Konflik Rusia Vs Ukraina
Balas Sanksi Negara yang Tak Bersahabat dengan Rusia, Putin Tuntut Pembayaran Gas Dalam Rubel
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa penjualan gas ke negara-negara yang dianggap tak bersahabat harus dibayar dalam rubel, Rabu (23/3/2022)
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa penjualan gas ke negara-negara yang dianggap tidak bersahabat harus dibayar dalam rubel, Rabu (23/3/2022).
Hal ini sebagai upaya penguatan mata uang Rusia dan pembalasan bagi sanksi yang diterapkan negara tersebut.
Segera setelah pengumuman tersebut, rubel kabarkan makin menguat terhadap dolar AS dan euro.

Baca juga: Apotek Rusia Kekurangan Pasokan Obat-obatan, Imbas Sanksi Global akibat Invasi ke Ukraina
Baca juga: Disebut Bom Nuklir Ekonomi untuk Rusia, Apa Itu Pemutusan SWIFT sebagai Sanksi atas Invasi Ukraina?
Dilansir TribunWow.com dari DW, Rabu (23/3/2022), Rusia menjadi negara yang dijatuhi sanksi terbanyak di dunia.
Hal ini sebagai akibat keputusan Putin untuk menyerang negara tetangganya, Ukraina.
Rusia pun telah menyusun daftar 48 negara yang menjatuhkan sanksi dan dinilai sebagai pihak tak bersahabat.
Karenanya, kini Rusia membalas sanksi tersebut dengan meminta pembayaran untuk gas alamnya menggunakan rubel.
"Saya telah membuat keputusan untuk menerapkan dalam waktu sesingkat mungkin serangkaian tindakan untuk mengalihkan pembayaran untuk gas alam kami yang dipasok ke negara-negara yang disebut tidak bersahabat ke rubel Rusia,” kata Putin dilansir The New York Times, Rabu (23/3/2022).
Diketahui, pada 27 Januari, sekitar 58% dari penjualan gas alam raksasa Rusia Gazprom ke Eropa dan negara-negara lain diselesaikan dalam euro.
Kemudian pada kuartal ketiga tahun lalu, 39% penjalan digunakan dalam dolar AS.
Namun penggantian pembayaran dalam mata uang rubel ini bukan berarti Rusia tak melayani lagi penjualan gas alam.
"Rusia akan terus, tentu saja, untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Putin pada pertemuan yang disiarkan televisi dengan para menteri tinggi pemerintah.
"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diubah ke rubel Rusia," katanya.
Pengumuman itu datang ketika Barat memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia, berharap untuk menekannya agar menarik pasukannya dari Ukraina.
Segera setelah pengumuman Putin, badan antariksa Rusia Roscosmos mengumumkan akan membuat semua kontrak internasional dalam rubel.
Langkah yang diumumkan ini dinilai dapat membantu mata uang Rusia yang sedang terpuruk.
Pasalnya, banyak negara Eropa, termasuk Jerman, masih bergantung pada Moskow untuk sebagian besar pasokan energi mereka.
Nilai rubel telah jatuh secara besar-besaran setelah berita invasi Rusia dan di tengah sanksi Barat yang menyertainya.
Tetapi kembali naik ke level tertinggi terhadap dolar dan euro sejak 2 Maret langsung setelah pengumuman Putin.
Putin mengatakan pemerintah dan bank sentral memiliki waktu satu minggu untuk memikirkan bagaimana memindahkan operasi penjualan gas ke mata uang Rusia
Kemudian, raksasa energi yang dikendalikan negara, Gazprom, akan diperintahkan untuk mengubah kontrak gas yang sesuai.
Jerman menilai peralihan pembayaran ke rubel akan menjadi sebuah pelanggaran kontrak.
Pemerintah Berlin berjanji untuk berkonsultasi dengan sekutunya tentang pembayaran gas ke depannya.
"Pengumuman pembayaran dalam rubel adalah pelanggaran kontrak, dan kami sekarang akan mendiskusikan dengan mitra Eropa kami bagaimana kami akan bereaksi terhadap itu," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck.
Adapun sebelum Moskow menginvasi Ukraina, Jerman mengimpor 55% gas alamnya dari Rusia.
Di sisi lain, perusahaan energi Austria OMV mengatakan tidak memiliki rencana untuk membayar dalam rubel.
Kepala Eksekutif Alfred Stern mengatakan hal ini dalam komentarnya yang disiarkan TV Pul 24.
"Saya tidak akan melakukan hal seperti itu," kata Stern.
Dia mencatat bahwa kontrak yang ada meminta pembayaran dalam euro.
Sebagai informasi, sekitar 80% gas yang digunakan di Austria berasal dari Rusia.
Baca juga: Heboh Putin akan Datang ke Indonesia Hadiri KTT G20 di Bali, PM Australia Langsung Hubungi Jokowi
Baca juga: Rusia Balas Dendam Kenakan Sanksi pada 13 Pejabat AS, Mulai dari Joe Biden sampai Hillary Clinton
Daftar Negara yang Dianggap Tak Bersahabat
Pemerintah Rusia telah merilis daftar negara-negara tersebut yang dianggap tak bersahabat karena menjatuhkan sanksi akibat invasi ke Ukraina.
Hal ini sesuain instruksi Presiden Rusia Vladimir Putin yang telah memerintahkan jajarannya untuk mencatat negara-negara tersebut.
Ia pun menyatakan bahwa negara-negara tersebut sama halnya mendeklarasikan perang dengan Rusia.
Dilansir TASS, Senin (7/3/2022), daftar negara yang menjatuhkan sanksi ke Rusia telah resmi disusun.
Di dalamnya termasuk perusahaan, masyarakat dan wilayah yang dianggap melakukan embargo terhadap Rusia.
Namun, Indonesia tak tercatat masuk dalam daftar tersebut mengingat Kementerian Luar Negeri menyatakan tak akan menjatuhkan sanksi.
Selain itu, Indonesia juga memilih abstain ketika dilakukan pemungutan suara oleh Dewan Keamanan PBB.
Berikut adalah daftar negara yang termasuk dalam catatan resmi Rusia tersebut.
1. Amerika Serikat (AS)
2. Kanada
3. Negara-negara Uni Eropa Inggris (termasuk Jersey, Anguilla, Kepulauan Virgin Britania Raya, Gibraltar)
4. Ukraina
5. Montenegro
6. Swiss
7. Albania
8. Andorra
9. Islandia
10. Liechtenstein
11. Monako
12. Norwegia
13. San Marino
14. Makedonia Utara
15. Jepang
16. Korea Selatan
17. Australia
18. Mikronesia
19. Selandia Baru
20. Singapura
21. Taiwan (dianggap sebagai wilayah China, tetapi diperintah oleh pemerintahannya sendiri sejak 1949)
Sebagai informasi, sanksi tersebut dijatuhkan sebagai bentuk protes atas invasi Rusia ke Ukraina.
Sanksi ekonomi dan sosial tersebut terbukti telah menjatuhkan perekonomian Rusia hingga harga tukar Rubel sampai di titik rendah.
Adapun pencatatan daftar negara tersebut dilakukan sesuai instruksi dari Putin.
Dikutip TribunWow.com dari media Rusia Ria Novosti, Selasa (8/3/2022), Putin mengecam sanksi global yang ditetapkan negara-negara dunia pada Rusia.
"Sanksi yang diberlakukan ini sama dengan deklarasi perang," kata Putin.
Dalam pernyataannya, Putin memberi instruksi tegas kepada bawahannya.
Ia menginginkan adanya sebuah daftar yang memuat nama-nama negara yang telah menjatuhkan sanksi.
Selain itu, juga detail dari sanksi maupun kerugian yang diterima atas tindakan negara tersebut.
"(Meminta-red) Pemerintah Federasi Rusia, dalam waktu dua hari, untuk menetapkan daftar negara asing yang melakukan tindakan tidak bersahabat terhadap Federasi Rusia, badan hukum Rusia, dan individu," kata Putin. (TribunWow.com)