Konflik Rusia Vs Ukraina
PBB Bersiap Hadapi Potensi Bencana Kelaparan Global sebagai Dampak Perang Ukraina dan Rusia
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku sangat prihatin dengan kelaparan yang meluas.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku sangat prihatin dengan kelaparan yang meluas.
Pasalnya, perang di Ukraina mengancam ketahanan pangan di berbagai belahan dunia.
Hal ini memicu kemungkinan akan adanya bencana kelaparan global yang berdampak luas.

Baca juga: Buat Perjanjian, Inggris Lindungi Swedia dan Finlandia dari Ancaman Rusia agar Bebas Gabung NATO
Baca juga: Pertama Kali Terjadi, Seorang Tentara Rusia Diadili atas Kejahatan Perang di Ukraina
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Rabu (11/5/2022), Guterres menyinggung hal ini saat berdiskusi bersama kanselir Austria dan menteri luar negeri di Wina.
Ia juga mengatakan pembicaraan sedang berlangsung untuk mengevakuasi lebih banyak warga sipil dari zona konflik di Ukraina dan menyatakan keyakinannya bahwa lebih banyak evakuasi akan terjadi di masa depan.
Diketahui, perang di Ukraina telah membuat harga global untuk biji-bijian, minyak goreng, bahan bakar dan pupuk melonjak drastis.
Badan-badan PBB pun telah memperingatkan bahwa kenaikan harga akan memperburuk krisis pangan di Afrika.
Invasi Rusia telah mengganggu pengiriman di Laut Hitam, rute utama untuk biji-bijian dan komoditas lainnya, serta membatasi ekspor dari Ukraina dan Rusia.
"Saya harus mengatakan bahwa saya sangat prihatin, yaitu dengan risiko kelaparan yang meluas di berbagai belahan dunia karena situasi keamanan pangan yang dramatis yang kita hadapi karena perang di Ukraina,” kata Guterres.
Dalam kunjungannya ke Moldova, sebuah negara kecil yang membuka pintu bagi masuknya pengungsi dari negara tetangga Ukraina, Guterres mendesak Uni Eropa untuk meningkatkan dukungan keuangan bagi pemerintah di Chisinau.
Lebih dari 450.000 pengungsi dari Ukraina telah melarikan diri ke Moldova, salah satu negara termiskin di Eropa.
Kepedulian itu datang dari latar belakang Guterres sebelumnya menjabat sebagai komisaris tinggi PBB untuk pengungsi.
Dia mencatat selama kunjungan dua hari ke Moldova, negara kecil itu telah menyerap pengungsi paling banyak sebanding dengan populasinya sendiri sekitar 2,6 juta orang.
Di sisi lain, Guterres belum banyak membahas mengenai prospek pembicaraan damai Ukraina dan Rusia.
Ia mengatakan waktunya akan tiba ketika ada negosiasi damai atas Ukraina, tetapi tidak dalam waktu dekat.
"Perang ini tidak akan berlangsung selamanya. Akan ada saatnya negosiasi damai akan dilakukan,” kata Guterres dalam konferensi pers dengan Presiden Austria Alexander Van der Bellen.
"Saya tidak melihat itu dalam waktu dekat. Tapi saya bisa mengatakan satu hal. Kami tidak akan pernah menyerah," tambahnya.
Baca juga: Perdebatan Sengit Sekjen PBB dan Menlu Putin, Rusia Tolak Mediasi hingga Kecam Etika Zelensky
Baca juga: Sekjen PBB Syok Alami Penyerangan Rusia saat Berada di Kiev, Zelensky: Ini Upaya untuk Mempermalukan
Dampak Perang Rusia-Ukraina pada Indonesia
Ketegangan yang terjadi antara Ukraina dan Rusia, turut menimbulkan dampak langsung pada Indonesia.
Terutama dari sisi ekonomi yang sangat dipengaruhi dari bidang ekspor-impor.
Meski begitu, sisi negatif timbul berdampingan dengan sisi positif sebagai efek samping konflik tersebut.
Dilansir Kompas.com, Jumat (25/2/2022), Ukraina rupanya memiliki hubungan dagang yang erat dengan Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Ukraina menjadi pengimpor gandum utama ke Indonesia.
Pada tahun 2020 saja, impor gandum Ukraina ke Indonesia mencapai 2,96 juta ton.
Jumlah ini mengalahkan impor dari Argentina sebesar 2,63 juta ton dan Kanada 2,33 juta ton.
Secara keseluruhan, Ukraina memasok lebih darui 20 persen stok gandum ke Indonesia.
Selain gandum, Indonesia juga bergantung pada pasukan besi baja Ukraina.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menyebutkan perang tersebut akan mempengaruhi stok di pasaran.
"Ini dikhawatirkan akan mempengaruhi stok gandum dan produsen makanan di dalam negeri,” kata Bhima.
Disinyalir, perang ini akan meningkatkan inflasi sehingga harga kebutuhan pokok meninggi.
Selain terdampak dari Ukraina, Indonesia juga akan terkena dampak dari adanya embargo global pada Rusia.
Hal ini akan berpengaruh pada suplai minyak dan gas di tanah air.
Meski begitu, relasi ekspor-impor yang melibatkan Rusia maupun Rusia masih tergolong minim.
"Jadi dampak konflik ini secara langsung terhadap relasi perdagangan dan investasi di Indonesia tidak signfikan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani.
“Hanya saja konflik ini akan mengganggu rencana Indonesia untuk melakukan kerja sama ekonomi lebih lanjut dengan Rusia dan Ukraina, karena kondisi konflik yang tidak kondusif."
Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), menyampaikan pernyataan senada.
Menurutnya, inflasi di Indoensia masih akan terkendali dan relatif terlindungi dari konflik tersebut.
Apalagi konflik Rusia dan Ukraina saat ini masih dalam batasan wilayah.
“Dibandingkan perang dunia kedua, ketegangan antara Rusia dengan Ukraina lebih terbatas dari segi wilayah, sehingga dampaknya diprediksi akan relatif terbatas. Biasanya, dampak terhadap pasar finansial akan lebih singkat dibandingkan dampak terhadap perekonomian,” ujar Katarina.
Justru Indonesia sebagai produsen komoditas ekspor akan diuntungkan dengaan kenaikan barang yang terjadi akibat embargo Rusia.
Apalagi ada sebagaian kesamaan komoditas yang dihasilkan Indonesia dan Rusia.
“Inflasi Indonesia yang masih relatif rendah, dan juga sebagai negara produsen dan eksportir energi, komoditas, dan logam terkemuka di dunia, Indonesia juga diuntungkan dari kenaikan harga produk-produk tersebut,” terang Katarina.(TribunWow.com/ Via)