Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Inggris Sebut Rusia Pimpinan Putin Lebih Tak Masuk Akal Dibandingkan Uni Soviet

Pemerintah Inggris menyebut Rusia saat ini bertindak lebih tidak rasional jika dibandingkan Uni Soviet dulu.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube FRANCE 24 English
Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan ancaman yang diduga merujuk ke senjata nuklir pada Rabu (27/4/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Sebuah sindiran disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss terhadap Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin.

Menurut Truss, jika dibandingkan Uni Soviet dulu, Rusia saat ini justru bertindak lebih tidak rasional.

Truss menyoroti bagaimana Uni Soviet dulu berlaku dalam panggung dunia internasional.

Baca juga: Intelijen AS Bocorkan Banyak Informasi soal Rusia ke Ukraina, dari Foto Satelit hingga Target Musuh

Baca juga: Ucap Siap Gunakan Nuklir? Ini Ancaman Terbaru Putin soal Konflik Ukraina

Dikutip TribunWow.com dari Aljazeera.com, kendati demikian Truss tak memungkiri banyak kriminal di dalam tubuh Uni Soviet.

"Mereka dapat berpegang pada kesepakatan ketika mereka melihat risiko stabilitas strategis," ujar Truss.

Truss mencontohkan adanya perjanjian anti misil balistik.

Truss menyebut, Rusia saat ini tidak mempedulikan norma-norma internasional ynag berlaku.

Ia menyebut, sejak berakhirnya perang dingin, Rusia telah melanggar sejumlah aturan tentang pengontrolan senjata.

Sebelumnya, pemerintah Rusia menuduh Inggris telah melakukan provokasi mengajak pasukan militer Ukraina agar berani masuk dan menyerang ke wilayah Rusia.

Berdasarkan pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia, provokasi ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan Inggris, James Heappey.

James disebut mendukung Ukraina menggunakan senjata buatang Inggris untuk mengincar target-target di dalam wilayah Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, Kemenhan Rusia memperingatkan apabila terjadi serangan di dalam wilayah Rusia maka Rusia akan melakukan serangan balik.

Pernyataan ini disampaikan oleh Kemenhan Rusia pada Selasa (26/4/2022).

"Seperti yang kami peringatkan, pasukan militer Rusia sedang berjaga-jaga sepanjang waktu untuk melakukan serangan balik dengan senjata jarak jauh berakurasi tinggi mengincar pengambil kebijakan di Kiev," ujar Kemenhan Rusia.

Sebelumnya James menyampaikan tidak ada yang salah jika Ukraina menggunakan senjata bantuan Inggris untuk menyerang target yang berada di dalam wilayah Rusia.

Baca juga: Media Inggris Sebut Putin Kehabisan Napas ketika Ucap Ancaman Rusia akan Gunakan Nuklir

Sebelumnya, pemerintah Rusia menyebut pihaknya saat ini tidak hanya berperang melawan Ukraina.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, kini Rusia turut memerangi negara-negara Anggota NATO lewat Ukraina.

Lavrov menilai Ukraina telah menjadi negara 'boneka' yang dipersenjatai oleh NATO untuk berperang melawan Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, pernyataan ini disampaikan oleh Lavrov pada Senin (25/4/2022).

"Pada dasarnya NATO sedang berperang melawan Rusia melalui proksi dan kini mempersenjatai proksi tersebut (Ukraina)," ujar Lavrov.

Lavrov juga menyindir bagaimana Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky adalah seorang aktor yang handal.

Ia menyebut sebenarnya Ukraina tidak memiliki niat untuk menyelesaikan konflik lewat jalur negosiasi.

"Jika Anda melihat dan membaca dengan penuh perhatian tentang apa yang dia (Zelensky) katakan, Anda akan menemukan ribuan kontradiksi," ujar Lavrov.

Sebagai informasi, NATO merupakan aliansi militer yang dibentuk oleh Pakta Atlantik Utara (juga disebut Pakta Washington) pada tanggal 4 April 1949.

Pada awal berdirinya, NATO memiliki 12 anggota, termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, dan Prancis.

Anggota NATO setuju untuk saling membantu jika terjadi serangan bersenjata terhadap salah satu negara anggota.

Tujuan awal NATO adalah untuk melawan ancaman ekspansi Soviet di Eropa setelah Perang Dunia II.

Sementara itu Turki mengatakan ada kecurigaan bahwa pihak-pihak tertentu mencari keuntungan dari konflik Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Rusia Sebut Potensi Perang Nuklir Terus Meningkat: Ada Banyak yang Menginginkannya

Tanpa peduli kondisi Ukraina, negara yang disebut termasuk dalam sekutu NATO itu hanya ingin pelemahan Rusia.

Untuk itu, negara yang tak disebutkan namanya itu berusaha untuk memperpanjang jalannya perang.

Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat tampil dalam sebuah acara TV, Rabu (20/4/2022).

Ia mengatakan Turki ingin merundingkan diakhirinya konflik di Ukraina, sementara beberapa anggota NATO lainnya justru ingin melihatnya berlarut-larut sebagai cara untuk merugikan Rusia.

Dalam kesempatan yang sama, Cavusoglu membahas keputusan Turki untuk tidak memberikan sanksi kepada Moskow.

Ia juga membahas mengapa pembicaraan di Istanbul antara Rusia dan Ukraina dianggap gagal.

"Ada negara-negara di dalam NATO yang menginginkan perang Ukraina berlanjut. Mereka melihat kelanjutan perang sebagai pelemahan Rusia. Mereka tidak terlalu peduli dengan situasi di Ukraina,” kata Cavusoglu dilansir TribunWow.com dari media Rusia RT, Rabu (20/4/2022).

Dalam artikel tersebut dicantumkan juga kecurigaan mengenai pihak yang dimaksud Turki.

Antara lain yakni Amerika Serikat yang selama ini dianggap vokal menentang Rusia.

Dikutip pula perkataan Presiden AS Joe Biden pada awal bulan ini yang menyebut bahwa konflik di Ukraina bisa berlanjut untuk waktu yang lama.

Sementara itu, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga mengatakan pada Selasa (19/4/2022), bahwa Barat bersatu untuk tidak membiarkan Rusia menang dan bertekad terus mempersenjatai militer Ukraina sehingga dapat terus mempertahankan diri terhadap serangan Rusia.

Di sisi lain, Turki telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia.

Pasalnnya, Cavusoglu menilai sanksi tersebut hanya bersifat sepihak, tidak seperti sanksi mengikat yang diputuskan di PBB.

Ankara mengartikulasikan posisinya pada hari pertama konflik Ukraina, yaitu melanjutkan kontak diplomatik dengan kedua belah pihak, sebagai negara yang dipercaya kedua belah pihak.

Turki tidak berharap banyak setelah pembicaraan pertama Rusia-Ukraina di Antalya.

Namun, Cavusoglu mengaku memiliki harapan yang tinggi setelah pembicaraan lanjutan di Istanbul, .

Namun, Ukraina mundur dari kesepakatan yang dicapai di sana setelah gambar dugaan pembantaian di Bucha, yang ditudingkan Kiev dilakukan oleh pasukan Rusia.

Cavusogly juga menjelaskan permintaan Zelensky untuk mendapat jaminan keamanan dari NATO.

"Tidak ada yang setuju dengan permintaan Zelensky untuk jaminan Pasal 5 NATO," kata menteri itu, merujuk pada klausul pertahanan bersama aliansi tersebut.

"Tidak ada negara yang menerima proposal ini. AS, Inggris, dan Kanada juga tidak menerima ini. Tentu saja, Turki tidak menerima ini. Pada prinsipnya, tidak ada yang menentang jaminan ini, tetapi ketentuannya tidak jelas."

Baca juga: Rusia Berpotensi Tingkatkan Serangan Siber di Tengah Kekhawatiran atas Ancaman Bom Nuklir

Baca juga: Video Peluncuran Rudal Setan Andalan Putin, Disebut 1.000 Kali Lebih Kuat dari Bom Hiroshima

Rusia Disebut Perang Lawan NATO

Media massa milik pemerintah Rusia mengklaim Perang Dunia III telah terjadi.

Diberitakan oleh sebuah stasiun televisi milik pemerintah Rusia, saat ini Rusia sedang berperang dengan NATO.

Seperti yang diketahui, hampir tiga bulan konflik antara Rusia dan Ukraina berlangsung sejak 24 Februari 2022 lalu.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, sejak awal terjadinya konflik, negara-negara barat khususnya Inggris dan Amerika Serikat (AS) rutin mengirimkan senjata dan peralatan militer kepada Ukraina.

Olga Skabeyeva, satu dari beberapa tokoh media pemerintah Rusia menyebut konflik antara Ukraina dan Rusia telah berkembang sedimikian rupa hingga saat ini telah menjadi perang antara Rusia dan NATO.

Skabeyeva lalu menjelaskan bagaimana warga sipil di Ukraina tidak melihat adanya genosida yang dilakukan oleh tentara Rusia.

"Di daerah Kharkiv, mereka (warga Ukraina) menyambut tentara kita layaknya pembebas," ujarnya.

Skabeyeva mengatakan, para warga sipil Ukraina justru mencurigai pasukan militer negara mereka sendiri lah yang melakukan kejahatan perang.

News anchor lainnya bernama Olesya Loseva menjelaskan kepada penonton bagaimana negara-negara barat melakukan aksi provokasi dengan cara mengirimkan banyak senjata ke Ukraina.

Seorang komentator militer bernama Dmitry Drozdenko yang hadir dalam acara TV pemerintah Rusia menjelaskan bahwa negara-negara barat sudah sejak lama bersiap untuk melakukan perang.

Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RT, Jumat (15/4/2022), AS telah meningkatkan keterlibatannya dalam krisis Ukraina dengan lebih banyak memasok senjata ke Kiev.

AS juga dikabarkan telah memutuskan untuk memberikan laporan intelijen yang dapat membantu pasukan Ukraina menyerang sasaran di Krimea.

"Seiring konflik berkembang, kami terus menyesuaikan untuk memastikan bahwa operator memiliki fleksibilitas untuk berbagi intelijen rinci dan tepat waktu dengan Ukraina,” kata seorang pejabat intelijen AS kepada Wall Street Journal.

Surat kabar itu mengatakan Washington bergerak untuk secara signifikan memperluas pembagian intelijen dengan Ukraina.

Namun AS tetap akan menahan diri dari memberikan informasi intelijen yang akan memungkinkan Ukraina untuk menyerang target di wilayah Rusia.

Laporan tersebut, yang dikonfirmasi oleh New York Times, secara khusus menyebut Krimea sebagai wilayah yang tercakup dalam kebijakan baru.

Moskow tidak setuju dengan definisi AS tentang Krimea sebagai bagian dari Ukraina.

Pasalnya, wilayah dinyatakan Rusia telah itu memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia sejak 2014.

Moskow menganggap status semenanjung itu sebagai masalah yang sudah diselesaikan.

Outlet media mengatakan perubahan kebijakan datang sebagai tanggapan atas dugaan persiapan Rusia untuk serangan besar-besaran terhadap kontingen besar pasukan Ukraina di daerah Donbass.

AS juga telah meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina, senilai 800 juta USD (sekitar Rp 11 triliun) dari Pentagon, termasuk senjata artileri, kendaraan lapis baja dan helikopter, serta senjata lainnya.

Tudingan keterlibatan AS itu diungkapkan setelah kapal penjelajah rudal Rusia Moskva, yang merupakan kapal utama Armada Laut Hitam, dilaporkan tenggelam.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan kapal itu tenggelam saat ditarik ke pelabuhan untuk menghindari badai di laut, Kamis (14/3/2022).

Menurut militer Rusia, lambung kapal perang itu telah rusak oleh ledakan amunisi, yang disebabkan oleh kebakaran di kapal.

Namun, pejabat Ukraina mengklaim pasukan mereka telah menyerang armada tersebut dengan rudal anti-kapal Neptunus.

Moskva dilaporkan berada sekitar 90 kilometer selatan Odessa pada hari Rabu ketika kebakaran terjadi di atas kapal.

Para kru dievakuasi oleh kapal Armada Laut Hitam di dekatnya, dan kapal tunda dikirim untuk menarik Moskva ke Krimea untuk diperbaiki.

Pada Kamis pagi, Moskow mengatakan bahwa ledakan di kapal telah berhenti dan api telah dipadamkan, dan bahwa kapal penjelajah itu sedang dalam perjalanan ke pelabuhan untuk diperbaiki.

Masalah ini tidak disebutkan lagi selama pengarahan rutin tentang operasi militer di Ukraina di kemudian hari.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyInggrisUni Soviet
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved