Konflik Rusia Vs Ukraina
Heboh Putin akan Datang ke Indonesia Hadiri KTT G20 di Bali, PM Australia Langsung Hubungi Jokowi
Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan akan tetap menghadiri KTT G20 yang dilaksanakan di Bali, Indonesia, akhir tahun ini.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan akan tetap menghadiri KTT G20 yang dilaksanakan di Bali, Indonesia, akhir tahun ini.
Kabar tersebut dikonfirmasi langsung oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva.
Namun, rupanya hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, berkaitan dengan perang yang diinisiasi Rusia terhadap Ukraina.
Morrison pun mengaku telah menghubungi Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan keberatannya.

Baca juga: Alasan Mayoritas Netizen Indonesia Dukung Invasi Rusia dan Kagum pada Sosok Putin, Ada Faktor Ini
Baca juga: Ditandai Putin, Ini Daftar Negara yang Dianggap Tak Bersahabat dengan Rusia, Termasuk Indonesia?
Dilansir TribunWow.com dari Reuters, Kamis (24/3/2022), Amerika Serikat dan sekutu Baratnya sedang menilai apakah Rusia harus tetap berada dalam kelompok G20 Setelah invasi ke Ukraina.
Namun, Lyudmila Vorobieva mengatakan tuan rumah G20 Jakarta telah mengundang Putin ke KTT kepala negara November 2022 di Bali.
Ia pun menyatakan bahwa Putin sudah memiliki rencana untuk hadir, meski masih harus melihat keadaan nantinya.
"Tergantung banyak hal, termasuk situasi Covid yang semakin membaik. Tapi, sejauh ini ya niatnya datang," ujar Lyudmila Vorobieva saat konferensi pers.
Mengenai kemungkinan Rusia akan didepak dari G20, Lyudmila Vorobieva menilai hal tersebut tidaklah relevan.
Pasalnya, pertemuan yang diadakan pada bulan Oktober - November di Bali itu membahas soal ekonomi alih-alih konflik seperti di Ukraina.
"Tentu saja, pengusiran Rusia dari forum semacam ini tidak akan membantu menyelesaikan masalah ekonomi. Sebaliknya, tanpa Rusia, itu akan sulit," ujar Lyudmila Vorobieva.
"Kami sangat berharap pemerintah Indonesia tidak menyerah pada tekanan mengerikan yang sedang diterapkan tidak hanya di Indonesia, tetapi begitu banyak negara di dunia oleh Barat."
Sementara itu, dilansir AFP, Kamis (24/3/2022), PM Morrison menyatakan keberatannya akibat agresi Rusia ke negara tetangga Ukraina.
"Saya pikir kita perlu memiliki orang-orang di ruangan yang tidak menyerang negara lain," kata Morrison.
Untuk itu, Morrison mengatakan dia telah melakukan kontak langsung dengan Jokowi, tentang kehadiran Putin di Kelompok G20, yang menyatukan pelaku ekonomi top dunia, termasuk Amerika Serikat, China, Jepang, dan beberapa negara Eropa.
"Rusia telah menginvasi Ukraina. Ini adalah tindakan kekerasan dan agresif yang menghancurkan aturan hukum internasional," kata Morrison pada konferensi pers di Melbourne.
"Dan gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir Putin, bagi saya, adalah langkah yang terlalu jauh."
Namun, China minggu ini menggambarkan Rusia sebagai anggota penting G20 dan mengatakan tidak ada anggota yang memiliki hak untuk mengusir negara lain.
Meski begitu, Morrison mengungkapkan bahwa keberatannya itu muncul karena kekejaman yang ditunjukkan Rusia sendiri.
Ia pun mengutuk agresi Rusia dan berjanji akan mengambil tindakan tegas.
“Jadi kita tahu Vladimir Putin mengambil nyawa warga sipil yang tidak bersalah,” kata Morrison.
"Saya tidak terkejut dengan kebiadaban mereka. Saya tidak terkejut dengan arogansi mereka dalam apa yang mereka coba terapkan di Ukraina. Dan itulah mengapa Australia menjadi salah satu yang terkuat dalam mengambil tindakan terkait dengan Rusia."
Australia hari Minggu mengumumkan larangan semua ekspor alumina dan bauksit ke Rusia sambil menjanjikan lebih banyak senjata dan bantuan kemanusiaan ke Ukraina.
Pemerintah mengatakan Australia telah menjatuhkan 476 sanksi terhadap individu dan institusi Rusia sejak invasi dimulai pada Kamis (24/3/2022).
Baca juga: Bicara di Ajang Internasional, Prabowo Tegaskan Posisi Indonesia dalam Konflik Rusia dan Ukraina
Baca juga: Jawaban Kemenlu soal Indonesia Tak Dukung Draf Resolusi PBB untuk Akhiri Serangan Rusia ke Ukraina
Dampak Dukungan Masyarakat Indonesia pada Rusia
Masyarakat Indonesia dinilai cenderung mendukung invasi Rusia ke Ukraina.
Sebuah survei menunjukkan adanya sikap antipati terhadap Barat, khususnya Amerika Serikat.
Rupanya, hal tersebut bisa memberikan dampak tertentu, terutama di bidang hubungan internasional.
Dikutip TribunWow.com dari Aljazeraa, Senin (21/3/2022), beberapa spekulasi muncul terkait penyebab banyaknya warga Indonesia yang mendukung Rusia.
Padahal, dunia internasional saat ini tengah ramai-ramai mengecam keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut.
Menurut dosen hubungan internasional Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung, Yohanes Sulaiman, ada rasa ketidaksukaan masyarakat terhadap AS yang mempengaruhi hal tersebut.
Banyak pihak menilai bahwa konflik Ukraina merupakan masalah geopolitik antara Rusia dan Amerika Serikat.
Rasa antipati pada AS tersebut mulai muncul ketika negara tersebut menyatakan perang melawan teroris yang dinilai menimbulkan represi terhadap orang muslim.
Karenanya, hingga saat ini publik menunjukkan sikap skeptis terhadap pemberitaan yang berbeda dengan pandangan mereka.
"Banyak yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa begitu saja percaya pada berita dari AS tanpa membaca sisi lain, bahkan berita fakta pun dianggap saja seperti hoaks hingga mengada-ngada, tetapi akar dari ini adalah ketidakpercayaan mereka terhadap AS secara umum,” kata Yohanes Sulaiman.
Peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur, Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Radityo Dharmaputra, memiliki pendapat berbeda.
Ia menilai masyarakat Indonesia cenderung mendukung Rusia lantaran tak memiliki pemahaman yang cukup tentang Ukraina.
Sementara itu, sebuah survei dilakukan oleh Pew Research Center di Washington DC pada Februari 2020.
Dalam survei tersebut masyarakat Indonesia ditunjukkan memiliki sikap skeptis yang lebih besar terhadap AS di Indonesia dibandingkan dengan banyak negara lain di Asia Pasifik.
Dari hasil survei ke enam negara, Indonesia menjadi negara terendah dengan hanya 42 persen orang yang menilai baik AS.
Dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan perspektif negatif mengenai Indonesia di dunia internasional.
Terutama akan berdampak pada hubungan antar negara terutama dengan Amerika Serikat dan Barat. (TribunWow.com)