Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Sebut Zelensky Banyak Buat Blunder, Wali Kota di Ukraina Ingin Damai dengan Rusia

Seorang wali kota di Ukraina tak setuju konflik melawan Rusia harus diselesaikan di medan perang.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube The Telegraph
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melakukan upaca penaikkan bendera sebelum hari kemerdekaan Ukraina, 23 Agustus 2022. 

TRIBUNWOW.COM - Dalam beberapa kesempatan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan jajaran pemerintahannya menyatakan tidak akan berdamai dengan Rusia hingga Ukraina meraih kemenangan di medan perang.

Namun suara berbeda datang dari pemerintah daerah di Ukraina.

Dikutip TribunWow dari RT, Wali Kota Odessa, Gennady Trukhanov menegaskan konflik tidak harus berakhir di medan perang.

Baca juga: Menhan Putin Kini Disebut Jadi Bahan Lelucon Para Tentara Rusia terkait Konflik di Ukraina

Ia mendukung terjadinya negosiasi antara Ukraina dan Rusia untuk mengakhiri konflik.

Trukhanov tak menampik, dirinya ingin Ukraina kembali memeroleh wilayah seperti pada tahun 1991 silam termasuk Donbass dan Krimea.

Namun Trukhanov menyebut solusi harus dicari di meja negosiasi bukan di medan perang.

"Nyawa jutaan orang dalam pertaruhan," ujar Trukhanov.

"Penting untuk melakukan negosiasi langkah demi langkah, untuk mencari kompromi secara bertahap, menghindari konfrontasi," kata dia.

Trukhanov turut berpendapat bahwa Presiden Zelensky telah membuat sejumlah blunder atau kesalahan selama menjabat.

Ia mengkritisi pemerintahan pusat Ukraina yang terlalu fokus memperkuat Kiev/Kyiv atau Ibu Kota Ukraina saja.

Trukhanov mengungkit minimnya wewenang pemerintah daerah yang menyebabkan wilayah di luar Ibu Kota tidak bisa bekerja maksimal.

Selanjutnya Trukhanov menceritakan bahwa Ukraina dan Rusia pada dasarnya saling terhubung dari sisi sejarah, budaya, bahasa, agama hingga tradisi.

Meskipun mendukung terjadinya negosiasi, Trukhanov tetap mengkritisi dan memprotes keras operasi militer spesial yang dilakukan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Bos klub sepak bola Chelsea FC hadir dalam negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina di Istanbul, Turki, Selasa (29/3/2022).
Bos klub sepak bola Chelsea FC hadir dalam negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina di Istanbul, Turki, Selasa (29/3/2022). (TRT/bbc.com)

Baca juga: Iming-imingi Warga Ukraina, Putin Tawarkan Kebebasan Tinggal di Rusia dan Bantuan Uang Bagi Lansia

Upaya Putin Ambil Jalan Damai sebelum Konflik

Di sisi lain, eks Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyebut operasi militer di Ukraina terpaksa dilakukan sebab kepentingan negara Rusia telah dalam kondisi terancam.

Medevedev menyebut pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan melakukan operasi militer di Ukraina jika kepentingan negara Rusia tidak terancam.

Dikutip TribunWow dari Tass, pernyataan ini disampaikan oleh Medvedev pada Jumat (26/8/2022).

Baca juga: Eks Presiden Rusia Prediksi Pasukan Militer Ukraina akan Kudeta Pemerintahan Zelensky demi Hal Ini

"Mereka sudah dalam ancaman. Kepentingan vital Rusia sudah terancam," ujar Medvedev.

"Itulah sebabnya operasi militer khusus dilakukan untuk mempertahankan Donbass, demiliterisasi angkatan bersenjata Ukraina dan untuk mendenazifikasi negara itu," sambungnya.

Medvedev menjelaskan, sebelumnya pemerintah Rusia sempat mencoba berunding dengan pemerintah Ukraina berkali-kali.

Tak hanya dengan Ukraina, upaya berunding juga dilakukan dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS).

"Tetapi perundingan tersebut berakhir sia-sia. Tidak ada yang mendengarkan kami," jelas Medvedev.

Di sisi lain, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menuding AS memiliki agenda tersendiri di Asia Tenggara.

