Terkini Nasional
Gus Yahya dan Aqil Siradj Resmi Jadi Caketum PBNU, Sosok Ini Unggul 100 Suara Lebih
Proses pengambilan suara untuk memilih Ketua Umum PBNU periode 2021-2026 telah dimulai
Penulis: anung aulia malik
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Pada Jumat (24/12/2021) pagi ini, telah dimulai penghitungan suara untuk memilih Ketua Umum PBNU periode 2021-2026.
Diketahui dua kandidat yang bertarung adalah KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholil Staquf.
Pengambilan suara dilakukan di ruang sidang pleno GSG Unila, Lampung.

Baca juga: Sempat Dikabarkan Ricuh, Ketua PWNU Lampung Sebut Muktamar NU Berjalan Lancar: Perdebatan Hal Biasa
Dikutip dari Tribunnews.com, sebelumnya dalam proses pemilihan Calon Ketua Umum PBNU, nama KH Yahya alias Gus Yahya lebih unggul hingga di atas 100 suara dibandingkan Said Aqil.
Diketahui KH Yahya Cholil Staquf mengantongi 327 suara, kemudian disusul KH Said Aqil Siradj yang mendapatkan 203 suara, dan KH As'ad Said Ali mendapat 17 suara.
Kini pada Jumat (24/12/2021), voting akan dilakukan untuk memilih antara Gus Yahya atau Said Aqil untuk menjadi ketum PBNU yang baru.
Said Aqil menyampaikan, dirinya akan legowo apapun hasilnya nanti.
"Dengan ini dan berdasarkan suara hadirin maka saya bersedia melanjutkan proses pemilihan. Fastabiqul khoirot, apapun hasilnya harus kita terima dengan legowo," kata Said Aqil.
"Dengan ini saya menyatakan kesediaan sebagai calon ketua PBNU dan saya bersedia melanjutkan proses pemilihan," kata Yahya Staquf.
Diketahui, pemilihan Caketum PBNU ditentukan oleh 587 suara gabungan dari PWNU, PCNU, dan PCINU.
587 suara tersebut telah disalurkan menggunakan kertas tertulis yang dimasukan dalam kota suara.
Untuk bisa maju menjadi Caketum PBNU, tokoh yang diajukan harus mendapat minimal 99 suara.
Said Aqil Ungkit FPI dan HTI
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj digadang-gadang bakal kembali memimpin PBNU untuk periode 2021-2026.
Dari rilis yang diterkma TribunWow.com, Said sendiri telah menyatakan siap dicalonkan kembali menjadi Ketum PBNU dalam Muktamar ke-34 NU.
Dalam pidato pembukaan Muktamar ke-34 NU, Rabu (22/12/2021) di Lampung Tengah, Said mengungkit soal sikap NU terhadap Hizbut Tahrir (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Dalam pidato Said yang diterima oleh TribunWow.com, awalnya Said menjelaskan bagaimana pengalaman dirinya belasan tahun hidup di Arab.
Baca juga: Habib Bahar Terus Tertawa Bahas Viral Video di Jacuzzi: Saya di Situ Pakai Sarung, Baju
Ia membandingkan perbedaan mencolok tentang ulama di negara-negara Arab dan di Indonesia.
Perbedaan yang dimaksud oleh Aqil adalah hanya di Indonesia ulama memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
Said menyebut, tidak adanya rasa nasionalisme itu turut menyumbang terjadinya konflik di negara-negara timur tengah.
"Di Timur Tengah, tak banyak kita jumpai ulama yang nasionalis, sebagaimana sangat jarang kita temukan kaum nasionalis yang
sekaligus ulama.
Sebagai akibatnya, nasionalisme dan agama seringkali bertentangan lalu lahirlah satu demi satu konflik-konflik sektarian. Apa yang kita saksikan di Palestina, Myanmar, Rohingya, Israel, Somalia, Suriah, Yaman, hingga Afghanistan adalah rangkaian ketidaktuntasan menjawab tantangan zaman."
Said kemudian mengungkit upaya NU bersikap tawasuth atau moderat dan berusaha memoderasi kutub-kutub ekstrem di Indonesia, di antaranya HTI dan FPI.
"Nasionalisme dan Agama adalah dua kutub yang salingmenguatkan. Keduanya jangan dipertentangkan. Demikianlah
pusaka wasiat dari Hadratussyaikh Kyai Hasyim Asy’ari yang diamini dan disuarakan ribuan ulama Pesantren.
Dan dengan demikian kita mengerti bahwa ujian atas sikap tawasuth, ujian memoderasi polarisasi dua kutub ekstrim, memang sudah khas NU sejak awal mula pendiriannya.
Mereka yang tidak faham sikap tegas NU atas HTI maupun FPI barangkali memang belum mengerti betapa berat amanah memoderasi kutub-kutub ekstrim di negeri ini.
Bagi NU dan Pesantren, menjaga NKRI adalah amanah karena hanya dengan bersetia kepada konstitusi, tatanan bersama dapat terselenggara."
Said lalu menjelaskan bagaimana sulitnya bersikap tawasuth karena harus memiliki kecakapan antara pengetahuan dan kebijaksanaan.
"Tawasuth mempersyaratkan kecakapan pengetahuan dan kebijaksanaan. Dua hal ini lah yang diteladankan para Imam Mazhab dan Ulama-ulama kita. Sementara untuk menjadi ekstrimis, seseorang cukup bermodalkan semangat dan fanatisme buta." (TribunWow.com/Anung)
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Muktamar NU 2021, Said Aqil dan Yahya Cholil Siap Lanjutkan Proses Pemilihan Lewat Voting