Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Saat Bahas Konflik Ukraina, Menlu Rusia Sebut Inggris Korbankan Kepentingan Warga demi Nafsu Politik

Menlu Rusia melihat pemerintah Inggris lebih mementingkan ambisi politik dibandingkan kepentingan warga sipilnya.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
bbc.com
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov (kanan) saat menjalani wawancara eksklusif dengan BBC, Kamis (16/6/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Hubungan antara Rusia dan Inggris mulai merenggang sejak pecahnya konflik Ukraina-Rusia pada Februari 2022 lalu.

Inggris mengambil sikap pro Ukraina dan aktif memberikan sanksi ekonomi hingga bantuan senjata dan perlengkapan militer.

Sementara itu Rusia memasukkan Inggris sebagai daftar negara tidak bersahabat.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov (kanan) saat menjalani wawancara eksklusif dengan BBC, Kamis (16/6/2022).
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov (kanan) saat menjalani wawancara eksklusif dengan BBC, Kamis (16/6/2022). (bbc.com)

Baca juga: Saat Wawancara Eksklusif, Menlu Rusia Tuduh BBC Tidak Beritakan soal Pasukan Ukraina Bom Warga Sipil

Baca juga: Menlu Rusia Tanggapi Aksi Pasukan Putin Sekap Ratusan Warga Sipil di Basemen: Sangat Disayangkan

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengungkit pernyataan Menteri Luar Negeri Inggris yang menyerukan ajakan untuk mengalahkan Rusia.

"Sekali lagi mengorbankan kepentingan rakyatnya demi ambisi politik," ujar Lavrov dalam wawancara eksklusif bersama bbc.com, ketika ditanya pandangannya tentang Inggris saat ini, Kamis (16/6/2022).

Lavrov kemudian diminta menanggapi soal nasib dua warga Inggris yang dijatuhi hukuman mati di wilayah pro Rusia.

Lavrov menjelaskan bahwa berdasarkan hukum internasional, tentara bayaran tidak dianggap sebagai kombatan.

Jurnalis BBC yang mewawancarai Lavrov lalu menjelaskan bahwa kedua warga Inggris tersebut resmi menjadi bagian dari pasukan militer Ukraina, bukan tentara bayaran.

Lavrov mengatakan status tersebut akan ditentukan di pengadilan.

Sementara itu, secara sukarela Aiden Aslin, seorang warga negara Inggris pergi ke Ukraina untuk membantu pasukan di sana menghadapi gempuran tentara Rusia.

Namun di tengah konflik, Aslin menyerah kepada prajurit Rusia dan kini dirinya telah dijatuhi vonis hukuman mati seusai diadili di Donetsk.

Aslin yang mengaku menyesal telah memerangi Rusia kini menyebut perang di Ukraina sebenarnya bisa berakhir lebih cepat jika pemerintah Ukraina menginginkannya.

Dikutip TribunWow.com, hal ini disampaikan oleh Aslin saat diwawancarai oleh media Rusia rt.com.

Wawancara ini dilakukan sebelum Aslin dijatuhi vonis hukuman mati.

Aslin bercerita, pasukan militer Ukraina ternyata tidak mendapatkan pelatihan yang cukup.

Ia bercerita, karena kemampuan militer Ukraina yang buruk, mereka bahkan dapat mengenai infrastruktur warga sipil saat mengincar target militer.

"Faktor lain yang harus Anda pertimbangkan (dalam kasus tentara Ukraina) adalah di sana banyak terlibat alkohol (miras -red)," ujar Aslin.

Aslin bercerita, dirinya berharap dulu bekerja sebagai warga sipil biasa, tidak membantu pasukan militer Ukraina dalam konflik melawan Rusia.

"Mereka (pemerintah Ukraina) dapat dengan mudah mengakhiri perang. Mereka memiliki kesempatan tetapi mereka memilih untuk tidak (mengakhiri)," kata Aslin.

"Karena saya pikir uang turut terlibat," ujarnya.

Saat ini Aslin mengaku merasa ditelantarkan oleh pemerintah Inggris dan Ukraina.

Menurut Aslin, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak pernah mengungkit nasib para warga Inggris yang tertangkap.

"Saya harus bertanya kepada pemerintah Ukraina, jika Anda menganggap kami sebagai pahlawan, mengapa Anda bertingkah seakan-akan kita tidak ada," kata Aslin.

Perhatian dunia internasional saat ini tengah tertuju kepada dua warga negara Inggris yang dijatuhi vonis hukuman mati dalam pengadilan di Donetsk.

Kedua warga Inggris tersebut adalah Aiden Aslin dan Shaun Pinner yang menyerah kepada pasukan militer Rusia saat membantu tentara Ukraina.

Kabar vonis hukuman mati terhadap Aslin dan Pinner ramai diberitakan oleh media-media barat terutama media asal Inggris.

Mayoritas media Inggris fokus terhadap status Aslin dan Pinner yang seharusnya tak bisa diberikan vonis hukuman mati.

Dikutip TribunWow.com, sementara itu media Rusia menyoroti bagaimana minimnya pertolongan pemerintah Inggris terhadap warganya.

Channel One, kanal televisi milik pemerintah Rusia menyoroti permohonan ampun yang disampaikan oleh Aslin.

Channel One meliput bagaimana Aslin meminta maaf kepada para penduduk Donetsk, dan meminta agar hukumannya diringankan.

"Saya berharap untuk diberikan hukuman lain," kata Aslin disiarkan dalam kanal televisi Channel One.

Sementara itu kanal televisi milik pemerintah Rusia lainnya yakni Rossiya 1 memberitakan bagaimana otoritas Inggris tidak melakukan upaya untuk berkomunikasi dengan pimpinan Republik Rakyat Donetsk demi keselamatan Aslin dan Pinner.

Tabloid Komsomolskaya Pravda menyampaikan terdapat masalah besar di mana pemerintah Inggris berniat mengajukan banding namun di sisi lain pemerintah Inggris tidak mengakui Republik Rakyat Donbas sebagai negara independen.

Minta Tolong ke Media Inggris

Informasi terbaru, Aslin dan Pinner diketahui telah menghubungi media massa di negara asalnya mengirimkan permohonan tertulis.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, Aslin dan Pinner menjelaskan bahwa mereka terancam dihukum mati jika permintaan pemerintah Rusia tidak dikabulkan.

Dengan suara bergetar, Pinner menjelaskan dirinya menghadapi ancaman hukuman 20 tahun penjara hingga mati seusai dihukum sebagai kombatan ilegal.

"Kami ketakutan," ujar Pinner.

Menanggapi kabar ini, keluarga Aslin telah menemui kedutaan Besar Ukraina di Notting Hill, London Barat.

Di sana ia menjelaskan bahwa Aslin dan Pinner merupakan bagian resmi dari pasukan militer Ukraina.

"Harus diperlakukan dengan hormat seperti tahanan perang lainnya. Mereka bukan dan tidak pernah menjadi tentara bayaran," ujar keluarga Aslin.

Keluarga Aslin kini berharap vonis Aslin dapat berubah, mereka juga memohon bantuan pemerintah Inggris dan Ukraina untuk berusaha maksimal membantu keselamatan Aslin dan Pinner.

Aslin dan Pinner kini memiliki waktu satu bulan untuk mengajukan banding atas vonis hukuman mati yang mereka terima.

Media Rusia memberitakan, vonis Aslin dan Pinner dapat berkurang menjadi 25 tahun penjara hingga hukuman penjara seumur hidup.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah Inggris disebut tengah mendapat masalah besar gara-gara ada dua warga negaranya terlibat dalam konflik di Ukraina dan kini berakhir ditangkap oleh tentara Rusia.

Dua orang itu adalah Shaun Pinner dan Aiden Aslin.

Baca juga: Putin Pilih Bungkam, Keluarga Rusia Justru Tahu Kematian Kerabat Tentaranya dari Postingan Ukraina

Baca juga: Ditangkap Pasukan Rusia, 2 Warga Inggris Dijatuhi Hukuman Mati, Keluarga Beri Pembelaan

Keduanya bahkan sempat dipertontonkan ke publik lewat sebuah acara milik stasiun televisi (TV) pemerintah Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari Skynews.com, eks diplomat Inggris, Lord Ricketts menyoroti bagaimana hal ini merupakan masalah besar bagi pemerintah Inggris.

Ricketts mengungkit bagaimana pemerintah Inggris sebenarnya telah melarang keras warganya agar tidak pergi ke Ukraina.

Ricketts juga menyampaikan bagaimana pemerintah Rusia memanfaatkan momen ini untuk menekan Ukraina lewat pemerintah Inggris.

Dalam situasi ini, menurut Ricketts pemerintah Inggris tengah mengalami dilemma bagaimana harus merespons.

Saat ditampilkan di TV Rusia, Shaun dan Aiden berharap agar mereka dapat pulang kembali ke Inggris dengan cara pertukaran tahanan dengan politisi pro Rusia Viktor Medvedchuk yang kini ditahan oleh Ukraina.

(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaInggrisVladimir PutinVolodymyr Zelensky
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved