Konflik Rusia Vs Ukraina
Hacker Anonymous Kembali Ancam Rusia, Ultimatum Nestle hingga Burger King yang Beroperasi di Moskow
Organisasi peretas Anonymous memperingatkan sejumlah perusahaan yang masih beroperasi di Rusia untuk menarik diri.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Organisasi peretas Anonymous memperingatkan sejumlah perusahaan yang masih beroperasi di Rusia untuk menarik diri.
Jika tidak, maka perusahaan asing yang masih membayar pajak ke Rusia itu akan terkena imbasnya.
Perusahaan yang terkena ancaman tersebut antara lain adalah Nestle, Burger King, Oreo, Subway, Bridgestone, dan lain sebagainya.

Baca juga: Wanita Lansia di Ukraina Disebut Jadi Korban Rudapaksa para Tentara Rusia
Baca juga: Kecanggihan Rudal Hipersonik yang Dipakai Rusia Bombardir Ukraina, 5 Kali Lebih Cepat dari Suara
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail UK, Selasa (22/3/2022), Anonymous mengumumkan peringatan tersebut melalui unggahan resmi di akun Twitter Anonymous TV, @YourAnonTV.
Postingan itu menuturkan bahwa perusahaan memiliki 48 jam untuk menarik diri dari Rusia atau menjadi target serangan lebih lanjut.
Akun yang sama menyatakan pada hari Kamis bahwa kampanye siber #OpRussia telah meluncurkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di situs web pemerintah Rusia dan akan menggandakan kapasitas serangannya.
"Siaran Pers: Kami menyerukan kepada semua perusahaan yang terus beroperasi di Rusia dengan membayar pajak ke anggaran rezim kriminal Kremlin: Keluar dari Rusia!," bunyi utas tersebut.
"Kami memberi Anda 48 jam untuk merenung dan mundur dari Rusia atau Anda akan berada di bawah target kami! #Anonim #OpRusia."
Pengumuman tersebut disertai dengan gambar yang menampilkan berbagai logo perusahaan mulai dari perusahaan jasa ladang minyak Halliburton hingga layanan komputasi awan Citrix.
Baik Halliburton dan Citrix telah mengumumkan sebelum tweet Anonymous bahwa mereka telah menangguhkan operasional mereka di Rusia.
Keduanya bergabung dengan daftar panjang perusahaan multinasional seperti McDonalds dan IKEA yang telah berhenti menawarkan layanan mereka.
Sementara itu, raksasa bisnis makanan Nestle telah menggandakan bisnis mereka di usia.
Perusaah itu justru mengumumkan akan terus menjual produk di sana meskipun menjadi salah satu target utama protes anti-perang.
Perusahaan makanan dan minuman terbesar di dunia itu sempat disinggung oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang mendesak raksasa Swiss itu untuk menghentikan operasinya di Rusia.
"Bisnis bekerja di Rusia meskipun anak-anak kita sekarat dan kota-kota kita dihancurkan," kata Zelensky.
Tetapi perusahaan tersebut berpendapat bahwa mereka tidak mengambil untung dari operasionalnya di Rusia.
Nestle mengklaim hanya mengirimkan produk penting di sana sambil erus mendistribusikan makanan di beberapa kota Ukraina yang paling parah terkena dampak serangan.
"Kami telah secara signifikan mengurangi kegiatan kami di Rusia. Kami telah menghentikan semua impor dan ekspor dari Rusia, kecuali untuk produk-produk penting," tutur seorang juru bicara Nestle.
"Fakta bahwa kami, seperti perusahaan makanan lainnya, memasok penduduk dengan makanan penting, tidak berarti bahwa kami hanya melanjutkan bisnis seperti sebelumnya."
Perusahaan juga menekankan bahwa mereka menggunakan uangnya untuk tujuan kemanusiaan yang terkait dengan konflik.
"Rekan-rekan kami di Ukraina melakukan segala yang mereka bisa untuk membantu penduduk dengan sumbangan makanan," kata juru bicara tersebut.
"Kami masih salah satu dari sedikit perusahaan makanan aktif di Ukraina dan kadang-kadang bahkan berhasil mendistribusikan makanan di Kharkiv."
Terkini, Anonymos baru saja membocorkan sejumlah data base yang dimiliki Nestle.
Data sebesar 10 GB tersebut meliputi email, password, konsumen bisnis Nestle dan lain-lain.
Meskipun janji Anonymous untuk menghukum perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut telah dipuji secara luas di media sosial, beberapa pakar keamanan siber justru menyatakan keprihatinannya.
Menurut mereka, meminta bantuan dari pekerja lepas yang melanggar norma siber dapat memiliki konsekuensi eskalasi yang berbahaya.
Yang lain telah menyuarakan keprihatinan bahwa keputusan perusahaan multinasional untuk menangguhkan operasi Rusia mereka hanya akan menghukum jutaan orang Rusia yang tidak bersalah yang mata pencahariannya akan terpengaruh.
Adapun Anonymous bertanggung jawab atas beberapa serangan media yang dikendalikan negara dan situs web pemerintah.
Secara paksa, peretas menukar program yang telah diarahkan Kremlin dengan video pertumpahan darah di tanah di Ukraina dan pernyataan anti-perang.
Organisasi tersebut juga telah melakukan serangan siber terhadap regulator media Rusia Roskomnadzor dan dinas intelijen dan keamanan Rusia FSB.
Anonymous telah membocorkan ribuan dokumen rahasia untuk mengungkap rincian rencana Putin untuk menaklukkan Ukraina dan merusak upaya propaganda domestik Kremlin.
Tapi sekarang, para peretas mengalihkan perhatian mereka ke perusahaan besar yang belum menghentikan operasi mereka di Rusia di tengah perang.
Baca juga: Perintahkan Kebiri Tentara Rusia yang Tertangkap, Kepala RS Ukraina Anggap sebagai Kecoak
Baca juga: 4 Alasan Rusia Terobsesi Kuasai Mariupol, Disebut akan Jadi Pukulan Berat bagi Ukraina
Putin Diserbu Hacker Anonymous
Kelompok hacker bernama Anonymous telah mendeklarasikan perang cyber/siber terhadap Rusia.
Deklarasi ini diumumkan pada hari Jumat (25/2/2022) atau satu hari seusai Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer spesial terhadap Ukraina pada Kamis (24/2/2022).
Sebuah akun media sosial yang mengatasnamakan Anonymous menyatakan para hacker yang tergabung di bawah Anonymous kini akan menyerang pemerintahan Rusia.
Diberitakan oleh media Rusia RT.com, sejumlah website milik pemerintahan Rusia telah menjadi korban.
Website tersebut mengalami gangguan untuk diakses hingga terpaksa harus dimatikan atau offline karena serangan para hacker.
Situs yang telah menjadi korban serangan para hacker di antaranya adalah situs milik pemerintah Rusia, situs milik Kementerian Pertahanan Rusia hingga kantor berita Rusia Today (RT.com).
Dulu sebelum menyerang Rusia, grup hacker Anonymous juga pernah menyerang intelijen Amerika Serikat yakni Central Inteligence Agency (CIA).
Sementara itu, terkait kebijakan Putin melakukan invasi, ternyata tidak semua masyarakat di Rusia setuju.
Fakta ini disampaikan oleh Dubes RI untuk Rusia, Jose Tavares dalam acara Breaking News tvOne, Jumat (25/2/2022).
Jose menjelaskan bahwa saat ini masyarakat di Rusia terbagi menjadi dua kubu.
"Sebagian besar mendukung pemerintahnya, terutama masuknya militer atau special military operation di Donbas," jelas Jose.
"Namun ada juga masyarakat yang menentang kalau serangannya itu sampai meluas ke wilayah Ukraina lainnya."
"Jadi ada perbedaan di antara masyarakat Rusia sendiri," ungkapnya.
Sementara itu, dikutip dari Aljazeera.com, sebanyak ribuan masyarakat Rusia pada Kamis (24/2/2022) malam telah melakukan unjuk rasa anti perang.
Demonstrasi ini dilakukan di Moskow dan Saint Petersburg.
Buntut dari demonstrasi ini, sebanyak 1.400 demonstran diamankan oleh pihak kepolisian.
Diberitakan oleh Aljazeera.com, sebelum invasi ke Ukraina terjadi, pemerintahan Putin telah menciduk tokoh-tokoh oposisi, mulai dari aktivis, politisi hingga demonstran.
Satu di antaranya adalah pimpinan oposisi bernama Alexey Navalny yang kini dipenjara selama dua tahun seusai mengorganisir demo terhadap Putin.
Dalam demonstrasi anti perang di Moskow pada Kamis (24/2/2022), peserta demo meneriakkan anti perang dan protes terhadap Putin.(TribunWow.com/Via/Anung)