Konflik Rusia Vs Ukraina
Media Asal AS Umumkan Korban Jiwa Pasukan Putin, Rusia Beri Bantahan dan Sindiran soal Berita Palsu
Pemerintah Rusia membantah laporan New York Times yang menyampaikan ada 75 ribu tentara Rusia tewas dalam konflik di Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Sebuah bantahan diberikan oleh pemerintah Rusia atas pemberitaan yang dirilis media asal Amerika Serikat (AS) The New York Times (NYT).
NYT melaporkan ada sekira 75 ribu tentara Rusia tewas dalam konflik melawan Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, kabar ini dibantah oleh juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov.
Baca juga: Pakai Sleeper Agent hingga Susupi Pemerintah Ukraina, Rusia Dituding Sudah Lama Kirim Mata-mata
"Ini bukan pernyataan oleh pemerintahan AS, ini adalah laporan media," ujar Peskov.
Peskov kemudian menyindir saat ini media massa yang telah memiliki nama tidak menghindari menyebarkan berita bohong.
"Sayangnya praktik seperti itu semakin menjadi hal biasa," kata Peskov.
Pada Kamis (28/7/2022) NYT melaporkan pemerintahan AS meyakini Rusia telah kehilangan 75 ribu tentara yang tewas dalam konflik di Ukraina.
Dalam laporan tersebut, NYT mengutip pernyataan seorang legislator yang identitasnya dirahasiakan.
Legislator tersebut disebut-sebut telah mendapat informasi hasil pertemuan dengan Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Kepala Staf Gabungan dan Kantor Direktur Intelijen Nasional.
Sebagai informasi, Rusia terakhir kali secara resmi mengumumkan jumlah korban jiwa adalah pada 25 Maret 2022 lalu.
Kala itu Kementerian Pertahanan Rusia melaporkan 1.351 tentaranya tewas, 3.825 mengalami luka-luka sejak dimulainya operasi militer spesial di Ukraina pada 24 Februari 2022.
Di sisi lain, Rusia dilaporkan terlibat dalam program perekrutan tentara secara rahasia untuk perang Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, para penduduk potensial dihubungi di ponsel mereka dan desa-desa ditugaskan untuk menemukan sukarelawan.
Seperti dilaporkan Newsweek, Rabu (27/7/2022), saluran media sosial Telegram berbahasa Rusia Mozhem Obyasnit (Kami Dapat Menjelaskan-red), melaporkan berita kritis tentang Rusia dan upaya perangnya.
Baca juga: Rusia Akui Ingin Gulingkan Pemerintahan Zelensky, Menlu Putin Ungkap Tujuan Perang Ukraina
Mereka menerbitkan kiriman dari beberapa pembacanya tentang taktik yang konon digunakan oleh otoritas negara itu.
Saluran tersebut mengatakan kepada 134 ribu pelanggannya bahwa permintaan bagi orang Rusia untuk mendaftar itu telah diabaikan dan tampaknya rencana untuk memobilisasi perang telah gagal.
Seorang pria bernama Alexey dari kota Voronezh mengatakan dia menolak permintaan untuk mengambil kontrak tentara selama panggilan dari kantor pendaftaran militer.
Dia mengatakan kemungkinan nomor teleponnya diperoleh dari bursa tenaga kerja di mana dia baru-baru ini mendaftar.
Sementara, seorang pria Moskow yang tidak disebutkan namanya mengatakan dia dihubungi oleh 'komisaris militer' yang mengatakan bahwa dia bisa mendapatkan 300 ribu rubel sebulan (Rp 75 juta) jika dia bergabung dengan batalion.

Baca juga: Selama 3 Hari, Politisi Ukraina Ngaku Disiksa Tentara Rusia Pakai Metode Penyiksaan ala CIA
Seorang wanita dari Tyumen bernama Elena mengatakan bahwa perekrut datang kepada kedua putranya sebelum mereka mengikuti ujian perguruan tinggi.
Pihak perekrut itu mencoba membujuk dengan mengatakan bahwa dua pemuda itu memiliki kesempatan untuk membayar kembali utang ke tanah air serta mendapatkan penghasilan yang baik, namun keduanya menolak.
Seorang pria bernama Andrey dari wilayah Lipetsk mengatakan bahwa pemerintah di setiap desa diharuskan menemukan setidaknya satu sukarelawan.
Andrey mengatakan bahwa usia pelamar tidak dipertimbangkan, bahkan dia mengetahui adanya seorang pria berusia 40 tahun yang setuju untuk mendaftar.
"Tetapi administrasi tidak begitu beruntung, karena sebelum dia bisa melakukannya, dia mabuk, jatuh dari sepedanya. dan kakinya patah," kata Andrey.
Ini terjadi di tengah meningkatnya kerugian bagi pasukan Presiden Vladimir Putin, di mana Ukraina mengatakan minggu ini sekitar 40 ribu tentara Rusia telah tewas.
Negara-negara Barat mengatakan jumlahnya jauh lebih rendah, sementara Moskow belum memperbarui penghitungan resmi prajurit yang tewas dari angka 1.351 yang dirilis pada Maret.
Baca juga: Jadi Bahan Olok-olok Inggris, Putin Disebut Paksa Tentara Rusia Gunakan Traktor sebagai Tank
Muncul Rasa Benci ke Putin
Kebencian terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin mulai tumbuh di kalangan ibu para tentara pasukan militer Rusia.
Rasa benci ini muncul karena ketidakjelasan nasib para tentara Rusia yang diturunkan ke Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, seorang ibu berinisial V adalah satu dari banyak orangtua tentara Rusia yang tak puas akan kebijakan pemerintahnya melakukan serangan ke Ukraina.
Baca juga: Putus Kontak sejak Anaknya Perangi Pasukan Ukraina, Ibu di Rusia Dapat Kabar Buruk dari Medsos
Meski anak V dinyatakan hilang tanpa kejelasan, ia tak melihat Ukraina sebagai musuh.
V merasa wajar Ukraina melawan balik karena negara mereka diserang.
Saat ini V telah menjalin kontak dengan para ibu tentara Rusia lainnya yang sepemikiran dengannya.
V mengatakan, kalangan ibu-ibu para tentara Rusia mulai membenci pemerintah Rusia yang memutuskan melakukan operasi militer spesial di Ukraina.
"Mereka membenci pemerintah. Mereka benci Putin," ujar V.
"Mereka semua ingin perang ini berakhir. Seluruh ibu menginginkannya," tegasnya.
V menjelaskan bagaimana mayoritas ibu para tentara Rusia adalah orang-orang desa.
Ia menceritakan pasukan militer yang dikirim ke Ukraina adalah mereka yang berasal dari wilayah-wilayah terpencil, bukan anak pejabat.
Baca juga: VIDEO Mykolaiv Ukraina Diguncang 8 Ledakan Dahsyat, RS hingga Rumah Warga Jadi Sasaran Rudal Rusia

Rasa kesal dan frustasi juga tumbuh di masyarakat Ukraina.
Rakyat Ukraina kini mulai memprotes pemerintah mereka karena mengirimkan warga sipil yang tak memiliki pengalaman militer untuk berperang menghadapi pasukan Rusia.
Dikutip TribunWow.com dari Skynews, seiring naiknya korban jiwa dari pihak Ukraina, warga di sana mulai memprotes lantaran anggota keluarga mereka ada yang dikirim untuk berperang melawan Rusia padahal tak memiliki pengalaman perang.
Warga Kyiv/Kiev bernama Viktoriia Bilan-Raschuk (43) menjelaskan bagaimana suaminya dikirim untuk berperang di Severodonetsk padahal tak memiliki latar belakang militer.
Mirisnya, Viktoriia harus menabung uang demi bisa membeli perlengkapan militer untuk suaminya.
Viktoriia mengaku siap untuk memprotes kondisi yang ia alami.
"Pemerintah tidak melakukan banyak hal untuk mendukung mereka. Semakin lama ini berlangsung, makin banyak orang yang akan marah," kata dia. (TribunWow.com/Anung/Via)