Konflik Rusia Vs Ukraina
Perutnya Diukir dengan Tanda Nazi, Seorang Wanita di Ukraina Ditemukan Tewas Mengenaskan
Pasukan Rusia mengaku menemukan jasad seorang wanita yang tewas secara mengenaskan di Mariupol, Ukraina
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pasukan Rusia mengaku menemukan jasad seorang wanita yang tewas secara mengenaskan di Mariupol, Ukraina.
Wanita tersebut dikatakan telah mengalami pelecehan dan penyiksaan dalam waktu yang lama.
Bahkan, tanda swastika yang merupakan lambang Nazi ditemukan terukir di bagian perutnya.

Baca juga: Hidup Tak Manusiawi, Kondisi Sehari-hari Warga di Mariupol Diungkap Presiden Ukraina Zelensky
Baca juga: Sebulan Terjebak di Mariupol, Ibu dan Anak Nekat Kabur dari Kepungan Rusia, Sebut seperti Film Horor
Dilansir TribunWow.com dari Russia Today, Selasa (29/3/2022), investigasi kriminal telah digelar setelah jenazah seorang wanita yang dibunuh secara brutal ditemukan oleh pasukan pro-Rusia.
Penemuan tersebut terjadi di ruang bawah tanah bekas sekolah yang disebut sebagai kompleks militer milik Ukraina.
Ditemukan tanda-tanda pelecehan dari tubuh wanita yang terluka tersebut.
"Menurut informasi yang tersedia, nasionalis Ukraina dengan Batalyon Azov melecehkan seorang wanita dari Mariupol untuk waktu yang lama, menyebabkan luka pada tubuhnya,” kata Komite Investigasi Rusia dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, (28/3/2022).
Menurut laporan, wanita itu meninggal dengan tanda Nazi terukir di perutnya.
"Tubuhnya, yang menunjukkan tanda-tanda penyiksaan dan memiliki ukiran swastika di perutnya, ditemukan di ruang bawah tanah salah satu sekolah kota, tempat markas nasionalis berada," bunyi pernyataan itu.
Selama beberapa minggu terakhir, Mariupol telah menjadi arena pertempuran kota yang sengit antara pasukan Rusia dan Ukraina.
Temuan mengerikan ini pertama kali dipublikasikan pada oleh Patrick Lancaster, seorang Amerika yang telah lama meliput konflik di timur Ukraina.
Mayat wanita itu ditemukan oleh pasukan Donetsk yang maju di ruang bawah tanah Sekolah Mariupol No. 25.
Bekas sekolah itu dikabarkan dipakai sebagai pangkalan depan oleh unit Ukraina.
Terlihat dari bekas-bekas seragam, senjata, dan peralatan militer tertinggal di belakang.
Prajurit Donetsk yang berbicara dengan Lancaster mengatakan mereka menduga wanita itu adalah warga sipil yang mencoba melarikan diri dari pertempuran.
Rekaman dari tempat kejadian menunjukkan wanita itu telah mengalami penyiksaan brutal sebelum kematiannya.
Tubuhnya ditandai dengan beberapa memar dan kantong plastik robek terlihat di sekitar kepalanya.
Dia juga memiliki gambar swastika besar yang diukir di perutnya, yang berwarna merah dengan darahnya sendiri.
Baca juga: Tak Berhasil Kuasai Ukraina dengan Segera, Berikut Prediksi Langkah Rusia Selanjutnya
Baca juga: Soal Tahanan Perang, PBB Akui Telah Lihat Video Pasukan Ukraina Siksa Tentara Rusia
Kota Dipenuhi Mayat dan Reruntuhan
Mantan jurnalis Roman Kruglyakov mengaku terkejut saat kembali melihat kota kelahirannya, Mariupol, Ukraina.
Kota pelabuhan di sebelah tenggara Ukraina tersebut telah hancur dibombardir tentara Rusia.
Ia pun sempat menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan di jalanan Mariupol dan melukiskan keadaan tersebut seperti neraka.
Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Senin (21/3/2022) Roman Kruglyakov telah meninggalkan kota kelahirannya itu untuk tinggal di desa terdekat pada awal perang.
Selama tiga hari di pertengahan Maret, dia melakukan tiga perjalanan kembali ke kota yang hancur untuk menjemput anggota keluarga yang terperangkap.
Menurut Roman Kruglyakov, ia sempat kesulitan menghubungi keluarga dan kerabat yang tidak mendapat sinyal telepon selama lebih dari dua minggu.
Roman Kruglyakov terkejut saat memasuki tempat di mana dia dibesarkan.
Alih-alih mengingatkan pada kenangan masa kecil, ia justru disuguhi pemandangan yang disebutnya seperti neraka.
Ia menyaksikan kondisi menyedihkan dari orang-orang yang masih terperangkap di Mariupol.
Kota yang dikepung tentara Rusia itu kini bahkan dipenuhi mayat dan serpihan-serpihan bekas ledakan.
"Orang-orang keluar dari blok apartemen bertingkat yang terbakar untuk memasak makanan di atas api di jalan," tutur Roman Kruglyakov.
"Saya sedang mengemudi dan ada serpihan-serpihan peluru dan kabel listrik serta mayat-mayat di jalan-jalan."
Kruglyakov ingin menjemput kedua ibu baptisnya dan keluarga mereka.
Ibu baptis pertama terkejut melihatnya tetapi dengan cepat mengumpulkan barang-barang keluarganya.
"Dia tidak pernah berpikir siapa pun akan mempertaruhkan hidup mereka untuknya," ujar Roman Kruglyakov.
Selanjutnya dia membawa ibunya, yang blok apartemennya adalah satu-satunya di jalan itu yang lolos dari penembakan, lalu membawa mereka pergi.
Kemudian dia kembali lagi ke kota untuk menjemput ibu baptisnya yang lain, yang memiliki bayi berusia dua bulan.
Namun suaminya wanita tersebut terlalu takut untuk meninggalkan apartemen mereka.
"Seperti yang saya pahami, sebagai orang yang telah melalui begitu banyak hal, mereka terlalu takut untuk pergi," kata Roman Kruglyakov.
"Saya memberi mereka waktu dua menit untuk berpikir karena anda tidak bisa meninggalkan mobil terlalu lama, orang bisa mencuri ban. Karena pecahan peluru dari senjata itu melubangi hampir semua ban."
Pada akhirnya, ibu baptisnya dan suaminya menolak untuk pergi.
Roman Kruglyakov kemudian pergi ke tempat penampungan di sekolah setempat dan mengumpulkan keluarga dengan anak-anak atas permintaan kerabat lain yang tinggal di luar Mariupol.
"Saya pergi untuk membawa orang dari ruang bawah tanah, tetapi mereka tidak ingin pergi karena mereka sudah terbiasa duduk di sana," ujar Roman Kruglyakov.
"Mereka takut dengan apa yang menunggu mereka di luar tembok beton. Mereka dihancurkan setiap malam. Saya harus menggunakan kekuatan untuk mengeluarkan mereka."
Untuk mengajak orang-orang tersebut agar bersedia mengungsi, Roman Kruglyakov terpaksa berbohong.
Namun ia tidak menyesal lantaran tindakannya itu dilakukan demi menyelamatkan nyawa para pengungsi tersebut.
"Saya berbohong kepada mereka, apa pun yang terlintas di pikiran saya, saya berkata ada makanan panas menunggu anda, listrik, sinyal ponsel, saya berbohong dan saya tidak malu. Saya percaya bahwa orang-orang yang saya keluarkan berada dalam bahaya yang lebih kecil daripada di dalam kota,” pungkasnya. (TribunWow.com/Via)