Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Menyerah Berdamai dengan Ukraina? Putin Kutip Pernyataan Zelensky

Pemerintah Rusia menyatakan tidak melihat adanya peluang untuk melakukan negosiasi dalam konflik terkini di Ukraina.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
Kolase YouTube The Telegraph dan Anton Novoderezhkin / SPUTNIK/AFP
Foto kanan: Presiden Rusia Vladimir Putin saat acara parade hari kemenangan di Saint Petersburg, 9 Mei 2022. Foto kiri: Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melakukan upaca penaikkan bendera sebelum hari kemerdekaan Ukraina, 23 Agustus 2022. 

TRIBUNWOW.COM - Selama konflik di Ukraina berlangsung, pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa kali menawarkan Presiden Volodymyr Zelensky untuk melakukan negosiasi damai.

Namun dalam pernyataan terbarunya, Rusia melihat sementara ini tidak ada peluang untuk melakukan negosiasi damai dengan Ukraina.

Dikutip TribunWow dari rt, informasi ini disampaikan oleh juru bicara Putin, Dmitry Peskov, Senin (19/9/2022).

Baca juga: Putin Beri Ancaman Serius Buntut Serangan Ukraina, Joe Biden Khawatir Rusia Gunakan Nuklir

Pemerintah Rusia menyalahkan Kiev yang enggan melakukan negosiasi damai.

Zelensky juga sempat menyatakan baru akan bernegosiasi ketika sudah mengalahkan Rusia di medan perang.

Zelensky memiliki tujuan untuk merebut kembali wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia pada tahun 2014 lalu yakni Krimea.

Menanggapi sikap Zelensky, Putin tidak mempermasalahkan sikap Ukraina yang enggan berdamai.

"Zelensky mengatakan secara terbuka bahwa dia tidak siap untuk berbicara dengan Rusia. Jika dia tidak (ingin bicara), tidak masalah untuk kami," kata Putin.

Upaya damai terakhir dilakukan oleh Rusia dan Ukraina pada akhir Maret 2022 lalu.

Kedua belah pihak saat itu mendiskusikan solusi Ukraina menjadi negara netral yang keamanannya akan dijamin oleh negara-negara superpower.

Namun negosiasi damai tersebut kandas pada April setelah Ukraina menyebut Rusia melakukan kejahatan perang yang disebut Rusia adalah skenario dengan bukti palsu yang sudah disiapkan.

Baca juga: Sebut Zelensky Banyak Buat Blunder, Wali Kota di Ukraina Ingin Damai dengan Rusia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berbicara dengan Kolonel Jenderal Oleksandr Syrskyi, komandan Angkatan Darat di kota Izyum yang baru-baru ini dibebaskan dari pendudukan Rusia, Rabu (14/9/2022).
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berbicara dengan Kolonel Jenderal Oleksandr Syrskyi, komandan Angkatan Darat di kota Izyum yang baru-baru ini dibebaskan dari pendudukan Rusia, Rabu (14/9/2022). (Layanan Pers Presiden Ukraina)

Sebelumnya pemerintah Rusia disebut sempat berinisiatif menghubungi Ukraina menawarkan melakukan negosiasi damai dan gencantan senjata.

Menurut keterangan pemerintah Ukraina, kejadian ini terjadi beberapa hari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melancarkan serangan balik.

Dikutip TribunWow dari rt, seperti yang diketahui saat ini serangan balik Ukraina berhasil memukul mundur pasukan militer Rusia di beberapa wilayah di Kharkiv.

Baca juga: Akui Kalah dari Ukraina? Rusia Ungkap Alasan Tarik Mundur Pasukan Militernya dari Kharkiv

Wakil Perdana Menteri Ukraina, Olga Stefanishnya menjelaskan, saat Rusia menghubungi menawarkan negosiasi damai, pemerintah Zelensky menolak.

Stefanishnya menegaskan bahwa pemerintah Ukraina mau melakukan negosiasi damai seusai pihaknya berhasil mencapai tujuan militer mereka yakni mengusir Rusia dari Ukraina serta merebut kembali wilayah Donbass dan Krimea.

Saat ini menurut penjelasan Stefanishnya, Ukraina sedang berada di posisi unggul mengalahkan pasukan militer Rusia.

Stefanishnya menjelaskan bahwa pemerintah Ukraina optimis dapat merebut kembali wilayah yang lepas pada tahun 2014 silam yakni Krimea.

Terkait pernyataan Stefanishnya ini, pemerintah Rusia belum memberikan komentar.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menjelaskan pada Minggu (11/9/2022) bahwa Rusia selalu terbuka untuk melakukan negosiasi damai dengan Ukraina.

Kondisi wilayah di Ukraina yang berhasil direbut kembali dari kekuasaan pasukan militer Rusia dalam serangan balik awal September 2022.
Kondisi wilayah di Ukraina yang berhasil direbut kembali dari kekuasaan pasukan militer Rusia dalam serangan balik awal September 2022. (YouTube CBS Mornings)

5 Skenario Akhir Konflik Rusia dan Ukraina

Dilansir TribunWow.com dari BBC, Minggu (5/6/2022), berikut adalah lima skenario potensial perkembangan perang Rusia-Ukraina.

1. Gesekan Terus Berlanjut

Perang ini mungkin berlanjut selama berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun.

Momentum bergeser ke sana kemari karena kedua belah pihak sama-sama mendapat untung dan rugi.

Tidak ada kubu yang mau menyerah.

Presiden Rusia Vladimir Putin menilai dia bisa mendapatkan keuntungan dengan menunjukkan kesabaran.

Ia bertaruh bahwa negara-negara Barat akan merasa lelah dengan Ukraina dan mengalihkan fokus pada krisis ekonomi mereka dan ancaman dari China.

Perang di Ukraina bisa berhenti dalam sehari jika kyiv menyerah, Kamis (30/6/2022).
Perang di Ukraina bisa berhenti dalam sehari jika kyiv menyerah, Kamis (30/6/2022). (Telegram @mod_russia)

Baca juga: Putin Balas Sindiran PM Inggris dkk Ingin Buka Baju saat KTT G7: Akan Jadi Pemandangan Menjijikan

Namun Barat masih menunjukkan tekad dan terus memasok Ukraina dengan senjata.

Diprediksi bahwa gesekan akan terjadi terus-menerus hingga menyebabkan perang berlangsung selamanya.

"Ada sedikit prospek kemenangan operasional atau strategis yang menghancurkan oleh kedua belah pihak dalam jangka pendek. Tidak ada pihak yang berperang telah menunjukkan kapasitas untuk mendaratkan pukulan yang menentukan secara strategis," kata Mick Ryan, seorang pensiunan jenderal dan sarjana militer Australia.

2. Putin Mengumumkan Gencatan Senjata

Putin diperkirakan bisa mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk mengantongi keuntungan teritorialnya dan menyatakan kemenangan.

Dia bisa mengklaim bahwa operasi militernya telah selesai dengan berhasil dilindunginya separatis yang didukung Rusia di Donbas.

Putin kemudian bisa mencari landasan moral yang tinggi, memberi tekanan pada Ukraina untuk menghentikan pertempuran.

Presiden Jokowi bersama Presiden Putin usai memberikan keterangan pers bersama di Istana Kremlin, Moskow, Kamis (30/06/2022).
Presiden Jokowi bersama Presiden Putin usai memberikan keterangan pers bersama di Istana Kremlin, Moskow, Kamis (30/06/2022). (BPMI Setpres/Laily Rachev)

"Ini adalah taktik yang dapat digunakan oleh Rusia kapan saja, jika ingin memanfaatkan tekanan Eropa pada Ukraina untuk menyerah dan menyerahkan wilayah sebagai imbalan perdamaian nosional," kata Keir Giles, pakar Rusia di lembaga Chatham House.

Hal ini ini sudah dikumandangkan di Paris, Berlin dan Roma yang mendorong Rusia agar tidak perlu memperpanjang perang dan mengumumkan gencatan senjata.

Namun, keputusan ini akan ditentang oleh AS, Inggris, dan sebagian besar Eropa timur, di mana para pembuat kebijakan percaya bahwa invasi Rusia harus kalah, demi Ukraina dan tatanan internasional.

Jadi gencatan senjata sepihak Rusia mungkin mengubah narasi tetapi tidak mengakhiri pertempuran.

3. Kebuntuan di Medan Perang

Jika perang terus berlanjut, baik tentara Ukraina maupun Rusia akan kelelahan, kehabisan tenaga dan amunisi.

Harga dalam darah dan harta tidak lagi dapat membenarkan berlangsungnya pertempuran lebih lanjut.

Kerugian militer dan ekonomi Rusia tidak bisa lagi ditutup dengan biaya apa pun.

Orang-orang Ukraina lelah perang, tidak mau mempertaruhkan lebih banyak nyawa untuk kemenangan yang sulit dipahami.

Ada harapan bahwa Rusia dan Ukraina akan menyelesaikan masalah ini melalui diplomasi.

Tetapi penyelesaian politik melalui cara apa pun akan sulit, paling tidak karena kurangnya kepercayaan Ukraina pada Rusia.

Kesepakatan damai mungkin tidak bertahan lama dan bisa diikuti dengan lebih banyak pertempuran.

Baca juga: Kunjungi Putin, Jokowi Ungkap Tujuan Damaikan Rusia-Ukraina: Indonesia Tidak Memiliki Kepentingan

4. Kemenangan untuk Ukraina

Ada kemungkinan bahwa Ukraina yang memberi perlawanan sengit akan muncul sebagai pemenang.

"Ukraina pasti akan memenangkan perang ini," kata Presiden negara itu Volodymyr Zelensky kepada TV Belanda minggu ini.

Bisa saja Rusia gagal merebut semua wilayah Donbas dan menderita lebih banyak kerugian.

Apalagi mengingat sanksi Barat telah menghantam mesin perang Rusia.

Ukraina mungkin akan melakukan serangan balasan, menggunakan roket jarak jauh barunya, merebut kembali wilayah di mana jalur pasokan Rusia terbentang.

Ukraina bermanuver mengubah pasukannya dari pertahanan menjadi kekuatan penyerang.

Skenario ini cukup masuk akal bagi pembuat kebijakan untuk khawatir tentang konsekuensinya.

Namun, jika Putin menghadapi kekalahan, ia mungkin akan meningkatkan potensi menggunakan senjata kimia atau nuklir.

"Tampaknya tidak mungkin bagi saya bahwa Putin akan menerima kekalahan militer konvensional ketika dia memiliki opsi nuklir," ujar Sejarawan Niall Ferguson mengatakan dalam sebuah seminar di Kings College, London.

5. Kemenangan untuk Rusia

Pejabat Barat menekankan bahwa meskipun mengalami kemunduran awal, Rusia masih berencana untuk merebut ibukota Kyiv dan menaklukkan sebagian besar Ukraina.

"Tujuan maksimalis itu tetap ada," kata seorang pejabat.

Rusia dapat memanfaatkan keuntungannya di Donbas dengan membebaskan pasukan untuk digunakan di tempat lain, bahkan mungkin menargetkan Kyiv sekali lagi.

Di sisi lain, Presiden Zelensky telah mengakui hingga 100 tentara Ukraina sekarat dan 500 lainnya terluka setiap hari.

Orang-orang Ukraina diprediksi akan dapat terpecah belah, di mana beberapa ingin terus berjuang, sementara yang lain menuntut perdamaian.

Beberapa negara Barat mungkin akan lelah mendukung Ukraina dan menghentikan pasokan bantuannya.

Sehingga, Ukraina yang tak lagi memiliki kekuatan, mau tak mau harus menyerah kalah. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait lainnya

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Vladimir PutinVolodymyr ZelenskyRusiaUkrainaKonflik Rusia Vs UkrainaDmitry Peskov
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved