Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Eks Menteri Rusia Sebut Putin Kini Justru Terancam Digulingkan Gara-gara Invasi Ukraina

Mantan menteri Rusia buka suara soal nasib Presiden Rusia Vladimir Putin ke depannya jika perang terus berlanjut.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
YouTube Ruptly
Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan pertemuan dengan Dewan Keamanan Rusia pada 21 Februari 2022. 

TRIBUNWOW.COM - Sudah dua minggu lebih konflik Rusia-Ukraina masih berlangsung, semenjak Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer spesial pada 24 Februari 2022 lalu.

Seiring berjalannya waktu dan konflik yang tak kunjung berhenti, Putin disebut-sebut kini terancam digulingkan.

Pernyataan ini disampaikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Rusia zaman Boris Yeltsin, yakni Andrei Kozyrev.

Barisan tank Rusia terpukul mundur saat bergerak di pinggiran Kiev, ibukota Ukraina, Kamis (10/3/2022). Satu diantaranya terdapat kendaraan TOS-1A, yang merupakan senjata thermobaric andalan Rusia.
Barisan tank Rusia terpukul mundur saat bergerak di pinggiran Kiev, ibukota Ukraina, Kamis (10/3/2022). Satu diantaranya terdapat kendaraan TOS-1A, yang merupakan senjata thermobaric andalan Rusia. (Capture Video Sky News)

Baca juga: Intelijen Ukraina Sebut Rusia Tembaki Rombongan Pengungsi Anak-anak dan Wanita hingga 7 Orang Tewas

Baca juga: 1 Jam Presiden Ukraina Berbicara dengan PM Israel, Zelensky Minta Dibantu Menyelamatkan Tawanan

Dikutip TribunWow.com dari metro.co.uk, Minggu (13/3/2022), sebuah laporan menyebut saat ini mulai muncul orang-orang di lingkar Putin dalam yang tidak senang dan marah atas tindakan Putin menginvasi Ukraina.

Kozyrev mengatakan, saat ini Putin terancam diberhentikan dan paling parah tewas dibunuh.

Kemudian Kozyrev mengungkit era pemerintahan Boris Yeltsin yang mana banyak pihak yang berupaya menggulingkan pemerintahan Boris Yeltsin pada saat itu.

"Bahkan di zaman Uni Soviet, ada banyak upaya (percobaan pembunuhan): Stalin sempat diracuni," ujar Kozyrev.

Kozyrev meyakini saat ini pihak internal yang tidak senang terhadap Putin akan semakin banyak dan dapat berakibat buruk terhadap Putin.

"Saya tidak tahu akan seperti apa tetapi sejarah Rusia selalu penuh dengan kejadian tidak terduga," ujarnya.

Diketahui selama dua minggu lebih melakukan invasi ke Ukraina, Rusia terus-terusan menerima serangan di sektor ekonomi berupa sanksi dari negara hingga perusahaan multi nasional.

Selain serangan sanksi, hubungan Rusia dengan negara-negara barat semakin memburuk, belum lagi para konglomerat asal Rusia juga terkena imbas.

Christopher Steele, seorang mantan intelijen Inggris meyakini konflik yang terjadi di Ukraina justru akan menjadi awal bagi kejatuhan rezim Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, ia meyakini nasib Putin akan berakhir mengenaskan.

Steele yang merupakan mantan agen M16 menyebut Putin telah melakukan hal yang di luar kemampuannya.

Saat ini, sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia disebut akan memicu kejatuhan Putin.

"Pada akhirnya ekonomi lah yang akan menghentikan Rusia dan kemungkinan akan berujung pada jatuhnya rezim ini (Putin) cepat atau lambat," ujar Steele.

Steele kemudian menjawab kemungkinan adanya orang dekat Putin yang akan berkhianat.

Ia mengatakan, selama ini Putin sangat waspada terhadap sekitarnya, namn kemungkinan itu tetap ada.

Steele lalu menjelaskan bahwa Putin tidak akan lagi bisa terlibat dalam politik internasional.

"Menurut saya, sayangnya dalam waktu dekat ini kita akan melihat pasukan Rusia yang semakin brutal di Ukraina," ujarnya.

"Tetapi dalam jangka panjang, sanksi ekonomi dan isolasi baik budaya maupun ekonomi di dunia ini akan berujung pada perubahan rezim di Rusia," pungkasnya.

Dapatkah Putin Dituntut?

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyerukan bahwa serangan Rusia ke RS Bersalin Mariupol merupakan kejahatan perang.

Selain itu, Rusia yang mendapat instruksi dari kepala negaranya, juga diduga memakai peralatan perang yang dilarang.

Lantas, apakah Presiden Rusia Vladimir Putin yang menginisiasi perang tersebut bisa diadili sebagai penjahat perang?

Dilansir TribunWow.com dari BBC News, Kamis (10/3/2022), negara-negara dunia mengakui adanya peraturan perang.

Aturan tersebut tak dapat dilanggar lantaran berkaitan dengan urusan kemanusiaan.

Antara lain adalah ketentuan bahwa warga sipil tidak dapat dengan sengaja diserang, begitu pula infrastruktur yang vital bagi kelangsungan hidup mereka.

Beberapa senjata juga dilarang karena mengakibatkan penderitaan mengerikan, seperti misalnya ranjau darat anti-personil dan senjata kimia atau biologi.

Orang sakit dan terluka harus dirawat, termasuk tentara yang terluka, yang memiliki hak sebagai tawanan perang.

Undang-undang lain melarang penyiksaan dan genosida atau upaya yang disengaja untuk menghancurkan sekelompok orang tertentu.

Pelanggaran serius selama perang seperti pembunuhan, pemerkosaan atau penganiayaan massal terhadap suatu kelompok, dikenal sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Adapun tanggung jawab terhadap penegakan peraturan tersebut saat ini dipegang oleh International Criminal Court (ICC) dan International Court of Justice (ICJ).

ICJ dapat mengatur perselisihan antar negara, tetapi tidak dapat menuntut individu.

Ukraina telah mendaftarkan kasus dugaan kejahatan perang terhadap Rusia atas invasi di badan tersebut.

Jika ICJ memutuskan melawan Rusia, tugas menegakkan penilaian itu akan jatuh ke Dewan Keamanan PBB (DK PBB).

Tetapi Rusia sebagai salah satu dari lima anggota tetap DK PBB dapat memveto proposal apa pun untuk membatalkannya.

Sementara itu, ICC dapat mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk membawa individu yang terbukti bersalah ke pengadilan di Den Haag.

Di sinilah batasan praktis atas kekuasaan pengadilan menjadi jelas.

Pengadilan tidak memiliki kepolisian sendiri dan bergantung pada negara yang memiliki kekuatan untuk menangkap tersangka.

Jauh lebih mudah untuk menyematkan kejahatan perang pada seorang prajurit yang melakukannya, daripada para pemimpin yang memerintahkan mereka untuk menembak.

Tetapi ICC juga dapat menuntut pelanggaran atas dugaan melancarkan perang agresif.

Ini adalah kejahatan invasi atau konflik yang tidak dapat dibenarkan, di luar tindakan militer yang dapat dibenarkan untuk membela diri.

Profesor Philippe Sands QC, seorang ahli hukum internasional di University College London, mengatakan ICC tidak dapat menuntut para pemimpin Rusia atas pelanggaran ini karena negara tersebut bukan anggota ICC.

Secara teori, Dewan Keamanan PBB dapat meminta ICC untuk menyelidiki pelanggaran ini.

Tapi sekali lagi, Rusia bisa memveto ini sebagai salah satu dari lima anggota tetap dewan.

Dan akan lebih sulit lagi untuk membawa Putin ke pengadilan dan menyatakannya sebagai penjahat perang.

Baca juga: Senjata Thermobaric Rusia Terekam Kamera, Ikut Balik Arah saat Dipukul Mundur Pasukan Ukraina

Baca juga: Ditanya Wartawan Alasan Bombardir Rumah Bersalin di Ukraina, Ini Jawaban Rusia

Rusia Bantah Langgar Aturan Perang

Pada hari keenam konflik tepatnya Selasa (1/3/2022), Rusia melancarkan serangan roket di Kota Kharkiv, Ukraina yang menghancurkan gedung pemerintah hingga opera.

Pemerintah Ukraina menyatakan target yang diserang Rusia berada di area warga sipil dan bukanlah kombatan.

Dalam konflik yang dimulai sejak Kamis (24/2/2022), kini Rusia dicurigai oleh jaksa dari International Criminal Court (ICC) telah melakukan kejahatan perang saat melakukan operasi militer di Ukraina.

Dikutip dari RT.com, juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov kemudian menjawab pertanyaan jurnalis pada Selasa (1/3/2022) terkait kecurigaan jaksa ICC.

Dugaan Rusia melakukan kejahatan perang sebelumnya dilaporkan oleh pemerintah Ukraina.

Peskov tegas membantah Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina.

Ia juga membantah kabar pasukan Rusia telah memakai senjata yang dilarang seperti peluru cluster dan senjata thermobaric di Ukraina.

Peskov turut menegaskan soal pasukan militer Rusia yang tidak pernah mengincar warga sipil.

"Pasukan Rusia tidak menyerang warga sipil atau perumahan penduduk," ujar Peskov.

Peskov turut mengomentari bagaimana Amerika Serikat mengompori negara-negara lain untuk memberikan sanksi terhadap Rusia.

Sementara itu, sebuah serangan besar dilakukan pasukan militer Rusia pada Selasa (1/3/2022).

Setelah Presiden Rusia Vladimir Putin dituding pemerintah Ukraina melakukan kejahatan perang, sebuah roket menghantam bangunan di pusat Kota Kharkiv.

Serangan ini menghancurkan gedung opera, ruang konser, hingga gedung pemerintahan.

Pada video yang beredar tampak aktivitas di sekitar gedung sedang berlangsung normal.

Sejumlah kendaraan tampak lalu lalang seperti biasa.

Dikutip dari BBC.com, tak lama kemudian terekam oleh kamera CCTV yang terpasang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), sebuah roket milik Rusia jatuh dari atas dan meledakkan bangunan tersebut.

Seusai ledakan terjadi tampak bangunan yang jadi target Rusia mengalami kerusakan parah.

Kendaraan yang ada di luar turut menjadi korban ledakan tersebut.

Pejabat setempat menyatakan 10 warga Ukraina tewas dalam serangan roket tersebut sedangkan 35 lainnya luka-luka.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky langsung merespons serangan yang diluncurkan Rusia.

"Ini adalah teror terhadap Ukraina. Tidak ada target militer di sana," ungkap Zelensky.

Sebelum serangan pada hari Selasa, Kharkiv telah menerima rentetan serangan Rusia dan selama itu 16 orang telah tewas.

Direktur Penelitian European Expert Association memberikan tanggapan dan menyentil Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir akun Twitter pribadinya, @maria_avdv, Selasa (1/3/2022), membagikan video CCTV yang merekam serangan tersebut.

Peneliti dan analis senior yang sedang berada di Kharkiv itu, menampilkan kekacauan yang terjadi.

Terlihat bagian depan gedung pemerintahan Kharkiv yang berada di persimpangan jalan, meledak terkena hantaman artileri.

Di layar, tampak pengeboman tersebut terjadi pada sekitar pukul 08.00 waktu setempat.

Ketika ledakan terjadi, tampak sejumlah mobil tengah bergerak pelan melintasi depan gedung.

Sementara, asap hitam mengepul disertai jatuhnya puing-puing bangunan ke jalanan.

"Serangan rudal terhadap pemerintahan daerah Kharkiv, Sumska 64. Penembakan misil Grad di daerah pemukiman. Putin sekarang dalam perang total dengan Ukraina," tulis Maria.

Ia menyerukan agar informasi penyerangan Rusia terhadap Ukraina disiarkan secara luas ke penjuru dunia.

Disebutkan bahwa orang-orang yang berada di Ukraina mulai mengkhawatirkan kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya.

"Saya meminta wartawan asing untuk meliput sebanyak mungkin krisis kemanusiaan skala besar yang disebabkan oleh perang Putin di Ukraina. Perang berdampak pada semua orang di sini. Geografi konflik meluas, orang-orang mulai panik dengan kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka," cuit Maria. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyMenteri Luar Negeriinvasi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved