Konflik Rusia Vs Ukraina
Zelensky Yakin Vladimir Putin akan Kembali Serang Kiev jika Rusia Telah Berhasil Kuasai Donbas
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim ancaman Rusia ke Ibu Kota Kiev belum sepenuhnya berakhir.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim ancaman Rusia ke Ibu Kota Kiev belum sepenuhnya berakhir.
Ia percaya Rusia akan segera menghimpun kekuatan setelah fokus menyerang wilayah Donbas.
Apabila tentara Presiden Rusia Vladimir Putin berhasil menjalankan misinya, dikhawatirkan ekskalasi perang akan meningkat alih-alih berhenti.

Baca juga: Zelensky Tahan Tangis Bertemu Warga Bucha, Dicurhati Kekejaman Rusia hingga Disanjung Rakyat Ukraina
Baca juga: Rusia Salahkan Ukraina soal Pembantaian, Zelensky Persilakan Jurnalis di Seluruh Dunia Datangi Bucha
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Senin (11/4/2022), Rusia memfokuskan kembali tujuan perangnya di provinsi timur Ukraina setelah gagal merebut ibukota.
Kini, Putin mengkosolidasikan pasukan dan memenuhi kebutuhan logistik para tentara yang sempat kekurangan di daerah Donbas.
Zelenskyy telah memperingatkan pertempuran di wilayah Donbas yang dikuasai pihak separatis akan menjadi faktor penentu yang penting.
"Jika pasukan kami di Donbas tidak dapat mempertahankan posisi mereka, maka risiko serangan berulang terhadap Kyiv dan Oblast (provinsi) Kyiv hampir mungkin terjadi," ucap Zelensky.
Rusia baru-baru ini menarik pasukan dan mengurangi serangannya setelah gagal merebut ibu kota Ukraina.
Mereka mengklaim bahwa fase pertama dari agresi militernya sebagian besar telah selesai dan bahwa mereka berfokus pada sepenuhnya 'membebaskan' wilayah Donbas di timur Ukraina.
Tetapi bagi pengamat di ibu kota Barat, pengumuman itu merupakan tanda bahwa Moskow tak mengantisipasi perlawanan Ukraina.
Rusia dikabarkan tak menyangka akan kalah dan gagal menguasai negara tetangganya.
Masa depan wilayah Donbas dan Krimea, yang diinvasi dan dicaplok Rusia pada tahun 2014, telah menjadi inti dari negosiasi yang sedang berlangsung.
"Kami ingin wilayah ini dikembalikan dan mereka (Rusia) tidak menganggap wilayah ini sebagai bagian dari Ukraina," kata Zelensky.
"Ini yang akan kita bahas."
Zelenskyy menambahkan bahwa, sementara dia siap untuk bertemu dengan Putin, dugaan kekejaman Rusia di Bucha, dan di kota-kota lain ditemukan.
Ia menganggap tidak akan ada iklim yang positif jika negosiasi itu benar terjadi.
Meski begitu, Moskow telah membantah tuduhan luas bahwa mereka berada di balik pembunuhan di Bucha.
Baca juga: Ukraina Dituduh Jadi Dalang Pembantaian Warga Sipil, Zelensky Sebut Rusia Pengecut dan Penakut
Baca juga: Sebut Ukraina akan Lakukan Pembantaian Massal Warga Sipil, Rusia Bongkar Keterlibatan Barat
Zelensky Peringatkan Adanya Serangan Besar-besaran
Ukraina telah meminta warga sipil di wilayah timur Luhansk untuk melarikan diri dari serangan Rusia.
Hal ini menyusul tragedi di mana lebih dari 50 orang yang mencoba mengungsi dengan kereta api tewas dalam serangan rudal di Kramatorsk, Donetsk.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan warganya untuk bersiap akan adanya ekskalasi serangan besar-besaran.

Dilansir TribunWow.com dari Sky News, Minggu (10/4/2022), sementara ancaman terhadap ibu kota Kyiv telah surut, ancaman lain meningkat di timur saat pasukan Rusia menarik diri dari Ukraina utara.
Zelensky pun memberitahu agar seluruh masyarakat bersiap-siap akan adanya pertempuran sengit.
"Ini akan menjadi pertempuran yang sulit, kami percaya pada perjuangan ini dan kemenangan kami. Kami siap untuk berjuang secara bersamaan dan mencari cara diplomatik untuk mengakhiri perang ini," kata Zelensky.
Saat ini, para pejabat setempat telah mendesak warga sipil untuk segera meninggalkan wilayah itu.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Sabtu (9/4/2022), sirene serangan udara terdengar di sebagian besar timur Ukraina pada Sabtu pagi.
Gubernur Luhansk Serhiy Gaidai, dalam pidato yang disiarkan televisi, mendesak orang-orang untuk pergi karena Rusia sedang mengumpulkan pasukan untuk melakukan serangan.
Serangan rudal sudah dilancarkan pada hari Jumat, (8/4/2022), di stasiun kereta api yang penuh dengan wanita, anak-anak dan orang tua di Kramatorsk, wilayah Donetsk.
Walikota memperkirakan 4.000 orang berkumpul di sana pada saat itu, dan sedikitnya 52 orang tewas.
Namun, ementerian pertahanan Rusia membantah bertanggung jawab atas serangan itu.
Pihaknya mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rudal yang menghantam stasiun itu hanya digunakan oleh militer Ukraina.
Ditegaskan juga bahwa angkatan bersenjata Rusia tidak memiliki target yang ditetapkan di Kramatorsk pada hari Jumat.
"Semua pernyataan pihak berwenang Ukraina tentang serangan itu adalah provokasi," bunyi pernyataan Rusia tersebut.
Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari bbc.com, walikota Kramatorsk, Oleksandr Honcharenk menjelaskan, momen serangan ini terjadi bertepatan saat warga menunggu kedatangan kereta pertama dalam rangka evakuasi ke tempat yang lebih aman.
Sementara itu kepala perusahaan kereta api Ukraina Oleksandr Kamyshyn menyatakan ada dua misil yang menghantam stasiun Kramatorsk.
Nathan Mook, seorang sukarelawan melihat banyak warga berkumpul di tempat kejadian perkara (TKP) saat serangan terjadi.
Ia mengaku mendengar lima hingga sepuluh ledakan di TKP.
Kantor kejaksaan Ukraina mengumumkan pada saat serangan misil terjadi, di TKP ada sekira empat ribu warga yang sebagian besar terdiri dari anak-anak dan wanita.
Gubernur Donetsk, Pavlo Kyrylenko awalnya menuding Rusia menggunakan misil jenis Iskander.
Namun tak lama kemudian Pavlo meralat pernyataannya dan mengumumkan bahwa serangan di Kramatorsk dilakukan menggunakan misil Tochka-U.
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Rusia juga mengiyakan bahwa serangan di Kramatorsk menggunakan misil Tochka-U.
Tochka-U sendiri menurut ahli senjata dari Amnesti Internasional adalah misil yang sangat tidak akurat.
Saking tidak akuratnya, misil tersebut bisa melenceng setengah kilometer atau lebih dari target sebenarnya.
Rusia menyatakan misil jenis Tochka-U tidak mereka gunakan baik dipasukan militer Rusia maupun di Republik Donbass.
Ketua Komite Investigatif Rusia, Alexander Bastrykin menyatakan telah mengeluarkan instruksi untuk menyelidiki serangan provokasi yang terjadi di stasiun Kramatorsk.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan Rusia, misil yang menghantam Kramatorsk berasal dari pasukan militer Ukraina yang bermarkas di Dobropolye yang berjarak 45 kilometer dari tempat kejadian perkara (TKP).
Sebagai informasi, stasiun ini merupakan rute utama evakuasi warga ke luar dari timur Ukraina.
Dari foto yang diperoleh bbc.com, tampak sejumlah mobil dalam kondisi hancur.
Terdapat juga puing-puing misil milik tentara Rusia.
Di bagian samping misil tertulis "Untuk anak kami."
Dalam foto yang lain tampak jasad-jasad manusia bertebaran di jalan, sejumlah barang bawaan terpantau ditinggalkan pemiliknya seusai serangan terjadi.
Menanggapi serangan ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky langsung bereaksi menggunakan akun sosial media miliknya.
"Ini adalah kejahatan yang tidak mengenal batas," tulis Zelensky.
Zelensky menjelaskan, warga yang berada di Kramatorsk adalah mereka yang menunggu untuk dievakuasi.
Menurut Zelensky, pasukan militer Rusia yang kalah di medan perang melawan tentara Ukraina, akhirnya membalas dengan cara mengincar warga sipil.(TribunWow.com/Via/Anung)