Konflik Rusia Vs Ukraina
Update Mariupol, Warga Sipil Ukraina di Pabrik Baja Azovtal telah Dievakuasi Seluruhnya
Warga sipil terakhir Ukraina yang terperangkap di pabrik baja di kota pelabuhan Mariupol kini telah dievakuasi.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Warga sipil terakhir Ukraina yang terperangkap di pabrik baja di kota pelabuhan Mariupol kini telah dievakuasi.
Seluruh wanita, orangtua dan anak-anak yang terperangkap dalam kepungan Rusia berhasil diselamatkan.
Namun, sejumlah tentara dan beberapa pria dikabarkan masih berada di dalam pabrik lantaran tak diizinkan keluar oleh Rusia.

Baca juga: Berencana Kirim Bom 3 Ton, Rusia Serang Pabrik Baja Azovtal Tempat Ribuan Warga Ukraina Berlindung
Baca juga: Kembali Evakuasi Warga Ukraina di Pabrik Baja Azovtal, Sekjen PBB: Mengeluarkan Orang dari Neraka
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Minggu (8/5/2022), Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan pada hari Sabtu bahwa semua wanita, anak-anak dan orang tua telah dievakuasi.
Mereka dibawa keluar dari bunker bawah tanah di pabrik baja Azovtal, di mana mereka bersembunyi dari serangan Rusia dengan sedikit makanan, air atau obat-obatan.
"Bagian dari operasi kemanusiaan Mariupol ini sudah berakhir," tulis Vereshchuk di aplikasi perpesanan Telegram.
Pabrik baja Azovtal merupakan kantong terakhir pertempuran Ukraina di kota pelabuhan yang hancur.
Fasilitas ini telah menjadi simbol perlawanan terhadap upaya Rusia untuk merebut petak-petak Ukraina timur dan selatan dalam perang 10 minggu.
Ratusan pejuang Ukraina diperkirakan tetap berada di dalam.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dalam pidato larut malam, mengatakan lebih dari 300 warga sipil telah diselamatkan dari pabrik tersebut.
Ia berjanji untuk melanjutkan upaya untuk mengevakuasi para pejuang yang terperangkap.
"Kami membawa semua warga sipil keluar dari pabrik Azovstal dan sekarang sedang mempersiapkan tahap kedua dari misi evakuasi untuk mengevakuasi mereka yang terluka dan petugas medis," kata Zelensky.
"Tentu saja, kami sedang berupaya mengevakuasi militer kami, semua pahlawan yang membela Mariupol."
Dia menambahkan bahwa pihak berwenang juga akan membantu warga di tempat lain di Mariupol dan pemukiman sekitarnya untuk keselamatan.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyatakan kemenangan di Mariupol pada 21 April.
Ia memerintahkan pabrik itu dibokade, dan menyerukan pasukan Ukraina di dalam untuk melucuti senjatanya.
Mariupol terletak di antara Semenanjung Krimea yang direbut oleh Moskow pada tahun 2014 dan bagian timur Ukraina yang diambil oleh separatis yang didukung Rusia tahun itu.
Kota kecil ini adalah kunci untuk menghubungkan dua wilayah yang dikuasai Rusia dan memblokir ekspor Ukraina.
Di Washington, DC, Direktur Badan Intelijen Pusat AS William Burns mengatakan Putin yakin bahwa menggandakan konflik akan meningkatkan hasil bagi Rusia.
“Dia dalam kerangka berpikir di mana dia tidak percaya dia mampu untuk kalah,” kata Burns di acara Financial Times.
Namun, Moskow menyebut tindakannya sejak 24 Februari sebagai 'operasi militer khusus' untuk melucuti senjata Ukraina dan menyingkirkan nasionalisme anti-Rusia yang dikobarkan oleh Barat.
Ukraina dan Barat sepakat mengatakan Rusia melancarkan perang tanpa alasan.
Baca juga: Pesawat Rusia Bombardir Sekolah Ukraina, 60 Orang Diduga Tewas Tertimbun, Simak Videonya
Baca juga: Dibantu Drone AS, Ukraina Diduga Kembali Tenggelamkan Kapal Perang Rusia ke Dasar Laut Hitam
Perdebatan Sengit Menlu Putin dan Sekjen PBB
Sekretaris Jenderal Antonio Guterres melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov di Moskow, Selasa (26/4/2022).
Keduanya membahas mengenai kemungkinan perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berkonflik.
Juga mengenai negosiasi yang terhenti serta ketidakpuasan Rusia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Adapun, pertemuan itu dilakukan sebelum Guterres nantinya berunding langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir Sky News, Lavrov menyatakan invasi ke Ukraina adalah seruan peringatan yang berbahaya bagi PBB.
Ia juga menuduh PBB berusaha mencoret aturan dasar dari piagamnya sendiri.
"Organisasi ini dibuat atas dasar persamaan kedaulatan negara," tambah Lavrov dikutip TribunWow.com, Rabu (27/4/2022).
Guterres menjawab bahwa pihaknya memahami Rusia memiliki sejumlah keluhan mengenai hubungan dengan negara tetangganya.
Namun ia mengingatkan kesalahan Rusia yang jelas-jelas melakukan penyerangan ke Ukraina.
"Ada satu hal yang benar dan jelas dan tidak ada argumen yang dapat berubah," kata Guterres.
"Tidak ada pasukan Ukraina di wilayah Federasi Rusia, tetapi pasukan Rusia berada di wilayah Ukraina."
Dia juga membantah tuduhan Lavrov tentang pelanggaran piagam PBB.
Sebelumnya, Guterres menekankan prioritasnya adalah meminimalkan krisis kemanusiaan di Ukraina dan menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin.
Selama komentar awal, Guterres mengatakan ada interpretasi berbeda tentang apa yang terjadi di Ukraina.
"Tapi itu tidak membatasi kemungkinan untuk melakukan dialog yang sangat serius untuk meminimalkan penderitaan manusia," tambahnya.
Ia mendesak diadakannya koridor kemanusiaan di Mariupol yang diinisiasi melalui kerjasama PBB dan Komite Internasional Palang Merah, bersama dengan pasukan Rusia dan Ukraina.
Selain itu, PBB menyatakan siap memasok logistik dan sumber daya untuk warga yang terjebak.
Terkat desakan untuk perundingan damai, Lavrov mengatakan Rusia akan mempertimbangkan.
Namun, ia menolak adanya mediator atau upaya mediasi dengan Ukraina.
Pasalnya, Ukraina masih belum memberikan jawaban mengenai proposal yang diajukan oleh Rusia.
"Jika ada memiliki ide-ide menarik kami siap untuk mendengarkan mereka," kata Lavrov dilansir TASS, Selasa (26/4/2022).
"Para perunding Ukraina tidak berbicara tentang mediasi seperti pada tahap pembicaraan sebelumnya. Saya pikir terlalu dini untuk berbicara tentang mediator pada tahap ini."
"Kami ingin mendapatkan jawaban atas versi terakhir dari draf dokumen, yang kami serahkan 10-12 hari yang lalu, dan yang tidak dilaporkan oleh negosiator Ukraina kepada presiden mereka."
Namun, pembicaraan dengan Ukraina tentang mengizinkan warga sipil meninggalkan Mariupol tidak mungkin dilanjutkan.
Lavrov mengatakan itu adalah gerakan teatrikal dari Ukraina yang mungkin menginginkan adegan lain yang menyayat hati seperti halnya di Bucha.
"Jika kita berbicara tentang sikap serius untuk bekerja sebagai bagian dari pembicaraan, mereka lebih baik menjawab proposal kita sesegera mungkin," tegas Lavrov.
"Kami mendukung solusi yang dinegosiasikan. Anda tahu bahwa segera setelah Zelensky mengusulkan pembicaraan pada awal Maret, kami setuju."
"Tetapi cara delegasi Ukraina berperilaku dalam pembicaraan, cara Zelensky sendiri bertingkah, menolak untuk mengkonfirmasi bahwa mereka menerima proposal baru kami seminggu lalu, tentu saja, mengecewakan."
"Mereka tampaknya tidak terlalu tertarik melakukan perundingan (damai)," pungkasnya. (TribunWow.com/Via)