secara historis merupakan bagian dari Kerajaan Maroko sejak lama.

Maroko kehilangan kontrol atas wilayah Sahara pada 1912.

Awalnya Maroko menandatangani perjanjian dengan Prancis yang menempatkan Maroko sebagai wilayah yang diproteksi Prancis pada Maret 1912.

Wartawan senior yang juga dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa saat hadir sebagai petisioner sengketa Sahara Maroko di Komite 4 Majelis Umum PBB, New York, Rabu (4/10/2023).
Wartawan senior yang juga dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa saat hadir sebagai petisioner sengketa Sahara Maroko di Komite 4 Majelis Umum PBB, New York, Rabu (4/10/2023). (HO/TribunWow.com)

Namun setelah Perjanjian Fes itu ditandatangani, pada bulan November di tahun yang sama secara sepihak Prancis memberikan wilayah Sahara kepada Spanyol.

Prancis meninggalkan Maroko pada tahun 1956, dan sejak saat itu pejuang-pejuang Maroko di utara berkerja keras untuk merebut kembali wilayah mereka di Sahara yang masih dikuasai Spanyol.

Di pertengahan era 1970an, akibat hantaman krisis yang begitu keras, Spanyol akhirnya memutuskan angkat kaki dari Sahara.

Namun, salah satu kelompok yang didirikan para pejuang Maroko untuk merebut kembali wilayah Sahara dari tangan Spanyol berubah haluan.

Kelompok yang bernama Polisario itu memilih mengikuti agenda Aljazair dan Blok Timur pada era Perang Dingin untuk memisahkan diri dari Maroko.

Baca juga: Istrinya Sedang Hamil, Pria di Bengkulu Justru Cabuli Pacarnya yang Masih 15 Tahun Belasan Kali

Aljazair menampung Polisario di sebuah kamp pengungsi yang ada di teritori Aljazair yang dikenal dengan nama Kamp Tindouf.

Tidak hanya itu, Polisario juga mendirikan negara yang mereka sebut sebagai Republik Demokratik Arab Sahrawi.

Halaman
12
Sumber: TribunWow.com
Tags:
PBBTeguh SantosaMarokoPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)Prancis
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved