Konflik Rusia Vs Ukraina
Diduga Ulah Hacker, Zelensky Tampil Selama 1 Menit di Stasiun TV Rusia beri Pidato
Masyarakat Rusia yang tengah menonton saluran televisi negaranya tiba-tiba ditampilkan video Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memberikan pidato.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tiba-tiba tampil berbicara memberikan pidato di stasiun televisi Rusia.
Kejadian ini diketahui terjadi pada Rabu (26/1/2023) yang mengincar bagian barat daya Rusia.
Dikutip TribunWow dari rt, hacker atau peretas disalahkan atas insiden ini.
Baca juga: Enggan Perang di Ukraina, Banyak Warga Rusia Kabur dan Ditangkap Buntut Terlibat Penyelundupan Orang
Mereka yang menyaksikan pidato Zelensky berada di daerah Belgorod hingga Krimea/Crimea.
Selama satu menit Zelensky berbicara sebelum akhirnya pihak stasiun televisi kembali menyiarkan program mereka sesuai jadwal.
Pejabat di Krimea menuding insiden ini terjadi karena aksi intelijen Ukraina.
"Menghadapi situasi yang menyedihkan di garis depan, intelijen Ukraina terpaksa meretas siaran Internet dan menampilkan badut Zelensky mereka," kata penasihat pemerintah Krimea, Oleg Kryutchkov.
Peretasan siaran televisi beberapa kali terjadi di tengah memanasnya konflik Rusia dan Ukraina yang mana dialami oleh kedua belah pihak.
Ukraina juga pernah mengalami peretasan di mana dua stasiun televisi olahraga mereka tiba-tiba menampilkan video wawancara Presiden Rusia Vladimir Putin padahal seharusnya yang ditayangkan adalah pertandingan Piala Dunia 2023.
Di balik perang yang terjadi antara pasukan militer Rusia Vs Ukraina, kedua negara ini juga terlibat dalam perang siber.
Bahkan perang siber yang terjadi antara Ukraina dan Rusia disebut sebagai yang terbesar di dunia.
Dikutip TribunWow dari TheSun.co.uk, informasi tentang perang siber antara Rusia dan Ukraina ini dibeberkan oleh Kepala Pusat Keamanan Siber Negara Inggris, Lindy Cameron.
Cameron menjelaskan, serangan siber oleh hacker Rusia sebagian besar berhasil digagalkan oleh para ahli siber di Ukraina yang dibantu para peretas dari negara barat.
"Sama seperti kita telah melihat pertahanan inspirasional dan heroik oleh militer Ukraina di medan perang, kita telah melihat operasi siber defensif yang sangat mengesankan oleh praktisi keamanan siber Ukraina," papar Cameron.
Menurut penjelasan Cameron, serangan siber turut dilakukan oleh pasukan militer dan intelijen Rusia dalam rangka membantu pasukan di lapangan mencapai tujuan mereka.
"Target utama (serangan hacker Rusia) adalah militer Ukraina, tetapi ribuan pengguna internet pribadi dan komersial terpengaruh," ungkap Cameron.
Cameron menyampaikan, serangan hacker Rusia juga bertujuan untuk menghentikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkomunikasi dengan rakyatnya sekaligus menciptakan kepanikan.
Cameron turut mengklaim Inggris berperan penting dalam memperkuat pertahanan siber Ukraina dengan cara melatih bagaimana merespons serta mengidentifikasi serangan peretasan.
Baca juga: Polisi Rusia Dituding Rudapaksa dan Ancam Lecehkan Ramai-ramai Pendemo Anti-Wajib Militer ke Ukraina
Hacker Rusia Bongkar Identitas Intelijen Ukraina
Sebelumnya diberitakan, kelompok peretas RaHDIt Rusia dilaporkan telah mempublikasikan ribuan data pribadi petugas intelijen Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, komunitas itu menerbitkan di sebuah domain publik, data dari ribuan karyawan Direktorat Intelijen Utama (GUR) departemen militer Ukraina.
Seperti dikutip dari media Rusia RIA Novosti, Rabu (6/7/2022), sebuah komentar dilampirkan dalam kolom keterangan publikasi tersebut.

Dicatat bahwa data tersebut berhasil diperoleh akibat kelemahan dalam perlindungan jaringan Direktorat Pusat Direktorat Intelijen Utama di Pulau Rybalsky di Kiev.
Selain itu, keberhasilan metode untuk menganalisis data besar sesuai dengan pola karakteristik perilaku pengguna, membantu untuk membentuk basis data tersebut.
Tulisan itu juga menjelaskan bahwa ini adalah materi pertama dalam serangkaian publikasi berkelanjutan nantinya.
Adapun di antara petugas intelijen yang diungkapkan adalah perwakilan dari kediaman kedutaan di Rusia, India, Austria, Vietnam, Afrika Selatan, Italia, Turki, Iran.
Termasuk juga dalam daftar adalah data kurator intelijen militer di Polandia, Hongaria, Bulgaria dan Slovakia, serta instruktur dalam sabotase dan perwakilan pasukan khusus untuk melakukan penyamaran dan intelijen kekuatan.

Baca juga: Miliarder Rusia Kembali Ditemukan Tewas Misterius, Keterlibatan Putin dan Pengikutnya Dipertanyakan
Sejak awal operasi khusus di Ukraina, ini adalah kebocoran terbesar data intelijen Ukraina yang pertama kali terjadi.
Pada bulan Juni, kelompok peretas RaHDIt mempublikasikan data 700 karyawan Layanan Keamanan Ukraina.
Pada awal operasi khusus, kelompok ini secara bersamaan meretas semua 755 situs web pemerintah Ukraina, khususnya, situs web otoritas lokal di seluruh negeri menjadi sasaran serangan peretas.
Di sisi lain, dalam portal grupnya, peretas NemeZida turut menerbitkan informasi tentang lebih dari 11 ribu pendukung formasi nasionalis Ukraina.
Hacker Rusia Bongkar Perseteruan Zelensky dengan Militer Ukraina
Sebelumnya, Hacker RaHDIt menemukan adanya perselisihan antara kantor Presiden Ukraina Zelensky dan Angkatan Bersenjata negaranya.
Ketidaksepakatan muncul antara kantor Presiden dengan komando militer itu bahkan sampai merujuk ke perilaku saling bermusuhan.
Adapun konflik yang terjadi itu diduga didorong karena adanya perbedaan pendapat dari kedua pihak.

Baca juga: Piawai Kendalikan Drone, Bocah 15 Tahun Jadi Pahlawan Ukraina atas Jasanya Hancurkan Konvoi Rusia
Pernyataan ini disampaikan seorang peretas dari kelompok RaHDIt kepada media Rusia RIA Novosti dengan syarat anonim.
Pria berkaus abu-abu itu hanya bersedia berbicara melalui rekaman video yang menampilkan belakang kepalanya.
Sebagai informasi, pada awal invasi Rusia, kelompok ini telah meretas 755 situs web pemerintah Ukraina.
Juru bicara kelompok RaHDIt itu pun menerangkan bahwa dua kubu pemerintah Ukraina itu sering bersilang argumen.
"Kami memahami bahwa, ya, mereka secara alami memiliki beberapa perbedaan pendapat. Misalnya, militer percaya bahwa perlu untuk mundur di suatu tempat dari sudut pandang kemanfaatan militer. Kantor presiden menegaskan bahwa ini tidak boleh dilakukan dalam keadaan apa pun, tidak perlu," terang pria tersebut dilansir TribunWow.com, Rabu (8/6/2022).
Menurut dia, hal ini mengakibatkan banyaknya tentara tewas, yang justru mengurangi popularitas politisi Ukraina di antara pasukan.
Namun, pihak berwenang Kyiv diklaim telah berhati-hati menyembunyikan informasi tentang kerugian tersebut.
Dia mengungkit situasi di Mariupol, ketika nasionalis dan tentara marinir, serta garda nasional Ukraina, dikepung pasukan Rusia.
"Kalau mereka mundur dari Mariupol, mereka tidak akan dikepung dan ditawan. Tapi ada perintah dari kantor Presiden bahwa kita pasti harus bertahan sampai akhir, ini kemauan politik, Mariupol adalah kota landmark. Itu berakhir dengan mereka yang tidak meninggal, (tapi hanya) ditawan," kata sumber itu.
Peretas itu menambahkan sekarang di beberapa sektor di garis depan, prajurit Ukraina memilih mundur meninggalkan pemukiman.
Mereka dikatakan mulai menyadari bahwa kepentingan militer masih lebih diutamakan daripada politik.
"Mereka memiliki sudut pandang yang berbeda tentang pelaksanaan operasi di daerah Severodonetsk dan Lysychansk," kata juru bicara itu.
"Militer melanjutkan dari kebijaksanaan bahwa perlu untuk mundur, menyamakan kedudukan."
"(Tetapi) kepemimpinan politik percaya bahwa ini akan berdampak negatif pada moral di negara ini, mereka tidak akan dapat menjelaskan mengapa mereka mundur."(TribunWow.com/Anung/Via)