Konflik Rusia Vs Ukraina
Tak Rela McD Tutup, Pria di Rusia Ngamuk lalu Rantai Dirinya di Pintu Restoran
Seorang warga Rusia berbadan gemuk tak terima ketika restoran cepat saji McD di Rusia ditutup karena konflik Rusia-Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Sejak memulai invasi ke Ukraina, Rusia terus-terusan menerima sanksi ekonomi dari berbagai pihak.
Perusahaan-perusahaan multinasional yang ada di Rusia juga satu per satu mulai menutup bisnisnya, contohnya adalah restoran cepat saji asal Amerika Serikat (AS) McDonald's (McD).
Ditutupnya McD di Rusia ternyata menuai protes dari warga Rusia.

Baca juga: Sukarela Ikut Perangi Pasukan Rusia, Remaja di Ukraina Akui Tetap Tak Mau Mati demi Negaranya
Baca juga: Tak Gentar, Kakek Nenek Ukraina Omeli dan Usir 3 Tentara Rusia Bersenjata saat Masuk Halaman Rumah
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, beredar sebuah video menampilkan seorang pria di Rusia memprotes penutupan McD.
Pria yang diketahui bernama Luka Safronov itu melakukan protes sesaat sebelum McD ditutup.
Luka yang bertubuh gemuk itu melakukan aksi protes dengan cara merantai dirinya di pintu masuk McD.
Sambil marah-marah, Luka memprotes penutupan McD.
"Penutupan (ini) adalah tindakan kebencian terhadap saya dan warga yang lain," kata Luka.
Beberapa pelanggan McD lainnya tampak ramai mengunjungi McD sebelum restoran cepat saji itu ditutup.
Sejumlah warga lainnya tertawa melihat aksi Luka.
Pada akhirnya pihak kepolisian mengamankan Luka dan membawa pergi Luka dari McD.
McD diketahui memiliki total 850 cabang di Rusia dengan 62 ribu pegawai.
Untuk sementara ini, ratusan cabang McD di Rusia ditutup hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
CEO McD, Chris Kempckinski menyatakan penutupan McD di Rusia adalah hal yang benar untuk dilakukan.
"Mustahil untuk memprediksi kapan kita akan bisa membuka kembali restoran kita di Rusia," ujar Chris.
Chris menyatakan, sisi kemanusiaan juga akan menjadi pertimbangan McD apakah akan buka kembali di Rusia atau tidak.
Selain McD, perusahaan makanan dan minuman yang juga tutup di Rusia adalah Starbuck, dan Coca-Cola.
Sejumlah perusahaan multinasional di bidang lain seperti teknologi hingga fesyen juga ikut menutup bisnisnya di Rusia.
Baca juga: Diancam Pakai Tembakan Peringatan, Warga Ukraina Tetap Demo Tak Pedulikan Tank Rusia
Putin Haus Perang Gara-gara Efek Obat
Sebuah informasi yang berasal dari intelijen negara barat menyampaikan bahwa perilaku Presiden Rusia Vladimir Putin saat ini turut dipengaruhi oleh efek obat.
Putin disebut-sebut tengah menderita penyakit kanker dan sedang menjalani perawatan.
Media asal Inggris, The Sun menyampaikan bahwa aksi Putin menginvasi Ukraina adalah efek dari pengobatan kanker yang sedang dijalaninya.
Dikutip TribunWow.com, dideskripsikan oleh Thesun.co.uk, tanda-tanda kesehatan Putin yang memburuk terlihat dari foto Putin di mana wajahnya tampak membengkak.
The Sun turut menyoroti bagaimana Putin tampak menjaga jarak saat menerima tamu.
Tokoh senior yang tergabung dalam aliansi intelijen bernama Five Eyes meyakini bahwa Putin menginvasi Ukraina karena efek samping pengobatan yang tengah dijalani oleh Presiden Rusia tersebut.
Five Eyes sendiri merupakan aliansi intelijen yang beranggotakan Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat.
"Selama lima tahun belakangan ini, tampak ada perbuahan dalam cara Putin mengambil kebijakan," ujar sumber yang namanya dirahasiakan.
"Mereka yang berada di sekitar Putin melihat adanya perubahan."
Selain kemungkinan Putin menderita kanker, dugaan lainnya adalah Putin menderita penyakit yang menyerang otak seperti Parkinson atau demensia.
Di sisi lain, pensiunan Laksamana Angkatan Laut Kerajaan Inggris, Chris Parry, meyakini bahwa Putin mungkin sedang berjuang melawan kanker.
Kemungkinan, kondisi medis inilah yang mendorong keputusan untuk secara cepat melakukan invasi ke Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari NationalWorld, Rabu (9/3/2022), dalam seminar di Portsmouth Grammar School, Chris Parry menjelaskan prediksi tentang perang Rusia dan Ukraina.
Disebutkan bahwa Putin mungkin sedang berjuang melawan kanker, yang menjadi satu alasannya menginvasi Ukraina.
Hal ini merujuk beredarnya foto-foto Putin yang duduk di meja panjang saat menemui kepala negara atau stafnya.
Putin mengasingkan diri di ujung meja dan memberi jarak antara dirinya dan tamunya.
"Dia telah menggunakan meja yang sangat panjang ini untuk mewawancarai orang-orang,” kata Chris Parry.
"Saya pikir sistem kekebalannya mungkin tertekan saat ini."
"Jadi dia sedang terburu-buru," imbuhnya.
Pada bulan Februari Putin difoto tengah berbicara dengan presiden Prancis Emmanuel Macron di seberang meja berukuran 4 meter.
Tindakan ekstremnya telah memicu desas-desus bahwa pemimpin itu takut tertular Covid karena dia rentan terhadap infeksi parah.
Orang yang mengonsumsi obat penekan kekebalan, seperti pasien kanker atau mereka yang memiliki kondisi kronis, diketahui berisiko lebih tinggi tertular kasus Covid yang parah.
Ada spekulasi tentang apakah ini menjadi alasan Putin memisahkan diri dari para pemimpin asing dan bahkan rekan-rekannya sendiri
The Daily Star mengutip sumber intelijen AS yang mengklaim wajah Putin terlihat agak membengkak dalam foto-foto terbarunya.
Sumber yang tak disebutkan namanya itu mengatakan hal ini adalah efek samping dari obat kemoterapi atau steroid.
"Di masa lalu kami telah melihatnya tersenyum, tetapi pada tahun 2022, hanya sedikit fotonya yang tampak bahagia," ujar sumber tersebut.
"Penampilannya menunjukkan dia kesakitan dan orang-orang kami memprediksi ekspresi marah Putin kemungkinan besar karena ia merasa kesakitan."
"Orang-orang kami yakin dia sakit. Dia khawatir tentang Covid karena dia menjaga jarak dengan stafnya."
Hal senada diungkap Valery Solovei, ilmuwan politik dan mantan kepala Departemen Hubungan Masyarakat di Institut Hubungan Internasional Negara Moskow.
Sebelumnya, Solovei mengklaim Putin menderita kanker serta gejala Penyakit Parkinson.
Dia mengatakan Putin telah menjalani operasi darurat pada Februari 2020.
Sumber Rusia lainnya melanjutkan dengan mengklaim tindakan medis yang dilakukan Putin adalah operasi pengangkatan kanker perut.
Baca juga: Sosok 2 Master Perang Putin, Ahli Militer dan Konspirasi yang Pimpin Invasi Rusia ke Ukraina
Baca juga: Presiden Ukraina Zelensky Vs Presiden Rusia Putin, Mantan Komedian dan Eks KGB, Siapa Lebih Unggul?
Rusia Bantah Langgar Aturan Perang
Pada hari keenam konflik tepatnya Selasa (1/3/2022), Rusia melancarkan serangan roket di Kota Kharkiv, Ukraina yang menghancurkan gedung pemerintah hingga opera.
Pemerintah Ukraina menyatakan target yang diserang Rusia berada di area warga sipil dan bukanlah kombatan.
Dalam konflik yang dimulai sejak Kamis (24/2/2022), kini Rusia dicurigai oleh jaksa dari International Criminal Court (ICC) telah melakukan kejahatan perang saat melakukan operasi militer di Ukraina.
Dikutip dari RT.com, juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov kemudian menjawab pertanyaan jurnalis pada Selasa (1/3/2022) terkait kecurigaan jaksa ICC.
Dugaan Rusia melakukan kejahatan perang sebelumnya dilaporkan oleh pemerintah Ukraina.
Peskov tegas membantah Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina.
Ia juga membantah kabar pasukan Rusia telah memakai senjata yang dilarang seperti peluru cluster dan senjata thermobaric di Ukraina.
Peskov turut menegaskan soal pasukan militer Rusia yang tidak pernah mengincar warga sipil.
"Pasukan Rusia tidak menyerang warga sipil atau perumahan penduduk," ujar Peskov.
Peskov turut mengomentari bagaimana Amerika Serikat mengompori negara-negara lain untuk memberikan sanksi terhadap Rusia.
Sementara itu, sebuah serangan besar dilakukan pasukan militer Rusia pada Selasa (1/3/2022).
Setelah Presiden Rusia Vladimir Putin dituding pemerintah Ukraina melakukan kejahatan perang, sebuah roket menghantam bangunan di pusat Kota Kharkiv.
Serangan ini menghancurkan gedung opera, ruang konser, hingga gedung pemerintahan.
Pada video yang beredar tampak aktivitas di sekitar gedung sedang berlangsung normal.
Sejumlah kendaraan tampak lalu lalang seperti biasa.
Dikutip dari BBC.com, tak lama kemudian terekam oleh kamera CCTV yang terpasang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), sebuah roket milik Rusia jatuh dari atas dan meledakkan bangunan tersebut.
Seusai ledakan terjadi tampak bangunan yang jadi target Rusia mengalami kerusakan parah.
Kendaraan yang ada di luar turut menjadi korban ledakan tersebut.
Pejabat setempat menyatakan 10 warga Ukraina tewas dalam serangan roket tersebut sedangkan 35 lainnya luka-luka.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky langsung merespons serangan yang diluncurkan Rusia.
"Ini adalah teror terhadap Ukraina. Tidak ada target militer di sana," ungkap Zelensky.
Sebelum serangan pada hari Selasa, Kharkiv telah menerima rentetan serangan Rusia dan selama itu 16 orang telah tewas.
Direktur Penelitian European Expert Association memberikan tanggapan dan menyentil Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir akun Twitter pribadinya, @maria_avdv, Selasa (1/3/2022), membagikan video CCTV yang merekam serangan tersebut.
Peneliti dan analis senior yang sedang berada di Kharkiv itu, menampilkan kekacauan yang terjadi.
Terlihat bagian depan gedung pemerintahan Kharkiv yang berada di persimpangan jalan, meledak terkena hantaman artileri.
Di layar, tampak pengeboman tersebut terjadi pada sekitar pukul 08.00 waktu setempat.
Ketika ledakan terjadi, tampak sejumlah mobil tengah bergerak pelan melintasi depan gedung.
Sementara, asap hitam mengepul disertai jatuhnya puing-puing bangunan ke jalanan.
"Serangan rudal terhadap pemerintahan daerah Kharkiv, Sumska 64. Penembakan misil Grad di daerah pemukiman. Putin sekarang dalam perang total dengan Ukraina," tulis Maria.
Ia menyerukan agar informasi penyerangan Rusia terhadap Ukraina disiarkan secara luas ke penjuru dunia.
Disebutkan bahwa orang-orang yang berada di Ukraina mulai mengkhawatirkan kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya.
"Saya meminta wartawan asing untuk meliput sebanyak mungkin krisis kemanusiaan skala besar yang disebabkan oleh perang Putin di Ukraina. Perang berdampak pada semua orang di sini. Geografi konflik meluas, orang-orang mulai panik dengan kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka," cuit Maria. (TribunWow.com/Anung/Via)