Breaking News:

Terkini Daerah

Dalami Pesantren HW, Jaksa Bahas Metode Pembelajaran hingga Dugaan Penyelewengan Bansos di Sidang

Jaksa, kembali mendalami kasus HW termasuk hal lain yang ada di luar pelanggaran undang-undang anak.

Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Lailatun Niqmah
Tribun Jabar/Nasmi Abdurrahman
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N. Mulyana menyebut kasus guru rudapaksa santriwati bisa digolongkan sebagai kejahatan kemanusiaan, di Kota Bandung, Jawa Barat. Kamis (9/12/2021). Dirinya kembali melakukan pendalaman terkait kasus HW di sidang, Selasa (21/12/2021). 

TRIBUNWOW.COM - Sidang lanjutan  kasus HW (36), guru yang melakukan rudapaksa terhadap 13 santriwati kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (21/12/2021).

Jaksa, kembali mendalami kasus HW termasuk hal lain yang ada di luar pelanggaran undang-undang anak.

"Kami tanyakan seluruhnya. Tidak hanya soal tindak pidana pada anak-anak itu," ucap Kepala Jaksa Tinggi Jawa Barat Asep N Mulyana saat di lokasi, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Awal Kasus Guru Rudapaksa 21 Santri Terungkap, Ayah Curiga Lihat Tubuh Korban: Kok Jalannya Gini

Baca juga: Ramai Dugaan Penyelewengan Dana Bansos Pesantren, Kasus HW Bakal Dikembangkan Polisi

"Tapi termasuk penggunaan bansos sekaligus kami tanyakan dan periksa soal metode pembelajaran bagaimana mekanisme pembelajaran dan kurikulum disana. Termasuk evaluasi yang dilakukan tempat pendidikan tersebut."

Dirinya, menemukan fakta baru di mana, HW diduga melakukan penggelapan dana bantuan dari pemerintah untuk pesantrennya.

Hal tu, bisa dikejar untuk melakukan pengembangan kasus dan memunculkan pidana baru.

"Ada beberapa, ada dalam bentuk program indonesia pintar dan lainnya. Yang bersangkutan mengajukan atas nama anak-anak kemudian menerima bansos dan ditarik untuk digunakan kepentingan bersangkutan. Nanti saya sampaikan saat prosecutor," terang Asep.

Hingga persidangan kedelapan ini, sudah ada 18 saksi yang dipanggil untuk menjadi saksi persidangan. 

Kini, jaksa meminta agar proses pemeriksaan saksi dipercepat. 

"Jadi hari Senin-Kamis, di samping itu karena dua orang saksi aja lama waktunya, maka kami sudah diklasterkan, sesuai hukum acara, dan kita hormati tata cara," katanya, dikutip dari Tribun Jabar.

Baca juga: Belum Selesai di Bandung, Kasus Santri Jadi Korban Rudapaksa Terjadi di Tasikmalaya, Korban 9 Orang

Pemeriksaan saksi akan dilakukan dengan klaster-klaster dan dilakukan secara maraton. 

Asep menyatakan hal itu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari persidangan. 

"Di klaster-klaster nanti, seperti bidan, klaster PNS, dan klaster lainnya kami periksa bersamaan. Supaya kami tidak berulang-ulang, dan supaya cepat," ujar Asep.

Dalam klasterisasi saksi, pihaknya memastikan bahwa saksi korban dan saksi di bawah umur lainnya sudah selesai. 

Sebagai informasi, di sidang kali ini Asep N Mulyana turun langsung untuk menjadi JPU. 

Kemudian, sidang kali ini dipimpin oleh Majelis Hakim Yohannes Purnomo Suryo Ali.

Ingin Pelaku Dihukum Mati

Di luar persidangan, pengacara 11 korban menyatakan bahwa pihak keluarga korban menginginkan agar korban dituntut hukuman mati. 

Namun, hal itu tidak bisa diwadahi dalam pasal-pasal yang tertuang dalam tuntutan jaksa.

"Korban menginginkan pelaku ini dijerat dengan hukuman mati sesuai dengan undang-undang perlindungan anak perubahan kedua," ujar Yudi. 

Dalam pasal yang didakwakan jaksa, terdakwa maksimal bisa dihukum hingga 20 tahun. 

Sedangkan dalam perubahan kedua undang-undang perlindungan anak yang diharapkan Yudi, pelaku bisa terkena hukuman mati dan terdapat ancaman hukuman kebiri.

"Dalam perubahan kesatu enggak ada hukuman mati atau kebiri. Ancaman 15 tahun dan di dalam pasal 81 ayat 3 ada pemberatan karena pelaku adalah guru, jadi ancaman hukuman 20 tahun," katanya. 

"Mudah-mudahan dalam tuntutan diterapkan itu," ucapnya. 

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Herry dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primernya. 

Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

"Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak, ancamannya pidana 15 tahun. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat, Riyono. (TribunWow.com/Afzal Nur Iman)

Baca Artikel Terkait Lainnya

Artikel ini diolah dari Tribun Jabar yang berjudul Keluarga Korban Minta Herry Wirawan Dihukum Mati, Namun Jaksa Cuma Beri Tuntutan Penjara Segini dan Kompas.com yang berjudul Sidang Herry Wirawan, Jaksa Bahas Pelanggaran UU Anak, Penyalahgunaan Bansos, hingga Metode Pembelajaran

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved