Konflik Rusia Vs Ukraina
Media Rusia Ungkap AS Picu 23 Perang di Seluruh Dunia Berkedok Kontraterosisme, Termasuk Ukraina?
AS diduga berperan dalam 23 konflik yang terjadi di seluruh dunia lewat sebuah program rahasia.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Media Rusia melaporkan bahwa AS telah melakukan setidaknya 23 perang proksi di seluruh dunia dengan kedok kontraterorisme.
Dilansir TribunWow.com, AS diduga menggunakan otoritas rahasia yang disebut '127e' untuk meluncurkan setidaknya dua lusin perang proxy sejak 2017.
Lantas, adakah keterlibatan program tersebut dalam konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina?
Baca juga: Joe Biden Dijuluki Kaisar Tanpa Busana Buntut Kegagalan AS Jatuhkan Rusia Melalui Konflik Ukraina
Seperti dikutip dari media Rusia RT, Rabu (6/7/2022), kabar ini disebut pertama kali dibeberkan oleh sebuah artikel yang diterbitkan oleh The Intercept, Jumat (1/7/2022) yang lalu.
Outlet tersebut mengklaim telah memperoleh dokumen yang belum pernah dilihat sebelumnya dan berbicara dengan pejabat tinggi dengan pengetahuan mendalam tentang program ini.
Dikatakan bahwa dokumen itu diterima melalui Freedom of Information Act, yang mengklaim bahwa makalah ini adalah konfirmasi resmi pertama bahwa setidaknya 14 'program 127e' aktif di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik yang lebih besar baru-baru ini pada tahun 2020.
Secara total, Pentagon dilaporkan meluncurkan 23 program 127e terpisah di seluruh dunia antara 2017 dan 2020, yang menelan biaya sekitar $ 310 juta (sekitar Rp 4,6 triliun).
Intercept menjelaskan bahwa 127e adalah satu dari beberapa otoritas yang hampir tidak dikenal yang diberikan kepada Departemen Pertahanan oleh Kongres selama dua dekade terakhir.
Otoritas ini memberi wewenang kepada pasukan komando AS untuk melakukan 'operasi kontraterorisme' bekerja sama dengan pasukan mitra asing dan tersebar di seluruh dunia dengan pengawasan luar yang minimal.
Program ini memungkinkan AS untuk mempersenjatai, melatih, dan memberikan informasi intelijen kepada pasukan asing.
Namun, tidak seperti program bantuan asing pada umumnya, yang berfokus pada pembangunan kapasitas lokal di negara-negara mitra, pasukan 127e diharapkan mengikuti perintah AS dan melakukan misi yang diarahkan Washington.
Mereka ditugaskan melawan musuh AS untuk mencapai tujuan Amerika, yang pada dasarnya berfungsi sebagai wakil Pentagon.

Baca juga: Ungkit Sikap Putin, AS Sebut Belum Waktunya Rusia-Ukraina Lakukan Negosiasi Damai
Menurut outlet tersebut, hampir tidak ada informasi tentang operasi ini yang pernah dibagikan kepada anggota Kongres atau pejabat Departemen Luar Negeri.
Umumnya tidak diketahui di mana operasi ini dilakukan, termasuk frekuensi, target, atau bahkan identitas pasukan asing yang bekerja sama dengan AS untuk melaksanakannya.
Kritik terhadap program ini memperingatkan bahwa mereka dapat menyebabkan eskalasi militer tak terduga dan melibatkan AS dalam lebih dari selusin konflik di seluruh dunia, karena 127e tidak mengizinkan pengawasan atau masukan dari pejabat urusan luar negeri.
Outlet tersebut mencatat bahwa meskipun kumpulan dokumen terbaru menjelaskan lebih banyak tentang program 127e, sebagian besar masih belum diketahui oleh publik dan anggota Kongres, yang hampir tidak pernah menerima laporan apa pun yang berkaitan dengan program tersebut.
Seorang pejabat pemerintah yang mengetahui program tersebut, mengatakan kepada The Intercept bahwa sebagian besar staf kongres bahkan tidak memiliki izin untuk melihat laporan 127e, dan mereka yang jarang memintanya.
“Itu dirancang untuk mencegah pengawasan,” jelas sumber yang enggan disebutkan namanya tersebut.
Stephen Semler, salah satu pendiri think tank kebijakan luar negeri AS, mengatakan kepada The Intercept bahwa Pentagon lebih memilih untuk menjalankan operasinya dengan pengawasan minimal.
"Komunitas Operasi Khusus sangat menyukai otonomi," terang Semler.
Ia menambahkan bahwa hal ini sudah sangat dinormalisasi oleh pemerintah.
"Harus ada lebih banyak perhatian yang diberikan kepada otoritas ini, apakah itu pasukan khusus atau (Departemen Pertahanan) reguler, karena itu benar-benar cara untuk menjual perang tanpa akhir," simpul Semler.
Joe Biden Dituding Berkhianat karena Zelensky
Politikus Amerika Serikat (AS) mengangkat isu pengkhianatan yang mungkin dilakukan oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden karena Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Dilansir TribunWow.com, melalui sebuah utasan di Twitter, mantan anggota kongres itu mempertanyakan tindakan AS membantu Ukraina.
Ia juga mengutip sejumlah pernyataan dari para pejabat tinggi negara yang dinilainya kontroversial.
Pernyataan tersebut dibagikan oleh mantan kandidat presiden AS 2020, Tulsi Gabbard.
Melalui cuitan di Twitter @TulsiGabbard, Rabu (29/6/2022), ia menuliskan kegelisahannya atas keputusan pemerintah.
Dikatakan bahwa para pejabat Biden selalu mengelak bila ditanya tentang keterlibatan dalam perang Ukraina.
Bahkan, para pejabat tersebut justru menyerahkan keputusan pada Zelensky dan mengikuti keinginannya.
Gabbard menilai hal tersebut sangat aneh karena negara adidaya sebesar AS justru menyerahkan kepemimpinan pada kepala negara asing.
"Setiap kali administrasi ditanya apa tujuan perang kami dengan Rusia, menggunakan Ukraina sebagai proxy kami, (yaitu bagaimana kami tahu kapan kemenangan tercapai?) Mereka mengelak pertanyaan dengan menyatakan presiden Ukraina akan melakukannya keputusan dan AS akan mengikuti kepemimpinannya.
Jadi, posisi politik luar negeri terpenting yang dihadapi negara kita dalam 60 tahun terakhir bukanlah dibuat oleh Kongres AS atau presiden Amerika, tetapi oleh pemimpin negara asing," tulis Gabbard.
Pada utasan selanjutnya, ia mengutip pernyataan dari sejumlah pejabat tinggi AS.
Antara lain Sekretaris Pertahanan Lloyd Austin, Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Milley, dan sekretaris pers Pentagon John F. Kirby.

Baca juga: Putin Cuci Tangan Menolak Rusia Disalahkan atas Krisis Pangan Global, Ganti Tuding Ukraina dan AS
"'Pada akhirnya, seperti apa ini, seperti apa keadaan akhir akan ditentukan oleh Ukraina dan bukan oleh kami. Jadi kami akan menyerahkannya kepada Presiden Zelensky dan kepemimpinannya untuk membicarakan bagaimana transisi ini.' —Lloyd Austin (Sekretaris Pertahanan), 23 Mei 2022.
'Keadaan akhir ditentukan oleh kepemimpinan politik, dan dalam hal ini, Presiden Zelensky akan menentukan keadaan akhir di dalam batas-batas Ukraina.' —Jenderal Milley (Ketua Kepala Staf Gabungan), 23 Mei 2022
'Presiden Zelensky adalah presiden yang dipilih secara demokratis dari sebuah negara berdaulat, dan hanya dia yang dapat memutuskan seperti apa kemenangan itu dan bagaimana dia ingin mencapainya.' —John F. Kirby (sekretaris pers Pentagon), 29 April 2022."
Karena pernyataan-pernyataan tersebut, Gabbard menilai pemerintah khususnya Joe Biden sebagai kepala negara, bisa saja telah melakukan pengkhianatan.
"Jika menyerahkan kedaulatan Amerika kepada pemimpin negara lain bukanlah pengkhianatan, apa itu?," pungkasnya.(TribunWow.com/Via)