Terkini Nasional
Deretan Artis dari Uya Kuya, Denny Cagur hingga Ely Sugigi Jadi Caleg, Pengamat: Merusak Demokrasi
Direktur Eksekutif Voxpol Research dan Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengomentari fenomena para artis yang ramai menjadi caleg.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Konstentasi pemilu legislatif 2024 dikabarkan akan ramai diikuti sejumlah nama tenar dari deretan artis tanah air.
Dilansir TribunWow.com, tercatat ada sejumlah nama yang baru menjajal dunia politik antara lain Uya Kuya, Denny Cagur, hingga Ely Sugigi.
Namun, hal ini justru dipandang negatif oleh Direktur Eksekutif Voxpol Research dan Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Baca juga: Tak Membantah Kabar Tinggalkan Partai Gerindra, Sandiaga Uno Justru Ungkit Isu Pilpres 2024
Menurut Pangi, para artis tersebut dimanfaatkan oleh partai politik hanya untuk mendulang suara alias sebagai vote getter.
Ia menilai hal ini dilakukan oleh parpol yang tidak mampu memunculkan kader berkualitas melalui proses kaderisasi partai.
"Artis sebetulnya bagian dari mesin pengumpul suara atau vote getter. Jadi rata-rata partai cari aman, mereka yang selama ini tidak terlibat dalam proses kaderisasi yang matang, tiba-tiba masuk bursa caleg dan jadi (berhasil menjadi anggota legislatif -red)," tutur Pangi, dikutip Tribunnews.com, Senin (2/12/2022).

Baca juga: Baliho Pasha Ungu-Denny Cagur Beredar di Majalengka, DPD PAN: Siap Jadi Kepala Daerah
Para artis yang ujug-ujug bergabung ke parpol dan menjadi caleg tersebut juga dinilai kurang berkontribusi ke masyarakat.
"Padahal kalau kita tanya, apa kontribusinya? Nggak ada kecuali partai memanfaatkannnya sebagai mesin pengumpul suara."
"Padahal di partai itu kan harus terlibat dulu, aktif di partai, punya rekam jejak di partai dan punya kontribusi baru bisa menjadi caleg," lanjutnya.
Dalam hal ini partai politik dinilai hanya mendompleng nama besar sang artis untuk bisa lolos ambang batas parlemen.
Sehingga, alih-alih bekerja untuk rakyat, para artis ini hanya dipakai sebagai komoditas politik.
"Jadi artis belum signifikan untuk partai, dimanfaatkan dalam tanda petik untuk mendongkrak elektoral partai agar partai bisa lolos ambang batas parlemen, maka artis kerap kali dijadikan sebagai komoditas politik," kata Pangi.
Di sisi lain, sistem perekrutan artis yang dilakukan sejumlah parpol tersebut dinilai telah mencederai demokrasi dan sistem kaderisasi.
Pasalnya, untuk menjadi caleg, seorang kader partai seharusnya berkontribusi di internal partai maupun masyarakat.
"Minimal untuk menjadi caleg harus kader dan punya kontribusi membesarkan partai, bukan tiba-tiba jadi caleg dan dapat nomor urut cantik lagi," kata Pangi.