Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Kembali Jemput Keluarga, Pria Asal Mariupol Ukraina Kaget Kotanya Dipenuhi Mayat dan Reruntuhan

Mantan jurnalis Roman Kruglyakov mengaku terkejut saat kembali melihat kota kelahirannya, Mariupol.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
YouTube Guardian News
Kota Mariupol di Ukraina dikepung dan terus dihujani serangan oleh pasukan militer Rusia. Terbaru, seorang pria terkejut melihat kondisi Mariupol saat kembali jemput keluarga. 

TRIBUNWOW.COM - Mantan jurnalis Roman Kruglyakov mengaku terkejut saat kembali melihat kota kelahirannya, Mariupol, Ukraina.

Kota pelabuhan di sebelah tenggara Ukraina tersebut telah hancur dibombardir tentara Rusia.

Ia pun sempat menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan di jalanan Mariupol dan melukiskan keadaan tersebut seperti neraka.

Tumpukan jenazah korban serangan Rusia di Mariupol, Ukraina dibungkus kantong plastik dan dimakamkan dalam satu lubang besar, Kamis (10/3/2022).
Tumpukan jenazah korban serangan Rusia di Mariupol, Ukraina dibungkus kantong plastik dan dimakamkan dalam satu lubang besar, Kamis (10/3/2022). (Capture Video Sky News)

Baca juga: Video Pria Tua di Mariupol Ukraina Ditembak Tank Rusia, Diduga Meninggal dengan Jasad Hancur

Baca juga: Langgar Gencatan Senjata, Rusia Hancurkan RS Bersalin di Ukraina, Sejumlah Anak Terjebak Reruntuhan

Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Senin (21/3/2022) Roman Kruglyakov telah meninggalkan kota kelahirannya itu untuk tinggal di desa terdekat pada awal perang.

Selama tiga hari di pertengahan Maret, dia melakukan tiga perjalanan kembali ke kota yang hancur untuk menjemput anggota keluarga yang terperangkap.

Menurut Roman Kruglyakov, ia sempat kesulitan menghubungi keluarga dan kerabat yang tidak mendapat sinyal telepon selama lebih dari dua minggu.

Roman Kruglyakov terkejut saat memasuki tempat di mana dia dibesarkan.

Alih-alih mengingatkan pada kenangan masa kecil, ia justru disuguhi pemandangan yang disebutnya seperti neraka.

Ia menyaksikan kondisi menyedihkan dari orang-orang yang masih terperangkap di Mariupol.

Kota yang dikepung tentara Rusia itu kini bahkan dipenuhi mayat dan serpihan-serpihan bekas ledakan.

"Orang-orang keluar dari blok apartemen bertingkat yang terbakar untuk memasak makanan di atas api di jalan," tutur Roman Kruglyakov.

"Saya sedang mengemudi dan ada serpihan-serpihan peluru dan kabel listrik serta mayat-mayat di jalan-jalan."

Kruglyakov ingin menjemput kedua ibu baptisnya dan keluarga mereka.

Ibu baptis pertama terkejut melihatnya tetapi dengan cepat mengumpulkan barang-barang keluarganya.

"Dia tidak pernah berpikir siapa pun akan mempertaruhkan hidup mereka untuknya," ujar Roman Kruglyakov.

Selanjutnya dia membawa ibunya, yang blok apartemennya adalah satu-satunya di jalan itu yang lolos dari penembakan, lalu membawa mereka pergi.

Kemudian dia kembali lagi ke kota untuk menjemput ibu baptisnya yang lain, yang memiliki bayi berusia dua bulan.

Namun suaminya wanita tersebut terlalu takut untuk meninggalkan apartemen mereka.

"Seperti yang saya pahami, sebagai orang yang telah melalui begitu banyak hal, mereka terlalu takut untuk pergi," kata Roman Kruglyakov.

"Saya memberi mereka waktu dua menit untuk berpikir karena anda tidak bisa meninggalkan mobil terlalu lama, orang bisa mencuri ban. Karena pecahan peluru dari senjata itu melubangi hampir semua ban."

Pada akhirnya, ibu baptisnya dan suaminya menolak untuk pergi.

Roman Kruglyakov kemudian pergi ke tempat penampungan di sekolah setempat dan mengumpulkan keluarga dengan anak-anak atas permintaan kerabat lain yang tinggal di luar Mariupol.

"Saya pergi untuk membawa orang dari ruang bawah tanah, tetapi mereka tidak ingin pergi karena mereka sudah terbiasa duduk di sana," ujar Roman Kruglyakov.

"Mereka takut dengan apa yang menunggu mereka di luar tembok beton. Mereka dihancurkan setiap malam. Saya harus menggunakan kekuatan untuk mengeluarkan mereka."

Untuk mengajak orang-orang tersebut agar bersedia mengungsi, Roman Kruglyakov terpaksa berbohong.

Namun ia tidak menyesal lantaran tindakannya itu dilakukan demi menyelamatkan nyawa para pengungsi tersebut.

"Saya berbohong kepada mereka, apa pun yang terlintas di pikiran saya, saya berkata ada makanan panas menunggu anda, listrik, sinyal ponsel, saya berbohong dan saya tidak malu. Saya percaya bahwa orang-orang yang saya keluarkan berada dalam bahaya yang lebih kecil daripada di dalam kota,” pungkasnya.

Baca juga: Rusia Beri Tenggat Waktu untuk Serahkan Kota Mariupol yang Alami Kerusakan Parah, Ini Kata Ukraina

Baca juga: Geger Kabar Warga Ukraina Dibawa Paksa ke Rusia, Putin Diisukan Tiru Nazi Buat Kamp Konsentrasi

Rusia Disebut Ledakkan Gedung Teater yang Jadi Lokasi Pengungsian

Pihak Rusia diklaim telah menghancurkan sebuah gedung teater di mana pengungsi Kota Mariupol, Ukraina berlindung, Rabu (16/3/2022).

Padahal di luar tempat perlindungan itu, para pengungsi sudah menuliskan tanda yang memperingatkan adanya anak-anak.

Hingga saat ini, belum jelas berapa korban dari serangan tersebut.

Namun, Dewan Kota Mariupol menerangkan bahwa gedung teater itu digunakan oleh lebih dari 1000 orang warga sipil.

Insiden ini pun menuai komentar prihatin dan kecaman bagi pihak Rusia, termasuk dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Dilansir TribunWow.com dari BBC, Kamis (17/3/2022), gedung teater tiga lantai bercat putih tampak hancur dan terbakar.

Menurut Wakil Wali Kota Mariupol, Sergei Orlov, sekitar 1.000 hingga 1.200 orang mencari perlindungan di gedung tersebut.

Gambar satelit yang dirilis oleh perusahaan swasta Maxar, menunjukkan kata-kata "DETI" yang berarti anak-anak dalam bahasa Rusia, terukir di tanah di kedua sisi gedung.

Tulisan tersebut dimaksudkan agar pesawat Rusia menjauh dari gedung berisi pengungsi tersebut.

Namun, meski ada peringatan tersebut, pihak Rusia masih saja tak menggubris dan meledakkan gedung.

Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa tentara Presiden Vladimir Putin sengaja menyasar masyarakat sipil dan bahkan anak-anak.

"Penjajah menghancurkan Teater Drama. Tempat di mana lebih dari seribu orang mengungsi. Kami tidak akan pernah memaafkan ini," kata Dewan Kota Mariupol dalam sebuah posting Telegram yang dikutip kanal berita CNA.

Walikota Mariupol Vadym Boichenko menyebut serangan itu sebagai tragedi yang mengerikan.

"Orang-orang bersembunyi di sana. Dan ada yang bilang beruntung bisa selamat, tapi sayangnya tidak semua beruntung," kata Boichenko.

"Satu-satunya kata untuk menggambarkan apa yang telah terjadi hari ini adalah genosida, genosida bangsa kita, rakyat Ukraina kita. Tapi saya yakin bahwa harinya akan tiba ketika kota indah Mariupol akan bangkit dari reruntuhan lagi."

Dmytro Kuleba, menteri luar negeri Ukraina, dan dewan kota mengutuk penyerangan itu dan menyebutnya sebagai kejahatan perang.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengecam pemboman itu dan mengatakan Rusia sengaja menargetkan teater itu.

"Hati kami hancur dengan apa yang dilakukan Rusia terhadap rakyat kami. Kepada Mariupol kami," kata Zelensky dalam pidato melalui sebuah video pada Rabu malam.

Mykhailo Podolyak, penasihat presiden Ukraina, mencela kekejaman Rusia dan menyindir orang-orang di Barat yang menolak gagasan zona larangan terbang.

Kota ini merupakan target strategis utama bagi Moskow, yang berpotensi menghubungkan pasukan Rusia di Krimea di barat dan Donbas di timur dan memutus akses Ukraina ke Laut Azov.

Selama berhari-hari pasukan Rusia telah membombardir kota, memutus aliran listrik, makanan, dan pasokan air.

Menurut pihak berwenang Ukraina, sejak awal invasi sudah lebih dari 2.000 orang telah tewas di kota tersebut.

Di sisi lain, Kementerian pertahanan Rusia membantah bahwa pasukannya telah mengebom kota itu dan menyatakan bangunan itu hancur dalam ledakan yang dilancarkan oleh batalion nasionalis Ukraina Azov.

Ia mengklaim warga sipil yang damai dapat saja disandera di lokasi tersebut.

Moskow juga telah menyalahkan unit militer Ukraina atas pemboman minggu lalu di sebuah rumah sakit bersalin Mariupol, yang memicu kecaman internasional.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan keadaan di Mariupol hingga saat ini masih belum jelas.

"Sampai kami mengetahui lebih banyak, kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya target militer Ukraina di area teater, tetapi kami tahu bahwa teater tersebut telah menampung sedikitnya 500 warga sipil," kata Belkis Wille, dari Human Rights Watch.

"Ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang apa target yang dimaksud."(TribunWow.com)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaUkrainaMariupolRusiaVladimir PutinVolodymyr Zelensky
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved