Breaking News:

Terkini Daerah

Bohongi Warga, Santriwati Korban Rudapaksa Karang Cerita untuk Tutupi Kebejatan Guru

Mulai dari masyarakat hingga Anggota DPR RI kompak meminta guru cabul di Bandung diberikan hukuman berat seperti kebiri.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
KOMPAS.COM/ARI MAULANA KARANG
Ketua P2TP2A Garut Diah Kurniasari Gunawan yang juga istri Bupati Garut Rudy Gunawan saat ditemui di Kantor P2TP2A Garut, Jumat (10/12/2021) malam 

TRIBUNWOW.COM - Perhatian publik saat ini masih tertuju kepada kasus rudapaksa yang dilakukan oleh seorang guru pesantren berinisial HW (36) di Bandung, Jawa Barat.

Korban rudapaksa HW yang tadinya berjumlah 12 orang kini bertambah menjadi 21 orang.

Dari total 21 santriwati, HW sudah memiliki sembilan anak hasil rudapaksa korban.

HW, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi.
HW, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi. (ist/tribunjabar)

Baca juga: Kesaksian Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren, Baju Disobek Pelaku Gara-gara Menolak

Baca juga: Guru Agama di Cilacap Merasa Berdosa Cabuli 15 Siswi SD, Beraksi di Kelas saat Istirahat

Dikutip dari Kompas.com, sebelum kasus ini terungkap, para santriwati masih hidup sengsara seusai melahirkan.

Mereka dipaksa hidup mandiri di bangunan yang disediakan oleh tersangka.

Diketahui ada dua tempat yang digunakan untuk tempat tinggal para santriwati.

Tempat pertama digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

Kemudian tempat kedua adalah sebuah tempat khusus yang disebut dengan nama basecamp.

Di dalam basecamp, para bayi santriwati dijadikan satu.

Korban yang baru saja melahirkan juga ditempatkan di sana untuk menjalani pemulihan.

Untuk menghindari kecurigaan warga karena banyak bayi di basecamp, para santriwati mengarang cerita untuk menutupi kejahatan tersangka.

"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P22TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan, kepada wartawan, Jumat (10/12/2021).

Diah bercerita, dirinya mendampingi langsung para korban sehingga bisa mengetahui detail seperti apa kondisi kehidupan para korban.

Menurut keterangan Diah, para santriwati korban kejahatan pelaku, semua mengurus diri mereka sendiri tanpa bantuan pengurus yayasan atau orang dewasa lain.

Diah bercerita, para korban juga kompak saling membantu satu sama lain.

Mereka membagi tugas mulai dari memasak, mencuci hingga menjaga anak hasil rudapaksa tersangka.

Mirisnya, para korban bergantian mengantar jika ada santriwati yang hendak melahirkan.

Para korban bahkan menutupi fakta bahwa anak mereka adalah hasil tindakan asusila tersangka.

"Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri. Saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota. Jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya," kata Diah.

Alasan Korban Enggan Lapor Orangtua

Pihak pengacara korban, Yudi Kurnia, menyampaikan hal yang bisa dibilang aneh dalam kasus ini. 

Itu adalah adanya bisikan misterius yang diberikan pelaku kepada korban. 

Bahkan, bisikan misterius itu bisa membuat korban luluh kepada pelaku.

"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau. Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai LBH Serikat Petani Pasundan, Jumat (10/12/2021), dikutip dari Tribun Jabar.

Menurut pengakuan korban, bisikan itu disampaikan di dekat telinga korban. 

Namun, korban sendiri tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh pelaku dan hingga kini masih menjadi misteri. 

"Korban juga seakan tidak mau melaporkan perbuatan pelaku ke orangtuanya, padahal dia setiap tahun pulang kampung," ucapnya.

Selain itu Yudi juga menyebut bahwa santri banyak menghabiskan waktunya untuk mencari donasi dibanding belajar. 

Mereka seperti dimanfaatkan dan diibaratkan sebagai mesin uang.

Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.

Hal itu sudah dilakukan bahkan sejak pesantren itu berdiri pada tahun 2016.

"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres. Proposal galang dana," ucap Yudi.

Baca juga: Direkam Satpam saat Mandi, Mahasiswi Bongkar Sikap UNM: Bilang Jangan Up di Media

Baca juga: Cerita Korban Erupsi Semeru Viral di Medsos, Nangis Tersedu-sedu Ungkap Rumah Dijarah saat Mengungsi

Di sana, guru tetap juga hanya pelaku yang berinisiall HW seorang. 

Guru lainnya tidak tetap dan hanya jarang-jarang datang ke pondok pesantren itu.

Hal yang lebih mengherankan adalah tidak ada guru perempuan di dalam pesantren yang mengurusi puluhan santriwati itu.

Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.

"Dan laki-laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ucapnya.

Kini pihaknya tengah memperjuangkan untuk menghukum pelaku dengan kebiri.

Hal ini, juga sesuai dengan keinginan keluarga korban yang menginginkan hal serupa. (TribunWow.com/Anung/Afzal Nur Iman)

Baca Artikel Terkait Lainnya

Artikel ini diolah dari Tribun Jabar yang berjudul Bisikan Misterius Herry Wirawan Sebelum Rudapaksa Santriwati, yang Menolak Langsung Menurut, Orangtua Korban Aksi Bejat Herry Wirawan Buka Suara, Ungkap Mengapa Sang Putri Tak Bicara soal Anak dan 6 FAKTA TERKINI Guru Rudapaksa Santri, Korban Bertambah, Istri Pelaku Tak Tahu, Jadi Sorotan Dunia serta Kompas.com dengan judul "Saat Ditanya Suaminya, Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren Terpaksa Berbohong"

Sumber: TribunWow.com
Tags:
rudapaksaSantriwatiGuruBandungKebiri
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved