Breaking News:

Terkini Daerah

Pakar Soroti Tanggungjawab HW, Ungkap Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa

Nasib anak yang dilahirkan oleh sejumlah santriwati korban rudapaksa HW, pemimpin pondok pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat menuai sorotan.

Editor: Mohamad Yoenus
youtube metrotvnews
HW (36), guru di Bandung yang merudapaksa 21 santriwatinya hingga melahirkan bayi. 

TRIBUNWOW.COM - Nasib anak yang dilahirkan oleh sejumlah santriwati korban rudapaksa HW, pemimpin pondok pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat menuai sorotan.

Satu di antaranya, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mudzakkir ikut menyoroti hal tersebut.

Menurut Prof Mudzakkir, nasib anak tersebut merupakan tanggung jawab HW, tetapi dalam bentuk putusan di pengadilan.

Misalnya, anak tersebut dibesarkan dengan harta kekayaan dari pelaku pemerkosaan.

Prof Mudzakkir (Guru Besar UII/ Pakar Hukum Pidana) hadir sebagai narasumber Talkshow Akhir Pekan Terhangat Polemik Trijaya Network mengambil Topik KPK UU Baru, Komisioner Baru, Gebrakan Baru, Sabtu (11/1/2020) berlangsung di Hotel Ibis Tamarin, Jl Wahid Hasyim 77 Menteng-Jakarta Pusat. TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Prof Mudzakkir (Guru Besar UII/ Pakar Hukum Pidana) hadir sebagai narasumber Talkshow Akhir Pekan Terhangat Polemik Trijaya Network mengambil Topik KPK UU Baru, Komisioner Baru, Gebrakan Baru, Sabtu (11/1/2020) berlangsung di Hotel Ibis Tamarin, Jl Wahid Hasyim 77 Menteng-Jakarta Pusat. TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Baca juga: Kasus Guru Ngaji Rudapaksa 21 Santriwati di Bandung, KPAI Singgung Kecurigaan soal Bisnis, Apa?

"Terkait dengan bayi-bayi yang dilahirkan, itu juga tanggung jawab terdakwa tapi itu harus dalam bentuk putusan pengadilan."

"Jadi misalnya keputusan pengadilan wajib memelihara anak yang diambilkan dari harta kekayaan terdakwa," kata Prof Mudzakkir, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Minggu (12/12/2021).

Prof Mudzakkir juga menyebut, tanggung jawab soal anak bisa disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kepada jaksa penuntut umum.

Nantinya, koordinasi dari kedua belah pihak bisa meminta agar anak yang lahir menjadi tanggung jawab HW yang diambil dari harta kekayaannya.

"Saya kira itu bisa dihubungkan melalui LSPK atau jaksa penuntut umum juga bisa."

"Mungkin bisa koordinasi agar anak yang lahir nanti itu menjadi tanggung jawab terdakwa yang diambil dari harta kekayaan terdakwa," jelasnya.

Di sisi lain, Prof Mudzakkir juga menyoroti soal kerugian psikis dan materiil para santriwati yang menjadi korban pemerkosaan HW sejak 2016 hingga 2021ini.

Menurutnya, para korban bisa menuntut ganti rugi tersebut melalui harta kekayaan pelaku.

"Menurut saya lihat kekayaan yang dimiliki oleh terdakwa, kalau misal terdakwa punya harta kekayaan itu bisa dibebankan kepada terdakwa yang namanya disebut sebagai ganti kerugian yang diderita oleh para korban-korban itu."

"Jadi (ganti rugi, red) terhadap korban di satu sisi, dan kedua terhadap anak korban di sisi yang lain," ungkapnya.

Baca juga: Pria 60 Tahun Rudapaksa Remaja, Korban Dicegat saat Pulang Ngaji, Terbongkar setelah Melahirkan

Fakta Baru Aksi HW

Sebelumnya diberitakan Tribun Jabar, kasus guru bejat yang merudapaksa para santriwatinya di Pesantren Manarul Huda Antapani masih jadi pembicaraan masyarakat.

Aksi bejat guru tersebut dilakukan sejak 2016 di sebuah Pesantren Boarding School di Cibiru.

Jumlah korbannya ada 21 santri dan delapan di antaranya hamil.

Kasus ini ditangani Polda Jabar dan sudah bergulir di Pengadilan Negeri Bandung sejak November 2021.

Namun, publik baru tahu kasus ini sejak 7 Desember setelah viral di media sosial.

Baca juga: Aksinya Direkam, Guru Ngaji Ketahuan Cabuli 3 Bocah, Akui Cari Pelampiasan akibat Tak Dilayani istri

Korban Dipekerjakan sebagai Kuli Bangunan

Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut mengatakan, para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.

Saat ini, Diah mengatakan mendampingi dan memberikan perlindungan pada 29 orang di mana 12 orang di antarnaya di bawah umur.

"Dari 12 orang santriwati di bawah umur, 7 di antaranya melahirkan anak pelaku," kata dia.

Diah juga menyebut Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku.

Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas.

Baca juga: Detik-detik Mobil Ambulans Bawa Jenazah Terperosok Jatuh ke Kolam, Tak Kuat Lewat Jalan Tanjakan

Tempat Khusus bagi Korban yang Hamil

HW juga memperlakukan korban-korbannya tak manusiawi.

Korban yang kebanyakan masih di bawah umur harus melakukan hal-hal baru yang seharusnya tak dialami oleh anak seusianya.

Ternyata korban yang hamil di minta tinggal di suatu tempat khusus sampai kondisinya pulih kembali.

Menurut Diah, selain tempat mereka belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.

Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.

"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," katanya.

Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.

Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak.

"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku," katanya.

Doktrin dan Bisikan agar Korban Menurut

Dalam berkas dakwaan, HW kerap melakukan perbuatannya di kamar rumah tersebut.

HW memang memiliki kamar tidur di lantai bawah.

Saat melancarkan aksinya, HW selalu melakukan dengan bujuk rayu dan berpura-pura memanggil santriwatinya ke kamar.

Harry meminta dipijat atau sekadar berbincang.

Meski korbannya sudah menangis ketakutan, HW tetap merudapaksa korbannya.

HW, yang mengaku sebagai guru ngaji itu, selalu membisikkan sesuatu bila korbannya menolak.

"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau."

"Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai Tribunjabar.id.

Setelah dibisikkan, korban lalu mau melayani HW.

Tak sampai di situ saja, bila korban tetap menolak, HW selalu melontarkan ucapan manis.

"Jangan takut, enggak ada seorang ayah yang akan menghancurkan masa depan anaknya," rayu HW seperti yang tercantum dalam dakwaan.

Karena perbuatan bejatnya itu, empat korbannya hamil dan melahirkan.

Ada sembilan bayi yang dilahirkan akibat pemerkosaan yang dilakukan HW.

Dia meyakinkan korban yang hamil akibat nafsu bejatnya dengan berjanji akan merawat anak-anak hasil perudapaksaan.

"Biarkan dia lahir ke dunia, Bapak bakal biayai sampai kuliah, sampai dia sudah mengerti, kita berjuang bersama-sama," katanya.

Kepada para korbannya, HW menanamkan doktrin bahwa guru harus selalu ditaati.

"Guru itu Salwa Zahra Atsilah, harus taat kepada guru," kata HW seperti dikutip dari berkas dakwaan. (Tribunnews.com/Maliana, TribunJabar.id)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kata Pakar soal Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa HW

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
rudapaksaSantriwatiBandungJawa BaratMelahirkan
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved