Konflik Rusia Vs Ukraina
Kim Jong Un Beri Selamat Putin atas Perayaan Hari Kemenangan Rusia, Beri Pesan Berikut
Presiden Korea Utara Kim Jong-un mengucapkan selamat kepada Presiden Rusia Vladimir Putin pada Hari Kemenangan.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sejumlah kepala negara menunjukkan solidaritasnya terhadap Rusia dalam perayaan tahunan Hari Kemenangan 9 Mei.
Secara pribadi, Presiden Korea Utara Kim Jong-un mengucapkan selamat kepada Presiden Rusia Vladimir Putin pada Hari Kemenangan.
Ia pun memberikan pesan untuk menyemangati Rusia agar dapat mempertahankan negara dan meningkatkan nasionalismenya.

Baca juga: Putin Hindari Sebut Ukraina pada Pidato Hari Kemenangan, Pakar Nilai Ada Korelasi dengan Kekalahan
Baca juga: Putin Pamerkan Kekuatan Militer Rusia Dalam Parade Hari Kemenangan di Moskow, Apa Saja?
Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, Selasa (10/5/2022), ucapan tersebut dibagikan oleh kantor berita Yonhap yang mengutip Badan Telegraf Pusat Korea Utara.
Dalam ucapannya, Kim Jong Un menyelipkan pesan pada rakyat Rusia yang kini sedang berkonflik dengan Ukraina.
Ia berpesan agar warga Rusia meningkatkan persatuan untuk memberantas ancaman.
Pesan Kim Jong-un menyebut 'solidaritas yang kuat' dengan tujuan rakyat Rusia untuk 'menghilangkan ancaman politik dan militer dan pemerasan dari kekuatan musuh'.
Selain itu, ia juga mengimbau agar warga Rusia bergerak aktif melindungi martabat, perdamaian dan keamanan negara.
Tak hanya dari Korea Utara, ucapan selamat juga diberikan oleh Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.
Menurut kantor berita Saudi SPA, secara pribadi ia mengirim telegram ucapan selamat kepada Putin.
"Wakil Perdana Menteri, Putra Mahkota Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud mengirim telegram ucapan selamat kepada Presiden Rusia Vladimir Putin pada kesempatan peringatan Hari Kemenangan negaranya," kata kantor berita tersebut.
Dikatakan bahwa dalam telegram itu, Mohammed bin Salman mendoakan kesehatan Putin, dan kemajuan dan kemakmuran pemerintah serta rakyat Rusia.
Adapun Korea Utara selama ini diketahui telah menunjukkan keberpihakan pada Rusia.
Dalam beberapa pernyataan, media maupun pejabat Korea Utara tampak lebih condong membela Rusia katimbang Ukraina atau Barat.
Seperti halnya penyangkalan tragedi Bucha yang menunjukkan kengerian kota bekas pendudukan Rusia.
Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, Korut mengaku melihat ada taktik licik yang digunakan oleh negara-negara barat dan Amerika Serikat (AS) terkait pembantaian di Bucha.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kedutaan Besar Korut di Moskow.
Korut menyebut, tragedi pembantaian di Bucha adalah skenario AS dan sekutunya untuk membuat citra Rusia semakin buruk di dunia internasional dan semakin terisolasi.
"Pembunuhan massal di Kota Bucha jelas menunjukkan AS dan sekutunya tidak terlalu khusus tentang metode licik yang mereka gunakan untuk meraih tujuan kotor mereka yakni mengotori citra Rusia dan mengisolasi Rusia dari dunia internasional," tulis Kedubes Korut di Moskow.
Baca juga: Ungkit Permintaan Putin, Korea Utara Salahkan AS atas Konflik antara Ukraina Vs Rusia
Baca juga: Tinggalkan AS, Media Rusia Sebut Arab Saudi akan Gabung dengan Aliansi Moskow dan China, Benarkah?
Korea Utara Nilai AS Perparah Konflik Rusia-Ukraina
Komentar pedas dilontarkan oleh media pemerintah Korea Utara (Korut) terkait isu konflik antara Rusia dan Ukraina.
Negara pimpinan Kim Jong Un itu menilai Amerika Serikat (AS) sebagai provokator yang semakin memperburuk situasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Bahkan media pemerintah Korut tersebut menyebut Presiden AS Joe Biden sebagai kakek tua yang ceroboh.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, pernyataan ini disampaikan oleh kantor berita milik pemerintah Korut yakni Korean Central News Agency (KCNA).
Korut menyoroti bagaimana AS berusaha untuk mendiskreditkan Rusia dalam konflik ini.
KCNA lalu mengungkit bagaimana AS telah membunuh jutaan orang tak bersalah di Afghanistan hingga Irak.
Kemudian KCNA mengungkit momen Biden menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai penjahat perang dan tak bisa dibiarkan berkuasa.
"Memanggil kepala negara lain sebagai seorang penjahat perang dan diktator pembunuh tanpa alasan yang jelas adalah sebuah penghinaan terhadap negara lain dan pelanggaran nyata terhadap kedaulatan," ujar KCNA.
KCNA lalu menyatakan Biden mengucapkan hal tersebut karena pikun dan ceroboh.
"Ucapannya yang sembrono menunjukkan kecerobohan seorang kakek tua yang pikun," tulis KCNA.
Biden sendiri diketahui saat ini telah berusia 79 tahun.
KCNA lalu menyindir bagaimana masa depan AS berada di tangan seseorang ynag begitu lemah.
Selanjutnya KCNA mengomentari bagaimana sanksi yang diberikan oleh AS kepada Rusia justru pada akhirnya akan merugikan AS sendiri.
Sementara itu, media Rusia Radio Sputnik mengulas tentang kesehatan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Dikatakan bahwa presiden 79 tahun itu mengalami penurunan kemampuan kognitif secara signifikan.
Hal ini menyebabkan Biden memiliki masalah mental yang bisa mengancam pertahanan nasional.
Dilansir TribunWow.com, Kamis (7/4/2022), kabar ini diklaim telah disampaikan oleh mantan staf dokter Gedung Putih, Ronnie Jackson.
Ia mengatakan penurunan kemampuan kognitif Presiden AS Joe Biden merupakan ancaman bagi keamanan nasional.
"Saya tidak mencoba untuk membuat diagnosis, tetapi saya pikir seluruh dunia melihat bahwa dia memiliki beberapa masalah mental," kata Jackson saat bercara kepada saluran TV One America News.
"Saya pikir sesuatu yang jelas terjadi padanya, ini adalah masalah keamanan nasional."
Jackson menyoroti fakta bahwa Biden baru-baru ini secara terbuka menunjukkan perilaku yang kurang pantas.
Menurut dokter, saat ini, ketika ada kemungkinan konflik langsung dengan Rusia, Presiden AS seharusnya sadar dan memahami sepenuhnya apa yang terjadi.
Dia juga mencatat bahwa Biden harus mengikuti tes untuk fungsi kognitif otak dan mempublikasikan hasilnya.
Hal ini menyusul berita tentang insiden pada bulan Februari di mana Joe Biden diduga telah menghina seorang jurnalis.
Sementara itu, sekitar 40 anggota Kongres dari Partai Republik mengiriminya surat yang merekomendasikan agar kemampuan kognitifnya diperiksa.
Penurunan kognitif tersebut juga terlihat dalam sejumlah pertemuan internasional di mana Joe Biden diklaim mengalami penurunan daya ingat.
Sebelumnya, Joe Biden kedapatan pernah lupa dengan nama mitranya, Perdana Menteri Australia Scott Morrison.
Momen ini terjadi saat AS, Australia dan Inggris mengumumkan pakta keamanan trilateral yang berfokus ke kawasan Asia-Pasifik dan disebut sebagai AUKUS pada Rabu (15/9/2021).
Ketika akan menyudahi acara, Biden menoleh ke Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, untuk mengucapkan rasa terima kasih atas keberhasilan terbentuknya kerja sama baru antara tiga negara itu, dilansir dari The Guardian pada Kamis (16/9/2021).
“Terima kasih, Boris,” kata Biden.
Kemudian, Biden terlihat ragu-ragu saat melihat ke layar televisi yang menayangkan Scott Morrison dalam tautan video.
“Dan saya ingin berterima kasih kepada orang itu,” ungkap Biden sambil menunjuk ke arah Scott Morrison.
“Terima kasih banyak sahabat, saya menghargai itu, Pak Perdana Menteri,” tambahnya.
Sementara, Scott Morrison langsung mengacungkan jempolnya kepada Biden sambil tersenyum sebagai bentuk tanggapannya.
Meskipun pada akhirnya Biden dapat menyebut nama PM Scott Morrison, tetapi hal itu dianggap sudah terlambat karena kesalahannya telah lebih dulu mendapat perhatian.
“Saya merasa terhormat hari ini untuk bergabung dengan dua sekutu terdekat, Australia dan Inggris, untuk meluncurkan fase baru kerja sama keamanan trilateral di antara negara-negara kita,” kata Biden.
“Seperti yang dikatakan Perdana Menteri Morrison dan Perdana Menteri Johnson, saya ingin berterima kasih atas kemitraan ini," tambahnya. (TribunWow.com/Via/Anung)