Konflik Rusia Vs Ukraina
Tujuan Rusia Lakukan Serangan Kedua di Ukraina, Ini 3 Tantangan yang akan Dihadapi Pasukan Putin
Tujuan dan tantangan pasukan Rusia dalam melaksanakan serangan kedua ke Ukraina.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Rusia melancarkan serangan baru di wilayah Donbas, yakni di timur Ukraina.
Rupanya, pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki tujuan strategis dalam serangan militer kedua yang dilakukan setelah invasi.
Namun, Rusia dan sejumlah tentara bayarannya harus menghadapi sejumlah tantangan terkait logistik dan perlawanan keras dari Ukraina.

Baca juga: Menteri Luar Negeri Rusia Sebut Konflik di Ukraina Kini Memasuki Masa Genting
Baca juga: Tinggalkan AS, Media Rusia Sebut Arab Saudi akan Gabung dengan Aliansi Moskow dan China, Benarkah?
Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Selasa (19/4/2022), Kremlin dipandang memiliki empat tujuan dalam fase kedua perangnya di Ukraina.
Pejabat Eropa yang enggan disebutkan namanya menuturkan bahwa tujuan tersebut berkaitan dengan keinginan menyatukan wilayah Rusia dan Krimea.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Rusia akan melakukan upaya untuk merebut Donbas.
Pihaknya akan mengamankan jembatan darat ke Krimea di mana kota Mariupol yang terkepung menjadi sangat penting.
Rusia juga akan berusaha merebut oblast Kherson untuk mengamankan pasokan air tawar ke Krimea.
Selain itu pasukan Putin akan menduduki wilayah tambahan yang dapat digunakan sebagai penyangga atau alat tawar-menawar dalam negosiasi.
Rusia diperkirakan masih memiliki tiga perempat angkatan bersenjata sejak memulai perang pada akhir Februari.
Pasukan itu terdiri dari 76 batalion kelompok taktis, yang seluruhnya berjumlah sekitar 60.000 tentara.
Para pejabat Barat mengatakan tentara Rusia menghadapi banyak keterbatasan serupa yang sebelumnya menyebabkan kekalahannya dalam pertempuran untuk Kiev dan utara.
Rusia kembali menghadapi tantangan logistik meskipun jalur pasokan ke Donbas lebih pendek, dan banyak yang akan tergantung pada kondisi jalan dan rel kereta api.
"Anda perlu ingat bahwa tentara Rusia sangat bergantung pada jalur kereta api dan jaringan kereta api telah berkali-kali menjadi sasaran pertempuran,” kata pejabat Eropa itu.
Selanjutnya, kondisi moral dan semangat juang di jajaran Rusia dinilai telah rendah dan akan semakin rendah.
"Mereka tidak menyukai perang ini karena mereka tidak menyukai gagasan membunuh orang yang berbicara bahasa Rusia. Mereka telah kehilangan banyak rekan di utara dan mereka telah kehilangan kapal penjelajah angkatan laut Moskva," terang pejabat terkait.
Ketiga, Rusia masih belum memiliki jaminan superioritas udara sehingga tidak dapat memberikan dukungan udara jarak dekat permanen kepada pasukan mereka di darat.
Seorang pejabat senior pertahanan AS mengatakan Komandan Rusia berusaha untuk menghancurkan pertahanan terakhir marinir Ukraina di Mariupol.
Hal ini dilakukan untuk mendesak tentara Ukraina ke utara dengan tujuan menghentikan pertahanan di Donbas.
Pejabat itu mengatakan, bagaimanapun, tidak ada kepastian hal tersebut akan terjadi.
Ia merujuk fakta bahwa militer Ukraina sedang diisi ulang setiap hari dengan persenjataan baru.
Pasalnya, setelah berbicara dengan para pemimpin sekutu, Joe Biden mengumumkan bahwa AS akan memberi Ukraina howitzer jarak jauh.
Pejabat itu menambahkan bahwa tujuh pesawat bermuatan persenjataan militer sebagai bagian dari bantuan Rp 11 triliun AS, akan mulai tiba dalam 24 jam ke depan.
Pentagon mengatakan bahwa Ukraina juga telah menerima pesawat baru-baru ini, tetapi tidak dari AS.
Namun Washington juga telah memasok suku cadang pesawat untuk membantu lebih banyak pesawat Ukraina mengudara.
Baca juga: Putin akan Pakai Nuklir di Babak Baru Konflik? Menlu Rusia Beri Jawaban Ambigu
Baca juga: Sebut Bodoh, Kadyrov Tertawakan Kesiapan Zelensky Perang dengan Rusia 10 Tahun: Kami Tak Punya Waktu
Alasan Rusia Sangat Ingin Kuasai Mariupol
Selama berminggu-minggu, kota pelabuhan Mariupol di Ukraina dikepung oleh pasukan Rusia.
Terhitung antara 100 ribu dan 200 ribu orang terperangkap di kota yang terus dibombardir tanpa henti.
Belakangan, timbul pertanyaan mengapa Rusia sampai nekat mengerahkan pasukannya untuk menguasai kota kecil di Ukraina tersebut.
Dikutip TribunWow.com dari The Guardian, Rabu (23/3/2022), otoritas setempat mengatakan 80% infrastruktur kota telah hancur, beberapa di antaranya tidak dapat diperbaiki.
Para penduduk yang terjebak harus bertahan tanpa air, listrik, dan pemanas, dan tidak mungkin lagi menghitung jumlah kematian.
Sementara pada pekan ini Ukraina menolak ultimatum Rusia untuk menyerahkan Mariupol.
Rupanya, jatuhnya Mariupol akan menjadi pukulan ekonomi bagi Ukraina dan kemenangan simbolis bagi Rusia.
"Mariupol memiliki makna praktis dan simbolis bagi Rusia," kata Andrii Ianitskyi, kepala pusat keunggulan dalam jurnalisme ekonomi di Kyiv School of Economics.
"Ini adalah kota pelabuhan besar dan pangkalan angkatan bersenjata Ukraina. Jadi, jika Rusia ingin memiliki koridor darat (dari Donbas) ke Krimea, mereka perlu menguasai Mariupol."
Mariupol adalah pusat metalurgi untuk besi dan baja, manufaktur mesin berat, dan perbaikan kapal.
Pabrik baja terbesar di Ukraina yang dimiliki oleh grup metalurgi terkemuka di negara itu, Metinvest, berlokasi di Mariupol.
Satu diantaranya adalah, Azovstal, yang kini rusak parah akibat penembakan oleh Rusia pada minggu ini.
Mariupol juga merupakan rumah bagi pelabuhan perdagangan terbesar di Laut Azov tempat Ukraina mengekspor biji-bijian, besi dan baja, serta mesin-mesin berat.
Pada tahun 2021, tujuan utama ekspor Ukraina dari pelabuhan Mariupol adalah negara-negara Eropa dan Timur Tengah seperti Italia, Lebanon, dan Turki.
Pada tahun 2014, Mariupol, kota terbesar kedua di wilayah Donetsk, bertahan dari pendudukan singkat oleh pasukan pro-Rusia.
Setelah Ukraina kehilangan kendali atas ibukota regional Donetsk pada 2019, Mariupol menampung jumlah terbesar pengungsi dari bagian Donbas yang diduduki, lebih dari 96 ribu orang.
Mariupol tidak hanya terletak di wilayah yang diklaim Republik Rakyat Donetsk, sebuah wilayah yang diakui oleh Rusia sebelum invasi skala penuh.
Tetapi, wilayah ini juga merupakan bagian dari visi Putin tentang "Novorossiya", sebuah wilayah yang membentang di Ukraina timur dan selatan di sepanjang garis pantai Laut Hitam yang dianggapnya sebagai tanah Rusia secara historis.
Menguasai Mariupol juga akan menjadi kemenangan besar bagi propaganda Kremlin.
Pasalnya, Putin menggambarkan Ukraina diperintah oleh Nazi dan melancarkan perang sebagai untuk melenyapkan Nazi.
Adapun Mariupol telah menjadi basis batalion Azov, bekas unit paramiliter yang berakar pada kelompok sayap kanan dan neo-Nazi.
Meskipun mereka membentuk fraksi terkecil dari penjaga nasional Ukraina, propaganda Rusia mengklaim pejuang Azov bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil dan perusakan di Mariupol.(TribunWow.com/Via)