Konflik Rusia Vs Ukraina
Jembatan Hancur karena Konflik Ukraina-Rusia, 12 Ribu Warga Severodonetsk Terjebak di Dalam Kota
Belasan ribu warga Severodonetsk terjebak di dalam kota dalam kondisi mengkhawatirkan serba kekurangan.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Sekira 12 ribu warga Kota Severodonetsk, Ukraina kini tengah terjebak di dalam kota tak bisa keluar.
Mayoritas dari mereka berlindung di bunker di bawah pabrik kimia Azot.
Seluruh jembatan yang ada di Severodonetsk telah hancur akibat dampak konflik Ukraina dan Rusia.
Baca juga: PBB Sebut Terlalu Dini untuk Simpulkan Rusia Lakukan Kejahatan Perang di Ukraina, Ini Alasannya
Baca juga: 350 Tentara Ukraina Tewas setelah 9 Pesawat Ukraina Ditembak Jatuh oleh Rusia di Wilayah Kharkiv
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, selama beberapa minggu ini, Severodonetsk telah menjadi tujuan utama pasukan militer Rusia.
Sementara itu warga Severodonetsk yang terjebak di dalam kota tengah hidup dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena minimnya persediaan air dan buruknya sanitasi.
Juru bicara Kantor Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Saviano Abreu menyampaikan bahwa persediaan makanan dan obat-obatan di Severodonetsk sudah mulai menipis.
PBB kini berharap dapat mengirimkan bantuan untuk warga yang terjebak di dalam kota.
Pada Rabu (15/6/2022) pejabat pro Rusia menuding Ukraina menganggu proses evakuasi warga sipil yang terjebak di Severodonetsk.
Menurut pengakuan Rodion Miroshnik selaku duta besar Republik Rakyat Luhansk untuk Moskow mengatakan para militan Ukraina menganggu proses evakuasi warga sipil dengan cara menembakkan menggunakan mortir dan tank.
Media Rusia turut memberitakan bahwa pasukan militer Ukraina sengaja membiarkan warga sipil terjebak di dalam Severodonetsk untuk dijadikan tameng manusia.
Sebelumnya diberitakan, Rusia mengatakan telah menawarkan para pejuang Ukraina yang berlindung di pabrik kimia Azot di kota Severodonetsk, Ukraina timur, untuk menyerah pada hari Rabu (15/6/2022).
Peristiwa ini mengingatkan kembali kejadian serupa saat para pasukan pertahanan Ukraina terjebak di pabrik baja Azovtal Mariupol.
Lantas, apakah nasib serupa dengan para prajurit Mariupol akan kembali dialami tentara di Severodonetsk?
Apalagi mengingat kota tersebut kini telah terisolasi lantaran seluruh jembatan penghubungnya telah dihancurkan Rusia.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Selasa (14/6/2022), baik kota maupun pabrik Azot telah menjadi titik utama konflik dalam beberapa pekan terakhir.
Dilaporkan ratusan warga sipil dan tentara Ukraina bersembunyi di pabrik, di bawah serangan gencar dari pasukan Rusia yang berusaha merebut kota itu.
Rusia mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka akan membuka koridor kemanusiaan pada hari Rabu untuk memungkinkan warga sipil pergi.
Tentara Presiden Rusia Vladimir Putin juga mendesak para pejuang Ukraina untuk menghentikan perlawanan mereka yang tidak masuk akal dan meletakkan senjata.
"Dipandu oleh prinsip-prinsip kemanusiaan, angkatan bersenjata Rusia dan formasi Republik Rakyat Luhansk siap untuk mengatur operasi kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil," kata kementerian pertahanan Rusia.
Dikatakan juga bahwa koridor kemanusiaan akan ditempatkan antara pukul 08:00 (05:00 GMT) dan pukul 20:00 waktu Moskow Rabu.
Kemudian, para pengungsi akan diangkut ke kota Svatovo di wilayah yang dikuasai separatis Luhansk.
Kementerian Pertahanan mengatakan telah memberi tahu Kyiv tentang tawarannya dan mendesak pihak berwenang untuk memberikan perintah menyerah.
Tentara Rusia mengatakan bahwa pihak berwenang Ukraina meminta agar warga sipil dari pabrik Azot diangkut ke Lysychansk yang dikuasai Kyiv.
Tetapi Rusia mengklaim tak bisa memenuhi permintaan itu karena semua jembatan di atas sungai Siverskyi Donets yang menghubungkan Severodonetsk ke wilayah yang dikuasai Ukraina telah hancur.
Di sisi lain, kementerian pertahanan Rusia menuduh pejuang Ukraina menggunakan warga sipil di pabrik Azot sebagai tameng manusia.
Moskow telah membuat tuduhan serupa beberapa kali sejak mengirim pasukannya ke Ukraina pada Februari yang kemudian dibantah oleh Kyiv.
Pihak berwenang di Ukraina mengatakan bahwa ada lebih dari 500 warga sipil yang bersembunyi di dalam Azot.
Ditambahkan bahwa sulit untuk mengirimkan bantuan untuk mereka tetapi mengklaim masih ada beberapa cadangan di dalam pabrik.
Seorang wakil dari otoritas separatis di Luhansk, Vitaly Kiselyov, memperkirakan bahwa sekitar 2.500 pejuang Ukraina dan asing bersembunyi di pabrik Azot.
Situasi di pabrik Azot menggemakan pertempuran yang berkecamuk sebelumnya dalam konflik di pabrik baja Azovstal di Mariupol, di mana ratusan pejuang dan warga sipil berlindung dari penembakan Rusia.
Mereka yang berada di dalam akhirnya menyerah dan dibawa ke tahanan Rusia pada pertengahan Mei.
Nasib Tentara Ukraina yang Menyerah di Mariupol
Para tentara Ukraina yang menyerah di Mariupol dikabarkan telah dibawa ke Rusia.
Sebanyak lebih dari 1.000 tentara Ukraina dipindahkan ke wilayah kekuasaan Presiden Vladimir Putin untuk penyelidikan.
Para tentara itu menghadapi ancaman hukuman seperti halnya seorang perwira Ukraina yang sudah dinyatakan bersalah dengan tuduhan kejahatan perang.

Dilansir TribunWow.com, Selasa (7/6/202), kantor berita Rusia Tass membeberkan kabar ini dengan mengutip sumber penegak hukum Rusia.
Menurut sumber tersebut nantinya ada lebih banyak tahanan Ukraina akan dipindahkan ke Rusia.
Sementara itu, Komite Investigasi Rusia telah mengajukan tuntutan terhadap seorang perwira artileri lapangan Ukraina atas pelanggaran terhadap warga sipil.
Hal ini diumumkan oleh layanan pers komite dalam sebuah pernyataan.
Komite menuduh Letnan Kolonel Alexander Plotnikov, komandan batalion artileri self-propelled, melakukan tindakan kejam terhadap warga sipil dan penggunaan metode perang yang dilarang.
Plotnikov, menyadari bahwa daerah-daerah di Republik Rakyat Donetsk dihuni oleh warga sipil yang tidak terlibat dalam pertempuran, justru melakukan serangan membabi buta.
Sejak bertugas dari 25 Februari hingga 10 Maret 2022, ia dituding telah memberi perintah untuk menembaki bangunan tempat tinggal dan infrastruktur sipil dengan senjata self-propelled 152 mm Akatsiya yang melanggar Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan warga sipil pada waktu perang.
Menurut Komite Investigasi, Plotnikov mengaku bersalah dan mengakui pelanggaran tersebut.
Namun tudingan ini belum bisa dibuktikan secara independen karena keterbatasan informasi.
Mengenai hal ini, Ukraina mengatakan pihaknya sedang mengupayakan agar semua tahanan dikembalikan sementara beberapa legislator Rusia mengatakan mereka harus diadili.
Sebelumnya, Rusia menyatakan lebih dari 900 tentara Ukraina yang berada di pabrik baja Azovstal Mariupol telah dikirim ke koloni penjara di wilayah yang dikuasai Rusia.
Namun, nasib mereka masih belum pasti lantaran ada kemungkinan terjadi pertukaran tahanan ataupun pengadilan perang.
Baca juga: Gara-gara Merokok, Tentara Ukraina Selamat dari Serangan Pasukan Militer Rusia
Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Rabu (18/5/2022), seorang juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan 959 personel layanan Ukraina telah menyerah sejak Selasa lalu.
51 pasukan dirawat karena luka-luka mereka dan sisanya telah dikirim ke bekas koloni penjara di kota Olenivka di wilayah yang dikuasai Rusia di wilayah Donetsk.
Kementerian pertahanan Rusia juga telah merilis video pada hari Rabu tentang pasien yang dikatakannya tentara Ukraina di rumah sakit Novoazovsk yang dikuasai Rusia.
Dalam video tersebut, sekelompok pria ditampilkan berbaring di tempat tidur di sebuah ruangan.
Seorang tentara mengatakan dia diperlakukan secara normal, menambahkan bahwa dia tidak sedang ditekan secara psikologis.
Zakharova juga mengatakan kepada wartawan bahwa semua tentara Azovstal yang terluka akan diberikan perawatan medis yang berkualitas.
Namun hingga saat ini, Ukraina belum mengomentari pembaruan terbaru Rusia.
Dalam pidatonya Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, mengatakan sebuah misi evakuasi terus berlanjut dengan bantuan dari mediator internasional paling berpengaruh.
Denis Pushilin, kepala republik Donetsk yang memproklamirkan diri, mengatakan pada hari Rabu bahwa komandan tingkat tertinggi masih bersembunyi di pabrik.
Sebelumnya, para pejabat Ukraina mengatakan beberapa tentaranya tetap tinggal.
Kedua pihak dalam perang itu praktis tidak merilis rincian kesepakatan yang menyebabkan penyerahan pasukan, yang bersembunyi selama berminggu-minggu di jaringan terowongan dan bunker yang luas di bawah pabrik baja.
Wakil menteri pertahanan Ukraina mengatakan pada hari Selasa bahwa tentara tersebut akan dibawa pulang dalam pertukaran tahanan.
Tetapi sejumlah pejabat Rusia pada hari Rabu mengulangi pernyataan yang dibuat sehari sebelumnya oleh kelompok garis keras lainnya bahwa tentara harus diadili.
Pushilin sempat menyerukan pengadilan internasional untuk memutuskan nasib tentara tersebut.
"Adapun penjahat perang serta mereka yang nasionalis, nasib mereka, jika mereka meletakkan senjata, harus diputuskan oleh pengadilan," kata Pushilin.
"Jika musuh telah meletakkan senjata, maka nasibnya akan diputuskan oleh pengadilan. Jika itu adalah penjahat Nazi, maka itu adalah pengadilan."
Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, yang pasukannya telah berpartisipasi dalam pertempuran untuk Mariupol, mengatakan resimen Azov, tidak boleh ditukar dan harus dihukum.
Diketahui, resimen Azov dibentuk pada tahun 2014 sebagai milisi sukarelawan untuk memerangi pasukan yang didukung Rusia di Ukraina Timur.
Banyak dari anggota aslinya memiliki pandangan ekstremis sayap kanan.
Sejak itu, unit tersebut telah diintegrasikan ke dalam garda nasional Ukraina dan komandannya mengatakan bahwa unit tersebut telah menjauh dari asal-usul sayap kanannya.
Duma Rusia diperkirakan akan membahas masalah itu minggu ini dan berpotensi menerima resolusi baru yang akan melarang pertukaran tahanan pejuang Azov.
Pekan depan, Mahkamah Agung Rusia juga akan mendengarkan permohonan untuk menunjuk resimen Azov Ukraina sebagai organisasi teroris, membuka jalan untuk hukuman hingga 20 tahun bagi mereka yang terbukti terlibat.
Komite Investigasi Rusia, yang ada untuk memeriksa kejahatan besar, telah mengumumkan rencana untuk menginterogasi tentara yang menyerah, tanpa menunjukkan apakah mereka akan diperlakukan sebagai tersangka.(TribunWow.com/Anung/Via)