Konflik Rusia Vs Ukraina
Senjatanya Dibuat Ukraina, Rusia Terpaksa Berhenti Serang karena Tak Punya Cadangan
Upaya perang Rusia dikabarkan terhenti karena sebagian besar perangkat keras militer yang mereka butuhkan dibuat di Ukraina.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Upaya perang Rusia dikabarkan terhenti karena sebagian besar perangkat keras militer yang mereka butuhkan dibuat di Ukraina.
Sumber intelejen Inggris menyebutkan Rusia telah kehabisan senjata vitalnya dan sekarang tidak dapat mengisi kembali stok mereka.

Baca juga: Tak Hanya Sita 14 Ton Bantuan Kemanusiaan, Rusia Juga Cegat Bus Pengungsi Ukraina
Baca juga: Disebut Usik Rusia, Jurnalis AS Bongkar Hal Tabu soal Pasokan Senjata ke Ukraina selama 8 Tahun
Dilansir TribunWow.com dari The Daily Mail, Jumat (1/4/2022), Ukraina sebelumnya telah memasok Rusia dengan rudal jelajah, suku cadang mesin helikopter, dan komponen jet tempur.
Ukraina juga menghasilkan sistem pengendalian tembakan yang digunakan oleh tank Rusia.
Sekarang, karena invasinya ke Ukraina, Rusia tak dapat mengganti senjata yang rusak.
Rusia tidak lagi bisa memperoleh senjata ini atau alternatif dari negara lain karena sanksi internasional.
Diketahui, sejak konflik dimulai pada akhir Februari, Rusia telah kehilangan sekitar 143 pesawat, 131 helikopter, 625 tank, dan 316 artileri.
Rusia juga telah menembakkan setidaknya 1.100 rudal, menimbulkan pertanyaan tentang berapa lama dapat pasukan Presiden Vladimir Putin bisa bertahan.
Mengingat ketergantungannya pada Ukraina untuk komponen militer, sumber pertahanan Inggris mengatakan upaya perang Rusia berada dalam masalah serius.
"'Sejumlah besar komponen untuk sistem senjata Rusia dibuat di sana (Ukraina). Itu tidak akan terjadi lagi," ujar sumber tersebut.
"Rusia tidak dapat memproduksi peralatan ini sendiri atau mengimpornya, sehingga tidak akan mendapatkan bahan-bahan ini dalam waktu dekat. Perangkat keras yang dikeluarkan di Ukraina berasal dari persediaan bersejarah, yang dikembangkan ketika ada kerja sama yang lebih besar antara Rusia dan Ukraina."
"Integrasi kompleks industri mereka berarti pemutusan hubungan akan membahayakan kemampuan Rusia untuk mempertahankan operasi militer. Sekarang mereka sudah kehabisan."
Di era Uni Soviet, Ukraina memproduksi 30 persen persenjataan dan perlengkapan militer.
Penjualan senjata berlanjut setelah Perang Dingin.
Pada tahun 2012 Ukraina adalah pengekspor senjata terbesar keempat di dunia.
Tetapi setelah Rusia menginvasi Krimea pada tahun 2014 dan memulai konflik di wilayah Donbas, Kyiv secara drastis mengurangi pasokan ke tetangganya.
Pendapatan Ukraina dari ekspor senjata anjlok dari £1 miliar (sekitar Rp 19 triliun) pada 2012 menjadi £100 juta (sekitar Rp 2 triliun) pada 2020.
Menurut sumber-sumber Inggris, Rusia menghadapi kekurangan drastis helikopter, kapal, jet tempur, dan suku cadang rudal jelajah.
Rudal jelajahnya diproduksi di kota terbesar kedua di Ukraina, Kharkiv, yang telah dibombardir oleh artileri dan pesawat Rusia.
Pabrik pembuat instrumen yang dikelola negara di Izyum juga membuat komponen penting untuk berbagai tank T-72 Rusia.
Perang juga diperkirakan akan membatasi program nuklir Rusia karena setengah dari komponen untuk rudal balistik antarbenua berbasis darat bersumber di Ukraina.
Baca juga: Rusia Ancam Akhiri Perundingan Damai Buntut Peledakan di Belgorod, Ini Jawaban Ukraina
Baca juga: Sebut Nama Pejabat AS yang Terlibat, Rusia Bongkar Bukti Baru Penelitian Senjata Biologis di Ukraina
Keunggulan Drone Bayraktar Ukraina
Rekaman video menunjukkan drone tempur Bayraktar TB2 milik Ukraina berhasil menyerang barisan pasukan Rusia.
Tembakan drone tersebut meledakkan kendaraan personel lapis baja Rusia dan membuat pasukan Presiden Vladimir Putin tunggang langgang.
Bahkan, tank-tank dan senjata thermobaric Rusia terpaksa balik arah menghadapi serangan udara tersebut.

Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Jumat (11/3/2022), Mauro Gilli, peneliti senior dalam teknologi militer dan keamanan internasional di ETH Zurich memberikan keterangan.
Mengingat peristiwa kacau di lapangan, sejauh ini hampir tidak mungkin untuk menilai seberapa sering dan seberapa sukses Ukraina telah menggunakan drone tersebut.
"Ada beberapa rekaman video yang diduga menunjukkan penggunaan TB2. Tentu saja, informasi pada titik ini terfragmentasi, dan perlu diambil dengan hati-hati," kata Gilli.
Menurut Gilli, memang ada kerjasama antara Ukraina dan Turki dalam pembelian dan rencana produksi Bayraktar TB2.
"Kami tahu bahwa Ukraina membeli beberapa TB2 selama beberapa tahun terakhir dan bahwa Turki dan Ukraina menandatangani perjanjian untuk produksi TB2 di dalam perbatasan Ukraina. Tetapi, sejauh yang saya tahu, produksi belum dimulai," tutur Gilli.
"Diduga, beberapa pesawat angkut sudah mengirimkan sejumlah drone sesaat sebelum dimulainya permusuhan dengan Rusia."
Sejak 2019, Kiev telah membeli puluhan drone dari Ankara.
Gilli pun menuturkan keunggulan drone tempur tersebut dan membandingkannya dengan buatan Amerika.
"TB2 yang diproduksi oleh perusahaan Bayraktar adalah salah satu dari dua drone bersenjata terkemuka yang diproduksi oleh Turki (Yang lainnya adalah Anka yang diproduksi oleh Industri Dirgantara Turki)," sebut Gilli.
"Drone ini lebih murah daripada model Barat lainnya, tetapi memiliki kinerja yang baik dalam parameter utama seperti jarak, ketinggian serta sensor dan sistem komunikasi."
Tetapi mengingat kekuatan pasukan Rusia, drone Ukraina tersebut dinilai relatif bisa mengimbangi.
Hanya saja, diperlukan strategi matang lantaran drone tersebut bisa dengan mudah dijatuhkan menggunakan sistem pertahanan udara.
Apalagi pasukan Rusia telah menemukan cara untuk melawan drone tersebut saat ikut turun tangan dalam perang di Libya.
"Itu akan sangat tergantung pada pertahanan udara Rusia. Drone seperti TB2 rentan terhadap sistem pertahanan anti-udara. Agar efektif, mereka perlu digunakan dengan cara yang cerdas, berkoordinasi dengan sistem peperangan elektronik lainnya yang 'membutakan' radar musuh dan melalui taktik yang tepat," beber Gilli.
"Namun, melawan musuh yang cakap, teknologi dan taktik ini mungkin tidak cukup. Di Libya, pasukan Rusia menemukan cara efektif untuk melawan taktik Turki dan menembak jatuh drone mereka. Hal yang sama telah diamati di Suriah dan Nagorno-Karabakh,” tambahnya.
Menurut Gilli, barisan tank Rusia yang berhasil dipukul mundur tersebut tak memiliki dukungan dari udara.
Namun Gilli masih skeptis dengan efektifitas drone tersebut jika Rusia nantinya mengerahkan seluruh kekuatan militernya.
"Bahwa Ukraina dapat menyerang beberapa pasukan darat Rusia dengan TB2 menunjukkan bahwa pasukan Rusia maju tanpa pertahanan udara – yang sangat mungkin terjadi, mengingat masalah logistik dan organisasi yang dihadapi Rusia sejauh ini," tutur Gilli.
"Atau bahwa pasukan Ukraina juga memperoleh sistem peperangan elektronik canggih. Apakah mereka akan memiliki efek sistematis pada hasil perang, sulit untuk dikatakan, tetapi saya cenderung skeptis."(TribunWow.com/Via)