Dilansir TribunWow.com, orang kepercayaan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut mengatakan AS berusaha membongkar arsitektur keamanan yang sudah mapan di Asia Tenggara.

AS diduga memanfaatkan keadaan lantaran hal ini dilakukan di tengah terjadinya konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak di sejumlah aspek.

Baca juga: Ukraina Klaim 300 Anak Disekap di Rusia, Pasukan Putin Dituding Organisir Adopsi Ilegal

Menurut Shoigu, upaya tersebut dilakukan AS untuk memastikan hegemoni globalnya.

Adapun pernyataan ini diungkap Shoigu pada pertemuan militer SCO pada hari Rabu (24/8/2022).

"Adapun di sisi selatan organisasi kami, Asia Tenggara, kami juga menyaksikan serangkaian kontradiksi transnasional yang kompleks." ucap Shoigu dikutip media Rusia TASS.

"Titik panas ketegangan sedang dibentuk dengan skenario perkembangan yang sulit diprediksi. Untuk memastikan hegemoni globalnya, Washington berusaha memecah arsitektur keamanan regional," tandas pejabat tinggi militer Rusia itu.

Untuk itu, kata dia, sedang dibentuk blok-blok politik-militer seperti QUAD dan AUKUS.

"Negara-negara di kawasan itu ditarik ke dalam kerja sama dengan NATO. Mengikuti Eropa, sebuah front sedang disatukan untuk menahan China," beber Shoigu.

"Apa yang disebut masalah Taiwan sengaja diperburuk, dan sengketa teritorial di Laut China Selatan dan Laut China Timur sedang dicetuskan."

"Keamanan di kawasan ini hanya dapat dipastikan dengan upaya bersama dengan tetap memperhatikan kepentingan semua negara dengan peran sentral ASEAN dan mekanisme interaksi multilateral lainnya".

Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berpose selama pertemuan mereka di Beijing, pada 4 Februari 2022. Terbaru, pemerintah China menjawab isu dimintai Rusia bantuan untuk mengirim kebutuhan militer.
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berpose selama pertemuan mereka di Beijing, pada 4 Februari 2022. Terbaru, pemerintah China menjawab isu dimintai Rusia bantuan untuk mengirim kebutuhan militer. (AFP/Alexei Druzhinin/Sputnik)

Baca juga: VIDEO - Buntut Kunjungan Senator AS, 9 Pesawat Tempur China Bermanuver di Taiwan

Sebelumnya, Duta Besar China untuk Rusia, Zhang Hanhui, menuding pemerintah Amerika Serikat (AS) disebut ingin membuat Rusia semakin lemah lewat konflik yang terjadi di Ukraina.

Dikutip TribunWow dari rt, Zhang menjabarkan bagaimana ide ekspansi NATO ke timur sebenarnya didorong oleh AS.

Zhang juga menyampaikan bagaimana AS adalah inisiator yang menyebabkan terjadinya krisis di Ukraina.

Berdasarkan penjelasan Zhang, AS terus memberikan sanksi kepada Rusia serta menyuplai senjata ke Ukraina supaya perang bisa terus berlanjut.

AS diketahui berharap dapat melemahkan Rusia lewat strategi tersebut.

Zhang juga menyinggung bagaimana AS turut ikut campur dalam masalah internal pemerintahan China lewat kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.

Menurut Zhang aksi AS mengganggu Rusia dan China memiliki tujuan yang sama yakni menghambat perkembangan negara.

Kemudian Zhang mengungkit bagaimana AS berniat untuk mengembalikan masa-masa perang dingin.

Zhang juga mengklaim saat ini sudah terjadi perang dingin jilid 2.

Ia menilai apa yang dilakukan oleh AS telah merusak aturan internasional dan menciptakan ketidakseimbangan di dunia.

Zhang menyatakan, kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan tidak akan mengubah sikap China terhadap Taiwan.

Baca juga: Pakai Meme, Diplomat China Ledek Negara Eropa yang Menderita karena Musuhi Rusia di Konflik Ukraina

Pada Selasa (8/3/2022) Presiden China Xi Jinping mengadakan pertemuan secara daring bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Ketiga pemimpin negara itu bertemu dan membahas soal konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pada Selasa (8/3/2022) Presiden China Xi Jinping mengadakan pertemuan secara daring bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Ketiga pemimpin negara itu bertemu dan membahas soal konflik antara Rusia dan Ukraina. (youtube kompastv)

Zelensky Desak China Hentikan Rusia

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Presiden China Xi Jinping untuk membantu mengakhiri perang di negaranya.

Dilansir TribunWow.com, ia meminta Beijing untuk menggunakan pengaruh politik dan ekonominya di Rusia.

Dilaporkan Al Jazeera, Kamis (4/8/2022), hal ini diungkapkan Zelensky dalam sebuah wawancara dengan media South China Morning Post (SCMP) .

Dia mengaku telah meminta untuk berbicara dengan presiden China sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada bulan Februari, tetapi itu belum terjadi.

"Saya ingin berbicara langsung. Saya melakukan satu percakapan dengan Xi Jinping itu setahun yang lalu," terang Zelensky melalui sambungan virtual.

"Sejak awal agresi skala besar pada 24 Februari, kami telah meminta secara resmi untuk melakukan percakapan, tetapi kami belum melakukan percakapan apa pun dengan China meskipun saya yakin itu akan membantu."

China, sekutu paling penting Rusia, belum mengutuk apa yang oleh Presiden Rusia Vladimir Putin disebut sebagai operasi militer khusus di Ukraina.

Zelensky dan Barat menyebut invasi Rusia sebagai perang, tetapi Beijing mengatakan Moskow terprovokasi untuk menyerang, termasuk karena ekspansi NATO di Eropa.

Baca juga: Rusia Klaim Putin Didukung Xi Jinping untuk Perangi Ukraina, China Keluarkan Pernyataan Berbeda

Xi Jinping sebelumnya telah menyatakan keprihatinan atas konflik di Ukraina selama pertemuan puncak pada bulan Juni, dengan mengatakan bahwa itu membunyikan alarm bagi kemanusiaan.

Namun, dia tidak memberikan indikasi bagaimana caranya untuk mengakhiri pertempuran.

Awal bulan ini, dia juga berbicara dengan Putin, dan menegaskan kembali dukungan China untuk kedaulatan dan keamanan Rusia.

Xi Jinping mengatakan semua pihak harus mendorong penyelesaian krisis Ukraina dengan cara yang bertanggung jawab dan bahwa China akan terus memainkan perannya untuk tujuan ini.

Terkait hal ini, Zelensky mengatakan kepada SCMP bahwa dia memahami bahwa China ingin mempertahankan sikap seimbang terhadap perang.

Tetapi ia menekankan bahwa konflik dimulai dengan invasi tanpa alasan Rusia ke wilayah kedaulatan Ukraina.

"Rusia adalah penjajah, ini adalah perang di wilayah kami, mereka datang untuk menyerang. China, sebagai negara besar dan kuat, bisa turun dan menempatkan federasi Rusia di tempat tertentu," sebut Zelensky.

"Tentu saja, saya sangat ingin China meninjau kembali sikapnya terhadap Federasi Rusia."

Dia juga mendesak China untuk bertindak di Dewan Keamanan PBB sebagai salah satu dari lima anggota yang memiliki hak veto, untuk mempertahankan norma-norma internasional.

"Jika kita beroperasi tanpa undang-undang, lalu mengapa kita harus memiliki Dewan Keamanan, jika ada negara atau beberapa negara di dunia, dapat memutuskan untuk melanggar aturan secara militer?" tanyanya.

China sejauh ini abstain dari pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB dan di Majelis Umum yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.

China malah menyerukan dialog antara pihak-pihak yang bertikai, sementara juga mengutuk bantuan militer Barat ke Ukraina dan sanksi terhadap Rusia sebagai merugikan resolusi konflik.

Zelensky mengatakan kepada SCMP bahwa dia yakin China memiliki kekuatan ekonomi untuk menekan Putin agar mengakhiri perang.

"Saya yakin, saya yakin tanpa pasar China untuk Federasi Rusia, Rusia akan merasakan isolasi ekonomi sepenuhnya,” kata Zelensky.

"Itu adalah sesuatu yang dapat dilakukan China, untuk membatasi perdagangan dengan Rusia sampai perang berakhir.”(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Volodymyr ZelenskyVladimir PutinKonflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkraina
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved