Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Host TV di Rusia Cekikikan Bahas Apa yang Terjadi jika New York Dibom Nuklir

Sejumlah host yang tampil di sebuah acara TV pemerintah Rusia membahas soal apa yang terjadi jika New York dibom menggunakan nuklir.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TheSun.co.uk
Sejumlah host stasiun televisi pemerintah Rusia tertawa saat membahas apa yang terjadi jika senjata nuklir diledakkan di Kota New York, AS. 

TRIBUNWOW.COM - Sebuah stasiun televisi milik pemerintah Rusia membahas apa yang akan terjadi jika misil nuklir milik Rusia yakni Satan 2 diledakkan di Kota New York, Amerika Serikat (AS).

Ironisnya, saat membahas hal tersebut, para host TV pemerintah Rusia itu justru tertawa cekikikan.

Potongan video acara stasiun TV Rusia itu ditayangkan oleh Thesun.co.uk.

Baca juga: Rusia Pilih Blokade ketimbang Serbu Mariupol, Inggris Ungkap Tujuan Putin

Baca juga: Mirip AS, Inggris Turut Latih Langsung Tentara Ukraina untuk Perangi Rusia

Dikutip TribunWow.com, para host juga sempat tertawa saat mengolok-olok AS yang mereka sindir dengan julukan partner.

Awalnya seorang host wanita bertanya ke seorang narasumber, apa yang akan terjadi jika Satan 2 dijatuhkan ke New York.

Sang narasumber memulai jawabannya dengan menyindir AS sebagai partner Rusia.

Seketika sejumlah host dan narasumber tertawa mendengar hal tersebut.

Narasumber itu kemudian menjelaskan bahwa New York akan musnah sepenuhnya hanya dengan satu roket nuklir Satan 2.

Seorang host lalu menimpali bahwa AS selalu takut akan roket milik Rusia.

Roket Satan 2 milik Rusia diketahui dapat menampung 10 hingga 15 hulu ledak.

Hal ini memungkinkan roket Satan 2 dapat menjatuhkan nuklir di sejumlah wilayah hanya dalam satu kali serang.

Kekuatan nuklir Satan 2 dipercaya mengandung 30 kali kekuatan bom nuklir yang dijatuhkan oleh AS di Hiroshima, Jepang.

Berdasarkan sebuah simulator bom nuklir, apabila Satan 2 diledakkan di New York maka akan ada total 3,1 juta korban jiwa dan jutaan lainnya mengalami luka-luka.

Ahli senjata Dr Paul Craig Roberts menyampaikan, hanya dengan menggunakan enam roket tersebut, Rusia dapat memusnahkan seluruh wilayah di timur AS.

Politisi Ukraina Minta Putin Pakai Nuklir

Anggota parlemen Ukraina bernama Ilya Kiva (44) mengeluarkan statement kontroversial terkait konflik antara Rusia dan Ukraina.

Kiva sendiri telah dikeluarkan dari parlemen Ukraina setelah dicap sebagai pengkhianat karena mendukung invasi yang dilakukan oleh pemerintah Rusia.

Selain mendukung invasi, Kiva meminta agar Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan senjata nuklir untuk melawan Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, pernyataan ini disampaikan oleh Kiva lewat akun Telegram miliknya.

"Ingat!!! Mereka takut dan segan hanya kepada kekuatan!!!" tulis Kiva.

Kiva menyampaikan bagaimana Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan negara-negara barat takut akan senjata nuklir yang dimiliki oleh Rusia.

"Hanya ini (senjata nuklir) yang dapat mengakhiri konfrontasi yang terjadi, tidak hanya dengan otoritas Ukraina, tapi dengan seluruh negara barat yang aktif dan terlibat dalam konflik militer di Ukraina," ungkap Kiva.

"Jika seseorang berpikir ini tidak sesuai aturan, ingat: negara barat yang menulis aturan tersebut sesuai dengan kepentingan mereka dan agar semakin efektif menghancurkan mu," tulisnya.

Kiva diketahui dikeluarkan dari parlemen Ukraina pada bulan Maret lalu.

Saat ini Kiva diduga sedang bersembunyi di Rusia.

Baik Rusia maupun Ukraina kini telah sama-sama mengumumkan babak baru konflik telah dimulai.

Kedua belah pihak mengatakan konflik akan berlanjut di wilayah Donbass.

Dimulainya babak baru peperangan ini turut mengundang kekhawatiran sejumlah pihak.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, eks duta besar Inggris untuk Rusia mengutarakan kekhawatirannya bahwa bukan tidak mungkin Rusia akan menggunakan senjata nuklir.

Kekhawatiran ini telah dijawab oleh pemerintah Rusia.

Pada Selasa (19/4/2022), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov ditanya apakah Rusia mempertimbangkan menggunakan senjata nuklir di Ukraina.

Jawaban yang diberikan oleh Lavrov cenderung abu-abu dan tidak tegas.

"Dalam tahap ini, kita mempertimbangkan opsi menggunakan senjata konvensional," ujar Lavrov.

Sky News mendeskripsikan jawaban dari Lavrov dapat diartikan sebagai ancaman.

Konflik antara Rusia dan Ukraina diprediksi akan menjadi awal pecahnya perang dunia ketiga.

Analisis ini disampaikan oleh Wang Wen selaku Dekan Eksekutif Institut Studi Keuangan Chongyang (RDCY), Wakil Dekan Sekolah Jalur Sutra, Universitas Renmin China.

Dikutip TribunWow.com, Wang Wen menulis prediksinya itu lewat portal berita pemerintah Rusia RT.com.

Wen menyoroti bagaimana Rusia saat ini tengah digempur habis-habisan oleh Amerika Serikat (AS) dan blok NATO.

Meskipun tak mengirimkan langsung pasukan militernya ke Ukraina, AS dan NATO melakukan segala cara untuk menyerang Ukraina mulai dari sanksi finansial, blokade informasi, bantuan intelijen, hingga navigasi satelit.

Dua bulan setelah konflik pecah, negara-negara barat telah memberikan sekira lima ribu sanksi terhadap Rusia.

Wen menyampaikan, apa yang dilakukan oleh AS dan negara-negara barat sudah jelas semakin memperparah tensi konflik yang terjadi.

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-56, Jatuhnya Kota Donbas Pertama dan Ultimatum Baru di Mariupol

Wen juga mengungkit pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Presiden AS Joe Biden untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

Menurut Wen apa yang disampaikan oleh Biden dilihat Rusia sebagai ancaman yang nyata.

Seiring berjalannya konflik antara Rusia dan Ukraina, potensi perang dunia ketiga terus naik.

Campur tangan Biden dalam konflik ini dinilai akan menjadi pertimbangan bagi Rusia untuk menggunakan senjata nuklir.

CIA Peringatkan Putin akan Gunakan Nuklir

CIA memperingatkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dapat segera menggunakan senjata nuklir.

Hal ini dipicu kekalahan pasukan Rusia yang terdesak hingga ke timur Ukraina.

Namun, badan intelejen Amerika Serikat itu mengatakan Putin hanya akan menggunakan senjata nuklir taktis atau semacamnya dengan daya ledak rendah.

Dilansir TribunWow.com dari The Moscow Times, Jumat (15/4/2022), kabar ini disampaikan direktur CIA William Burns, saat berpidato di Universitas Teknologi Georgia, Atlanta.

"Mengingat potensi keputusasaan Presiden Putin dan kepemimpinan Rusia, mengingat kemunduran yang mereka hadapi sejauh ini, secara militer, tidak ada dari kita yang dapat menganggap enteng ancaman yang ditimbulkan oleh potensi penggunaan senjata nuklir taktis atau senjata nuklir berdaya rendah, " kata Burns, Kamis (14/3/2022).

Sebelumnya, Kremlin sempat menyatakan pasukan nuklir Rusia dalam posisi siaga tinggi tak lama setelah serangan dimulai pada 24 Februari.

Hanya saja, AS belum melihat banyak bukti praktis dari informasi yang akan menyebabkan kekhawatiran internasional itu.

Ia mengaku prihatin dan menekankan bahwa Presiden AS Joe Biden hingga saat ini masih menahan diri agar tak muncul ekskalasi perang lebih parah.

"Kami jelas sangat prihatin. Saya tahu Presiden Biden sangat prihatin untuk menghindari perang dunia ketiga, tentang menghindari ambang batas di mana konflik nuklir menjadi mungkin," ujar Burns.

Diketahui, Rusia memiliki banyak senjata nuklir taktis, yang kurang kuat daripada bom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima selama Perang Dunia II.

Burns yang pernah menjabat sebagai duta besar AS di Rusia, menilai Putin sebagai sosok yang penuh dendam, ambisi dan selalu merasa tidak aman.

"Setiap hari, Putin menunjukkan bahwa kekuatan yang menurun dapat setidaknya mengganggu seperti kekuatan yang meningkat," pungkas Burns.

Di sisi lain, Deputi Pertama Perwakilan Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky menjelaskan mengenai potensi terkait.

Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RIA Novosti, Senin (4/4/2022), Polyansky mengesampingkan kemungkinan menggunakan senjata nuklir dalam situasi dengan Ukraina.

Ia mengatakan Rusia tak akan menjadi pihak pertama yang memulai serangan nuklir.

Bom yang telah dilarang sejak perang dunia kedua itu hanya digunakan untuk mempertahankan diri.

"Bertentangan dengan fabrikasi yang disuarakan hari ini, Rusia berpotensi menggunakan nuklir hanya dimungkinkan untuk menanggapi penggunaan nuklir dan jenis WMD lainnya (senjata pemusnah massal - red.) terhadapnya dan/ atau sekutunya atau dalam hal agresi terhadap negara kita dengan menggunakan senjata konvensional, ketika berada di bawah ancaman eksistensi status tersebut telah ditetapkan,” kata Polyansky pada pertemuan Komisi Perlucutan Senjata PBB.

"Kriteria ini sama sekali tidak dapat diterapkan pada skenario yang sedang berlangsung di Ukraina."

Selain itu, Polyansky mencatat, Rusia dengan tegas menganut prinsip bahwa tidak ada pemenang dalam perang nuklir dan bom tersebut tidak boleh digunakan.

Diplomat itu juga mengatakan bahwa argumen tentang dugaan kemungkinan Rusia menggunakan senjata nuklir di Ukraina tidak memiliki dasar yang rasional.

"Mereka bertujuan untuk mengobarkan tingkat histeria anti-Rusia dan dirancang untuk memanipulasi publik yang tidak terbiasa dengan dasar-dasar kebijakan keamanan dan pertahanan Rusia, yang murni bersifat defensif," tegas Polyansky.

Zelensky Umumkan Babak Baru Dimulai

Presiden Rusia Volodymyr Zelensky menyatakan Rusia telah memulai pertempuran di Donbass.

Hal ini terlihat dari meningkatnya ekskalasi serangan di wilayah timur Ukraina tersebut.

Alih-alih gentar, Zelensky justru dengan keras menyatakan tak akan mundur dan akan terus berjuang mempertahankan daerahnya.

Diansir TribunWow.com, Selasa (19/4/2022), Zelensky menyatakan bahwa pasukan Presiden Rusia Vladimir sudah memulai penyerangan di Donbas.

Hal ini terjadi menyusul pernyataan Rusia yang akan fokus merebut wilayah timur setelah mundur dari Kiev.

Menurut Zelensky, sebagian besar militer Rusia telah dikonsentrasikan di daerah tersebut.

“Kami sekarang dapat menyatakan bahwa pasukan Rusia telah memulai pertempuran Donbas, yang telah lama mereka persiapkan," kata Zelensky dikutip dari unggahan video di Instagram @zelenskiy_official, Selasa (19/4/2022).

"Sebagian besar dari seluruh jumlah tentara Rusia, sekarang fokus dalam serangan ini."

Meski begitu, Zelensky tegas akan memberikan perlawanan setimpal untuk Rusia.

Ia mengucap tekad untuk terus berjuang setiap hari demi mempertahankan Ukraina.

"Tak peduli berapa banyak prajurit Rusia yang dibawa ke sana, kami akan berjuang," tegas Zelensky.

"Kami akan mempertahankan diri kami. Kami akan melakukannya setiap hari."

"Kami tidak akan menyerahkan semua yang dimiliki Ukraina dan kami tidak menginginkan yang bukan milik kami."

Baca juga: Rusia Tuding PBB Tidak Netral dalam Konflik di Ukraina: Benar-benar Sangat Jelas

Dalam pidato tersebut, Zelensky juga menyebut kota-kota yang telah menjadi target penyerangan Rusia.

Ia pun berterimakasih pada warga dan prajurit yang telah berjuang mempertahankan negara.

"Saya berterimakasih pada seluruh pejuang kami, pada kota-kota pahlawan di Donbas, pada Mariupol, dan kota-kota di wilayah Kharkiv," sebut Zelensky.

"Yang terus bertahan, memperjuangkan nasib seluruh negara, memukul mundur kekuatan penjajah."

"Rubinzhe, Popasna, Zolote, Lysychansk, Severodonetsk, Kramatorsk dan lain-lain, yang telah selalu bersama Ukraina selama bertahun-tahun dan selamanya." (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyNew YorkAmerika SerikatNuklir
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved