Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Berhasil Rebut Lyman dari Rusia, Tentara Ukraina Sebut Pasukan Putin Seperti Tak Niat Bertahan

Menurut kesaksian seorang tentara Ukraina, pasukan Putin tidak totalitas dalam mempertahankan wilayah Lyman yang merupakan bagian dari Donetsk.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
skynews
Seorang tentara Ukraina menceritakan bagaimana pasukan militer Rusia tidak melakukan perlawanan di Kota Lyman. 

TRIBUNWOW.COM - Kemenangan kembali diraih oleh tentara Ukraina pada Selasa (4/10/2022) yang berhasil merebut kembali Kota Lyman yang berada di Donetsk.

Direbutnya kembali Lyman dari Rusia, disebut merupakan kemenangan besar bagi Ukraina.

Dikutip TribunWow dari skynews, hal ini disebabkan Lyman selama ini dimanfaatkan oleh pasukan militer Rusia sebagai titik transit untuk pendistribusian amunisi dan perbekalan untuk tentara ynag berada di Donetsk dan Luhansk.

Baca juga: Kadyrov Nekat Kirim 3 Anaknya Perang ke Ukraina, Diklaim Sudah Terlatih Tak Kalah dari Tentara Rusia

Kehilangan Lyman berarti Rusia sudah tidak memiliki lagi keunggulan untuk melakukan serangan di daerah timur.

Namun seorang tentara Ukraina bernama Roman menyampaikan peperangan terbesar sejauh ini adalah yang terjadi di Mariupol dulu.

Menurut Roman, pasukan militer yang dikirimkan Presiden Rusia Vladimir Putin di Lyman pergi dengan sendirinya.

"Di sini mereka menembak sedikit lalu pergi," ujar Roman sambil tersenyum.

Baca juga: Usul Solusi Damai Rusia-Ukraina, Cuitan Elon Musk Dipuji Jubir Putin tapi Dimaki Diplomat Zelensky

Meski pasukan Ukraina telah berhasil merebut Lyman, kondisi kota sudah tidak seperti dulu.

Banyak bangunan dan infrastruktur yang hancur lebur tak bisa lagi dipakai.

Tidak adanya pasokan sumber energi, memaksa warga yang tinggal di Lyman mengumpulkan kayu untuk dibakar agar bisa bertahan di musim dingin.

Seorang wanita di Lyman mengaku sudah tak sanggup terus hidup di bawah tanah.

"Bahkan anjing saat ini memiliki hidup yang lebih baik dibanding kami," kata wanita tersebut.

Meski kota telah kembali dikuasai Ukraina, warga sipil yang tinggal di sana justru pesimis bisa terus hidup di Lyman karena sudah tidak ada lagi pekerjaan.

Seorang anggota polisi berusaha meyakinkan warga Lyman, bahwa otoritas akan mengupayakan agar kota bisa beroperasi normal seperti sedia kala.

Para warga balik menjawab mereka hanya ingin adanya pasokan listrik.

"Kita tidak bisa membenahi semuanya secara bersamaan," ujar polisi tersebut.

"Kami tahu Anda membutuhkannya. Kami berusaha," sambungnya.

Baca juga: Bantu Rusia Lawan Ukraina, Ramzan Kadyrov Janji Kirim Anak-anaknya yang Masih Remaja ke Medan Perang

Putin Disebut Biang Kerok Kekalahan Rusia di Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin dituding bertanggung jawab atas kekalahan tentaranya di sejumlah wilayah Ukraina.

Dilansir TribunWow.com, para veteran tentara Rusia menyebut Vladimir Putin telah menciptakan kondisi yang membuat negaranya tak berdaya.

Para pensiunan itu pun menentang keras konflik di Ukraina dan merasa pesimis terhadap jalannya perang.

Baca juga: Zelensky Resmi Daftarkan Keanggotaan Ukraina ke NATO Buntut Pencaplokan 4 Wilayahnya oleh Rusia

Dikutip The Moscow Times, Senin (3/10/2022), setelah pensiun dari Angkatan Udara Rusia dengan pangkat letnan kolonel, Vitaly Votanovsky terlibat dalam aktivisme politik di kota Krasnodar, Rusia selatan.

Sekarang, dia adalah penentang keras invasi Ukraina dan telah berulang kali ditahan karena memotret kuburan para tentara yang tewas.

"Putin menghancurkan sumber daya mobilisasi militer negara dengan tangannya sendiri dan sekarang si id**t ini telah terlibat dalam perang dengan seluruh dunia," tuding Votanovsky.

"Dia menciptakan keadaan di mana kita tidak bisa menang."

Votanovsky adalah satu dari segelintir veteran militer yang secara terbuka mengkritik serangan Rusia terhadap Ukraina dan mobilisasi wajib militer Kremlin.

Ia dan pensiunan lainnya telah menjadi sasaran undang-undang sensor masa perang dan menerima kemarahan dari mantan rekan.

"Kami (para veteran), semua berbicara dan mendiskusikan apa yang sedang terjadi," kata Nikolai Prokudin (61), veteran invasi Soviet ke Afghanistan yang menentang perang di Ukraina.

"Ada orang-orang dengan pandangan yang identik dengan saya, yang lain kurang radikal. Tetapi kebanyakan orang tertipu oleh propaganda itu," imbuhnya.

Seorang pengunjuk rasa melakukan perlawanan saat ditangkap aparat kepolisian Rusia di Moscow, Rabu (21/9/2022). Pengunjuk rasa tersebut melakukan aksi demo menolak wajib militer yang ditetapkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengirim warga sipil ke medan perang Ukraina.
Seorang pengunjuk rasa melakukan perlawanan saat ditangkap aparat kepolisian Rusia di Moscow, Rabu (21/9/2022). Pengunjuk rasa tersebut melakukan aksi demo menolak wajib militer yang ditetapkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengirim warga sipil ke medan perang Ukraina. (AFP/ Alexander Nemenov)

Baca juga: Polisi Rusia Dituding Rudapaksa dan Ancam Lecehkan Ramai-ramai Pendemo Anti-Wajib Militer ke Ukraina

Prokudin ikut menulis petisi tahun lalu melawan eskalasi perang di Ukraina dengan teman sesama veteran, Sergei Gulyaev, yang menjabat sebagai perwira intelijen Soviet di Afghanistan.

Sementara petisi itu kemudian tidak ditandatangani oleh banyak veteran yang awalnya mendukung, Gulyaev tidak menghapus namanya.

"Saya tidak tahu apakah saya akan dimobilisasi," ucap Gulyaev.

"Tapi saya pasti tidak akan pergi berperang melawan Ukraina. Lebih baik dipenjara."

Satu alasan mengapa Gulyaev menolak keras perang Ukraina adalah karena seorang tentara Soviet dari Ukraina menyelamatkan hidupnya di Afghanistan.

Putra pria itu, seorang tentara di tentara Ukraina, tewas pada tahun 2014 dalam pertempuran dengan separatis yang didukung Rusia.

"Seorang tentara yang mengeluarkan saya dari situasi yang sangat serius di sebuah jalan di Afghanistan. Putranya meninggal saat mempertahankan bandara Donetsk. Putra satu-satunya," kata Gulyaev.

Gulyaev mengetahui tragedi itu selama reuni veteran perang Afghanistan 2016, yang diadakan di Belarus.

"Anda bisa merasakan dinginnya dan jelas ada banyak kebencian terhadap apa yang telah dilakukan Rusia dengan Krimea dan Donbas. Saya menyadari bahwa kami duduk bersama tetapi negara saya membunuh putranya."

Beberapa veteran telah didenda karena berbicara di bawah undang-undang sensor masa perang yang secara luas dilihat sebagai bagian dari upaya Kremlin untuk membungkam kritik terhadap invasi.

Sebuah pengadilan di wilayah Vologda utara Rusia pada bulan Mei menghukum pensiunan Kapten Nikolai Smyshlyaev yang berusia 64 tahun karena mendiskreditkan tentara Rusia dengan memposting gambar-gambar anti-perang di platform media sosial VKontakte.

Smyshlyaev kemudian diperintahkan untuk membayar denda 30.000 rubel ($496).

Pensiunan perwira Andrei Prikazchikov juga didakwa pada bulan Juni dengan pelanggaran serupa oleh pengadilan di kota Orenburg, Rusia tengah.

Sementara itu, mantan perwira Angkatan Udara Votanovsky telah ditahan beberapa kali sejak invasi.

Baru-baru ini, dia dihentikan oleh polisi awal bulan ini saat merekam kuburan militer baru di kota Tikhoretsk, Rusia selatan.

"Pengalaman saya dalam politik oposisi memberi tahu saya bahwa segala sesuatu di negara kita bertumpu pada kebohongan," tegas Votanovsky.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr Zelensky
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved