Konflik Rusia Vs Ukraina
Solusi Putin Atasi Anjloknya Ekonomi Rusia, Terapkan Langkah Darurat Lawan Sanksi Invasi Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin menerapkan kebijakan darurat untuk menanggulangi krisis ekonomi negaranya.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin menerapkan kebijakan darurat untuk menanggulangi krisis ekonomi negaranya.
Hal ini terjadi akibat sanksi keras yang diterapkan negara-negara dunia atas invasi Rusia ke Ukraina.
Meski terus menderita kerugian setiap detiknya, Putin nekat menjalankan aksi menguasai negara pimpinan Presiden Volodymyr Zelensky tersebut.

Baca juga: Konvoi Besar-besaran Militer Rusia Terlacak Satelit, Siap Invasi Ukraina di Tengah Upaya Damai
Baca juga: China Menentang Sanksi Global terhadap Rusia, Sebut Ciptakan Masalah Baru pada Krisis Ukraina
Dilansir media Rusia The Moscow Times, Senin (28/2/2022), pemerintah melarang penduduk mentransfer uang ke luar negeri.
Hal ini sebagai bagian dari langkah-langkah untuk menopang nilai rubel yang telah anjlok akibat sanksi Barat atas invasi Rusia ke Ukraina.
Langkah dramatis itu diperkenalkan sebagai bagian dari paket tindakan darurat untuk menopang ekonomi Rusia yang babak belur.
Larangan ini berlaku untuk mencakup perusahaan dan individu, melarang siapa pun mengirim uang tunai ke rekening asing.
Langkah itu diklaim tidak mempengaruhi pembayaran utang luar negeri, kata Bank Sentral dalam sebuah pernyataan setelah pengumuman tersebut.
“Putin sendiri sekarang memutuskan Rusia dari pasar modal internasional untuk waktu yang sangat lama. Biaya pembiayaan Rusia akan tetap tinggi untuk waktu yang lama – bahkan China tidak akan meminjamkan,” kata analis Timothy Ash, spesialis utang pemerintah Rusia.
Langkah-langkah tersebut berlaku mulai Selasa (1/3/2022), yang akan mengisolasi perekonomian negara itu dari seluruh dunia.
Kebijakan ini diumumkan ketika UE dan Inggris memberikan rincian lebih lanjut tentang sanksi yang akan dijatuhkan, termasuk larangan penuh untuk bertransaksi dengan Bank Sentral Rusia.
Adapun lebih dari setengah cadangan internasional Rusia dibekukan sebagai akibat dari pembatasan yang dilakukan UE, AS, Inggris, Jepang, dan Swiss.
Sebuah keputusan yang ditandatangani oleh Putin juga mengatakan bahwa eksportir akan diminta untuk memegang setidaknya 80% dari pendapatan mereka dalam rubel, menyusul pengumuman sebelumnya oleh Kementerian Keuangan.
Paket kebijakan ini adalah kontrol mata uang paling ketat yang pernah dilakukan Rusia dalam beberapa dekade.
Bank Sentral juga melarang orang asing menjual saham di perusahaan yang terdaftar di Rusia dan menaikkan suku bunga menjadi 20% pada hari Senin dalam langkah lain yang dirancang untuk menopang mata uang yang sedang anjlok.
Namun, kebijakan ini dinilai belum cukup untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di Rusia.
Mengingat pemerintah global telah memutus akses Rusia untuk dapat melakukan transaksi internasional.
Baca juga: Viral Aksi Tentara Rusia Diduga Menjarah Bank dan Toko Kelontong di Ukraina, Lihat Videonya
Baca juga: Kekuatan Nuklir Rusia Dalam Kondisi Siaga Satu, Siap Menyerang Ukraina di Tengah Upaya Perdamaian
Bom Atom Ekonomi Dijatuhkan ke Rusia
Aliansi negara Sekutu mengenakan sanksi ekonomi yang semakin keras terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.
Target terbarunya melibatkan pelarangan akses Rusia ke SWIFT, singkatan dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication.
Hal ini menjadi sanksi ekonomi terbesar hingga disebut sebagai bom nuklir untuk melumpuhkan sistem keuangan Rusia.
Dilansir ABC News, Minggu (27/2/2022), Amerika dan sejumlah negara lain telah menyetujui pembatasan akses Rusia ke SWIFT.
Pasalnya, Presiden Rusia Vladimir Putin masih enggan menarik pasukannya dari Ukraina.
Adapun SWIFT adalah sistem pengiriman pesan yang didirikan pada tahun 1973 yang memungkinkan lembaga keuangan besar untuk saling mengirim uang.
Sistem yang berbasis di Belgia ini digunakan oleh lebih dari 11 ribu bank dan lembaga keuangan di lebih dari 200 negara dan wilayah, termasuk Rusia.
SWIFT menangani 42 juta pesan sehari, memfasilitasi transaksi senilai triliunan dolar.
Menurut Financial Times, Rusia menyumbang 1,5% dari transaksi SWIFT pada tahun 2020.
Pada Sabtu (26/2/2022) malam, Gedung Putih mengumumkan bahwa AS akan memutuskan beberapa bank Rusia dari SWIFT dalam kemitraan dengan Komisi Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Inggris dan Kanada.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis, pihak Amerika menyebut bahwa tindakan ini akan melumpuhkan sistem finansial Rusia.
"Melakukan tindakan pembatasan yang akan mencegah Bank Sentral Rusia menyebarkan cadangan internasionalnya dengan cara yang merusak dampak sanksi dari kami," bunyi pernyataan tersebut.
"Ini akan memastikan bahwa bank-bank ini terputus dari sistem keuangan internasional dan membahayakan kemampuan mereka untuk beroperasi secara global."
Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan bahwa Uni Eropa akan ikut memilah bank mana saja yang diputus dari SWIFT.
Beberapa ahli percaya bahwa memberikan sanksi kepada bank seperti yang telah dilakukan AS dan sekutu sejauh ini adalah cara yang efektif untuk membekukan aset Rusia.
Pasalnya, jika tidak ada uang untuk dipindahkan, sistem transaksi Rusia ke luar akan menjadi kacau.
Di sisi lain, negara-negara Eropa kemungkinan akan menghadapi dampak negatif terhadap ekonomi mereka sendiri dari sanksi SWIFT.
Jerman, khususnya, yang selama ini memiliki ketergantungan pada pasokan gas dan minyak Rusia. (TribunWow.com)