Konflik Rusia Vs Ukraina
Bocah di Chernihiv Tembak 4 Anak-anak saat Mainan Senjata Peluncur Roket Milik Pasukan Ukraina
4 orang dewasa dan 4 anak-anak mengalami luka-luka seusai seorang bocah menmbakkan senjata peluncur roket milik tentara Ukraina di sebuah pameran.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Media lokal Ukraina melaporkan ada empat orang dewasa dan empat anak-anak yang mengalami luka-luka gara-gara seorang bocah menembakkan sebuah senjata peluncur roket.
Kejadian ini terjadi di sebuah acara pameran senjata di Kota Chernigov/Chernihiv pada Sabtu (3/9/2022).
Dikutip TribunWow dari RT, bocah berusia 10 tahun yang menembakkan senjata RPG-18 diketahui awalnya sedang bermain-main menggunakan senjata tersebut.
Baca juga: Konflik Memanas antara Zelensky dan Militernya, Presiden Belarus pro Rusia Bongkar Internal Ukraina
Saat memainkan senjata itu, sang bocah mengarahkan senjata ke saudaranya yang berusia 12 tahun dan menembakkannya.
Akibatnya saudaranya beserta beberapa orang di sekitarnya mengalami luka-luka.
Beruntung amunisi RPG-18 yang ditembakkan oleh bocah tersebut meledak di atap sebuah rumah.
Saat ini masih belum jelas mengapa bocah tersebut bisa menembakkan senjata peluncur roket RPG-18 sebab senjata tipe tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Berdasarkan keterangan jaksa di Ukraina, acara ini digelar oleh pasukan pertahanan lokal yang sedang memamerkan senjata mereka.
Acara ini disebut-sebut bertujuan untuk memberikan pengalaman interaktif kepada anak-anak.
Sementara itu dewan kota Chernihiv menegaskan tidak pernah memberikan izin adanya pameran senjata.
Beberapa media lokal melaporkan bahwa acara itu digelar oleh sejumlah sukarelawan untuk mengumpulkan dana guna membeli kendaraan tempur untuk pasukan militer Ukraina yang sedang berkonflik melawan tentara Rusia.
Baca juga: Rusia Disebut Kerahkan Tentara Terluka hingga Napi untuk Perang Ukraina, Putin Kekurangan Pasukan?
Di sisi lain, Pemerintah Rusia dituding berusaha melakukan cuci otak terhadap anak-anak di Ukraina.
Keluhan ini disuarakan oleh seorang guru di Ukraina terkait bergantinya materi pelajaran anak-anak yang kini diajari materi pro Rusia.
Dikutip TribunWow dari BBC, para guru yang tinggal di wilayah Ukraina kekuasaan Rusia mau tidak mau harus mengajari murid mereka kurikulum baru yang telah disetujui oleh pemerintah Rusia.
Baca juga: Menhan Putin Kini Disebut Jadi Bahan Lelucon Para Tentara Rusia terkait Konflik di Ukraina
"Tugas utama mereka adalah untuk mencuci otak dan memasukkan narasi mereka ke pikiran anak-anak," jelas seorang guru di Kherson, Ukraina.
"Mereka ingin anak kita lupa negara asal mereka, lupa identitas mereka," ujarnya.
Kekhawatiran tak hanya dirasakan oleh guru, para orangtua murid merasakan hal serupa.
Iryna (nama samaran) adalah seorang ibu dari bocah berusia 13 tahun yang kini sedang mempersiapkan anaknya untuk sekolah.
Tinggal di Kota Melitopol, Iryna bersama anaknya kini berada di bawah kekuasaan pasukan militer Rusia.
Iryna menyadari kurikulum pelajaran anaknya di sekolah telah berubah sesuai kemauan pemerintah Rusia.
"Saya tidak ingin anak saya menjadi sandera situasi," jelas Iryna.
Baca juga: Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky Beri Peringatan ke Tentara Rusia: Selamatkan Nyawa Kalian
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh tim BBC, buku teks pelajaran baru yang diedarkan oleh pemerintah Rusia terdapat materi yang mengajarkan soal peristiwa aneksasi Krimea pada tahun 2014 silam.
Dalam buku pelajaran baru dituliskan Rusia berjuang melindungi Krimea dari nasionalis radikal yang berkuasa karena bantuan negara barat.
Selain itu diajarkan juga sejumlah prestasi yang diraih oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Baca juga: Iming-imingi Warga Ukraina, Putin Tawarkan Kebebasan Tinggal di Rusia dan Bantuan Uang Bagi Lansia
Iryna kini merasa dilemma antara pergi keluar dari Melitopol demi kebaikan anaknya, namun di sisi lain dirinya enggan pergi meninggalkan rumahnya.
Iryna juga merasa khawatir apabila anaknya tidak pergi ke sekolah dan diam-diam mempelajari kurikulum Ukraina, maka dirinya akan menerima hukuman dari pihak Rusia.
Pemerintah Rusia sendiri telah menjanjikan hadiah sekira Rp 2,5 juta bagi orangtua Ukraina yang mendorong anak mereka untuk pergi bersekolah.
Rasanya Tinggal di Wilayah Kekuasaan Rusia
Sejumlah warga di berbagai daerah Ukraina yang pernah diduduki tentara Rusia membeberkan pengalaman mereka.
Dilansir TribunWow.com, di tengah konflik Rusia vs Ukraina yang memanas, simpang siur informasi makin membingungkan publik.
Namun dari mulut para warga Ukraina yang merasakan dampak perang, terdengar sejumlah kesaksian yang mengungkap kebenaran.
Seperti dilaporkan Al Jazeera, Senin (4/7/2022), di Kreminna, sebuah kota di wilayah Luhansk tenggara Ukraina yang diambil alih oleh Rusia pada akhir April.

Baca juga: Bayi Laki-laki 1 Tahun Tewas Dirudapaksa Tentara Rusia, 2 Orang Kakek Ikut Jadi Sasaran
Taras, warga sipil di daerah tersebut dikagetkan dengan dentuman keras, sekitar pukul 7:30 waktu setempat.
Ia membuka pintu apartemen dua kamar tidurnya untuk melihat tiga tentara bersenjata dalam seragam kamuflase.
"Apakah anda memiliki garasi di sudut?," tanya tentara yang tertua di antara mereka, berambut merah berusia akhir 20-an.
Tanpa menunggu jawabannya, prajurit itu langsung meminta Taras membuka pintunya dan masuk.
Dia berbicara tentang sejumlah garasi yang dibangun pada awal 1980-an, sebuah area yang telah menjadi klub informal, di mana pria dapat minum, bercanda, dan bermain backgammon atau catur.
Tetapi bagi penjajah Rusia, garasi adalah sumber bahaya, seorang prajurit yang lebih muda dan kurang tegas memberi tahu Taras yang berusia 53 tahun dalam perjalanan.
"Mereka melihat ke dalam, memeriksa ruang bawah tanah dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun," ujar Taras, yang meminta nama belakangnya dirahasiakan karena dia 'tidak ingin ditembak', kepada Al Jazeera.
Satu-satunya hal menarik yang mereka lihat dan ambil adalah toples tiga liter berisi mentimun yang telah diasinkan oleh istri Taras dengan cuka dan jus tomat.
Taras masih beruntung, mobil Lada Priora berwarna biru langit milik tetangganya disita, sementara sang pemilik dipukuli serta dibiarkan memar setelah dia ragu-ragu untuk menyerahkan kunci mobil selama sepersekian detik.

Baca juga: Tentara Rusia Dituding Rudapaksa para Wanita di Ukraina Berjam-jam lalu Bunuh Korbannya
Rusia Mulai Tarik Upeti
Pihak Rusia diklaim mulai menerapkan pemungutan pajak atau upeti di wilayah Ukraina Timur yang berhasil dikuasai.
Separatis pro-Rusia di wilayah tersebut memaksa setiap penduduk untuk membayar hingga jutaan rupiah.
Rencananya, uang yang terkumpul akan digunakan untuk mendanai perang dengan Ukraina.

Baca juga: Maju ke Wilayah Perang, Zelensky Adakan Kunjungan Tiba-tiba ke Kota Ukraina yang Disasar Rusia
Hal ini dilaporkan telah diungkapkan oleh Vitaly Khotsenko, Perdana Menteri dari Donetsk People's Republik (DPR) yang memproklamirkan diri.
Dikutip TribunWow.com dari Mirror, Senin (18/6/2022), ia menyatakan bahwa setiap orang termasuk bayi dan orangtua, diminta menyerahkan 14 ribu rubel (Rp 3,6 juta).
Dilaporkan hal ini berlaku untuk semua orang di wilayah pendudukan Ukraina timur, di mana uang tersebut akan digunakan untuk berperang.
Adapun laporan ini pertama kali diunggah oleh Kira Yarmysh, juru bicara kritikus Kremlin Alexei Navalny, melalui akun Twitter pribadinya.
Padahal sebelumnya, Kremlin mengatakan mereka akan menginvestasikan lebih dari dua triliun rubel untuk perekonomian DPR, dalam waktu dua tahun.
Tetapi tidak diketahui bagaimana uang itu akan dipergunakan nantinya.
Diketahui, warga Ukraina yang tinggal di wilayah tenggara Donetsk dan Luhansk, yang dikenal sebagai Donbas, telah dikendalikan oleh separatis dukungan Moskow selama hampir delapan tahun.
Namun Presiden Rusia Vladimir Putin baru mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai republik resmi tiga hari sebelum menginvasi Ukraina, pada 21 Februari.
Hal ini dilihat sebagai dalih bagi penghasut perang untuk menyerang Ukraina.
Selama ini, semua negara anggota PBB, selain Rusia, menganggap DPR secara hukum masih bagian dari Ukraina dan bukan negara merdeka.
Namun awal pekan ini, Suriah menjadi negara pertama yang secara resmi mengakui dua bagian Ukraina sebagai republik merdeka.
Dukungan tersebut diduga dilatari kedekatan Rusia dengan Suriah.
Pasalnya, Rusia adalah sekutu utama Presiden Suriah Bashar Al-Assad di mana kedua negara secara kolektif telah melakukan daftar panjang kejahatan perang dan saling menopang selama bertahun-tahun perang.(TribunWow.com/Anung/Via)