Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Tak Hanya Donbas, Rusia Perluas Serangan untuk Kuasai Wilayah Timur dan Selatan Ukraina

Rusia telah memperluas serangannya tak hanya di Donbas, namun juga melakukan rusifikasi di Kherson serta Zaporizhia.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Tangkapan Layar Tribunnews.com
Ilustrasi Rudal, Pasukan Rusia mengirimkan serangan rudal pesawat ke Ukraina, Selasa (12/7/2022). Terbaru, Rusia melebarkan serangan diduga untuk mencaplok wilayah selain Donbas, Kamis (21/7/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Rusia tampaknya memperluas ambisi teritorialnya pada minggu ke-21 perang di Ukraina.

Dilansir TribunWow.com, Rusia melanjutkan serangan di wilayah Donetsk timur dan menerima beberapa dukungan internasional untuk apa yang disebutnya 'operasi militer khusus'.

Seperti dilaporkan Al Jazeera, Kamis (21/7/2022), dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh kantor berita negara Rusia Ria Novosti pada hari Rabu, menteri luar negeri Rusia Sergey Lavrov buka suara.

Baca juga: Konflik Menyebar ke Mana-mana, China Minta AS hingga Rusia Lakukan Gencatan Senjata di Ukraina

Ia mengatakan Rusia telah menyimpang dari tujuan resminya untuk menduduki dua wilayah timur Luhansk dan Donetsk, yang bersama-sama disebut wilayah Donbas.

"Ini bukan hanya tentang DPR dan LPR," kata Lavrov, merujuk pada daerah dengan akronim republik rakyat yang diproklamirkan sendiri.

"Tetapi juga wilayah Kherson, wilayah Zaporizhia, dan juga wilayah lainnya," imbuhnya.

Setelah pasukan Rusia menarik diri dari daerah sekitar Kyiv pada 25 Maret, Lavrov mengatakan bahwa 'operasi militer khusus' di Ukraina telah berakhir dan Rusia akan fokus pada dua wilayah timur.

Tetapi pasukan Rusia terus menduduki bagian dari wilayah Kherson dan Zaporizhia di Ukraina selatan, yang mereka rebut di awal perang.

Mereka meningkatkan 'Rusifikasi' wilayah tersebut di tengah kekhawatiran bahwa Moskow berencana untuk mencaplok daerah itu.

Video warga Kherson terus demo tak peduli pasukan Rusia terus mengeluarkan tembakkan peringatan, Minggu (13/3/2022).
Video warga Kherson terus demo tak peduli pasukan Rusia terus mengeluarkan tembakkan peringatan, Minggu (13/3/2022). (BBC.com)

Baca juga: Rusia Paksa Penduduk Kherson Gunakan Uang Rubel, Ini yang Dilakukan Warga untuk Melawan

Pada bulan Mei, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit yang menyederhanakan proses bagi penduduk di wilayah yang dikuasai Rusia di wilayah tersebut untuk mengajukan paspor dan kewarganegaraan Rusia.

Pemerintah yang didirikan Rusia dilaporkan berencana untuk memperkenalkan kurikulum Rusia di sekolah-sekolah lokal.

Keputusan terbaru Moskow termasuk memperluas undang-undang Rusia ke wilayah Kherson dan Zaporizhia, untuk mengkriminalisasi kritik terhadap Rusia.

Pelanggar dapat dihukum dengan deportasi ke Rusia.

Pernyataan Lavrov lebih sejalan dengan kritik pro-perang Kremlin, yang mengatakan Putin telah menunggu waktunya sebelum memperluas tujuan perang Rusia.

Sehari sebelum wawancara Lavrov diterbitkan, Igor Girkin, mantan komandan militer yang terlibat dalam mengobarkan pemberontakan Donetsk dan Luhansk pada tahun 2014, menulis dukungan.

"Penyatuan kembali Novorossiya dengan federasi Rusia di sepanjang garis Kharkiv-Dnipropetrovsk-Kryvyi Rih -Mykolaiv-Odesa (termasuk semua)," tulis Girkin.

Langkah seperti itu akan memerlukan pencaplokan semua Ukraina timur dan selatan.

Sementara itu menurut Girkin, Ukraina Barat, dapat dianeksasi oleh Belarus.

Novorossiya, atau Rusia Baru, adalah nama yang diberikan ke Ukraina selatan setelah penaklukan dan pemerintahannya oleh Rusia pada tahun 1764-1918, dan termasuk wilayah Kherson dan Zaporizhia.

Baca juga: Gencar Aksi Sabotase Diduga oleh Ukraina, Pejabat Daerah Tunjukan Rusia Tewas akibat Bom Mobil

Rusia Bersiap Mencaplok Tanah Ukraina

Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa Rusia sedang bersiap untuk mencaplok tanah Ukraina.

Dilansir TribunWow.com, hal ini dilakukan dengan mengatur referendum palsu di wilayah yang saat ini dikuasai prajurit Presiden Rusia Vladimir Putin.

Gedung Putih membandingkan hal ini seperti aneksasi Rusia yang terjadi pada Krimea delapan tahun lalu.

Baca juga: Eks Presiden Rusia Ancam Kiamat Nuklir jika Negaranya Diadili Karena Kejahatan Perang di Ukraina

Seperti dilaporkan media Rusia RT, Rabu (20/7/2022), klaim tersebut diungkapkan oleh John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS.

"Kami memiliki informasi hari ini, termasuk dari intelijen yang diturunkan yang dapat kami bagikan kepada Anda, tentang bagaimana Rusia meletakkan dasar untuk mencaplok wilayah Ukraina yang dikontrolnya yang melanggar langsung kedaulatan Ukraina," beber John Kirby, Selasa (20/7/2022).

Sebagaimana diketahui, Rusia meluncurkan agresi militer melawan Ukraina pada akhir Februari.

AS dan sekutu mereka di bawah NATO menanggapi dengan menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Moskow dan memberi Kiev senjata berat.

Saat berperang bersama pasukan Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR), pasukan Rusia menguasai Wilayah Kherson selatan Ukraina dan sebagian besar Wilayah Zaporozhye.

Mereka juga mengambil wilayah wilayah Kharkiv Ukraina, yang berbatasan dengan LPR.

John Kirby berpendapat bahwa Moskow akan menyelenggarakan referendum palsu di wilayah pendudukan.

"(Rusia) menggunakan buku pedoman aneksasi, sangat mirip dengan yang kita lihat pada 2014," imbuh John Kirby.

Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di depan masyarakat Rusia dalam perayaan peringatan aneksasi semenanjung Krimea, Jumat (18/3/2022). Dalam pidato tersebut, Putin menyinggung kondisi terkini perang di Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di depan masyarakat Rusia dalam perayaan peringatan aneksasi semenanjung Krimea, Jumat (18/3/2022). Dalam pidato tersebut, Putin menyinggung kondisi terkini perang di Ukraina. (YouTube Newzee)

Baca juga: Rusia Umumkan Kepung 2 Ribu Pasukan Ukraina di Donbas, Puluhan Tentara Menyerah Tanpa Dipaksa

Ia pun menjanjikan sanksi tambahan jika Rusia kemudian mencaplok tanah Ukraina.

Menanggapi tudingan tersebut, Kedutaan Besar Rusia di Washington merilis sebuah pernyataan di media sosial.

"Klaim tentang sifat agresif dari operasi khusus militer Rusia pada dasarnya salah," tulis Kedubes Rusia.

"Kami mengembalikan perdamaian ke wilayah yang dibebaskan, menciptakan keadaan untuk kehidupan normal dan menghormati hak yang sama dari warga negara tanpa memandang etnis dan bahasa.”

Kedutaan menambahkan bahwa bergabungnya wilayah Ukraina ke Rusia merupakan keinginan dari penduduknya sendiri.

"Kepemimpinan Federasi Rusia telah berulang kali menyatakan bahwa penduduk wilayah yang dibebaskan akan memutuskan masa depan mereka sendiri secara mandiri," tutur Kedubes Rusia.

Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengklaim bahwa AS telah memberlakukan sanksi tambahan bahkan tanpa aneksasi wilayah Ukraina ke Rusia.

Ia menilai ancaman sanksi yang lebih banyak tidak akan berpengaruh pada pengambilan keputusan Rusia.

"Sebaliknya, itu telah memperkuat tekad untuk bertindak sesuai dengan jalan yang dipilih," tulis Zakharova di saluran Telegramnya.(TribunWow.com)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
DonbasRusiaUkrainaZaporizhia
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved