Tragedi Arema Vs Persebaya
Kesaksian soal Detik-detik Kerusuhan di Kanjuruhan: Tembakan Gas Air Mata Diarahkan ke Semua Tribun
Seorang penonton mengisahkan detik-detik kerusuhan seusai laga Arema FC vs Persebaya yang berubah menjadi tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Editor: Rekarinta Vintoko
Tak lama setelah aksi saling serang tersebut, polisi menembakkan gas air mata.
Pertama kali, menurut Dipo, diarahkan ke tribun 12 yang berada di sebelah selatan belakang gawang.
Setelahnya, "merata ke semua tribun ditembak [gas air mata]".
"Saya saat itu posisinya di tribun VIP yang tidak kena tembakan gas air mata saja mata rasanya panas, pedih."
Dia menggambarkan situasi di dalam stadion, seperti kebakaran karena asap membumbung.
Dipo juga menyaksikan bagaimana orang-orang kocar-kacir, panik, dan berusaha keluar dari stadion setelah terkena gas air mata.
Bahkan ia melihat ada yang tergeletak tak sempat menyelamatkan diri.
Padahal di tribun, banyak anak-anak dan orangtua, perempuan, dan anak muda.
Di luar stadion, kondisinya tak lebih baik.
Ia melihat satu mobil polisi dan truk dibakar.
Seorang polisi juga dikeroyok dan tak ada yang membantu untuk memisahkan.
Kepolisian – melalui Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan – ada dua fokus yang akan dilakukan polisi yaitu membantu tim medis agar korban meninggal tidak bertambah dan membantu identifikasi korban.
Kerusuhan sepak bola ini adalah salah satu yang paling parah dalam bencana sepak bola.
Pada 1964, 320 orang meninggal dan lebih dari 1.000 luka-luka dalam insiden terinjak-injak dalam kualifikasi Olimpiade antara Peru dan Argentina di Lima.
Pada 1985, 39 orang meninggal dan 600 luka-luka di stadion Heysel, Brussels, Belgia setelah rubuhnya tembok dalam final Piala Eropa antara Liverpool dann Juventus.