Terkini Daerah
3 Anak Dikeluarkan Sekolah, Begini Nasib Santriwati Korban Rudapaksa Guru Pesantren di Bandung
Pihaknya mengungkap kini kondisi korban sudah lebih baik sejak ditangani pihaknya pada Juni 2021.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Atalia Praratya yang juga istri dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, mengungkap kondisi terkini korban rudapaksa guru pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat.
Pihaknya mengungkap kini kondisi korban sudah lebih baik sejak ditangani pihaknya pada Juni 2021.
"Saat ini 10 anak sudah sekolah, lima anak belum sekolah, tiga anak dikeluarkan dari sekolah dengan alasan sudah punya anak dan terkait kasus ini. Dua anak sudah kuliah dan magang," kata Atalia saat dihubungi, Jumat (10/12/2021) malam, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Guru di Bandung Sudah 5 Tahun Rudapaksa Santriwati, Istri Pelaku Disebut Tak Tahu Menahu
Baca juga: PBNU Dukung Hukum Kebiri Pelaku Rudapaksa 21 Santriwati di Kota Bandung, Simak Penjelasannya
Ada sekitar 20 anak yang ikut ditangani oleh pihaknya.
Mereka seluruhnya diamankan di Rumah Aman P2TP2A Provinsi Jawa Barat untuk mendapat fasilitas untuk memulihkan hak korban.
Dari jumlah tersebut, 13 orang menjadi korban dan tujuh orang berstatus saksi.
Mengenai siswa yang dikeluarkan, disebutkan hal itu karena pihak sekolah tidak mengetahui bahwa siswanya sudah memiliki anak.
"Jadi awalnya sekolah tidak tahu bahwa korban memiliki anak. Setelah diketahui, maka diberhentikan. Tapi hanya dua korban yang punya anak (dikeluarkan sekolah)," katanya.
"Satu lagi saya tak tahu yang pasti, anak ini tidak punya bayi tapi dikeluarkan. Ada satu anak lagi yang putus sekolah tapi saya belum tahu penyebab pastinya," paparnya
Dirinya berjanji akan berkoordinasi terutama dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk merumuskan yang terbaik bagi korban.
Baca juga: Fakta Baru, 12 Santriwati Korban Rudapaksa Guru Hidup di 1 Rumah, Melahirkan Lalu Jaga Anak Bersama
Kendala yang dialami Atalia adalah ternyata ada sejumlah korban yang tidak memiliki ijazah meski sudah dinyatakan lulus dari pesantren asalnya.
Sehingga menurut dia, perlua ada langkah khusus yang dilakukan untuk persamaan kelas belajar.
"Karena ternyata beberapa korban ini tidak memiliki ijazah atau ijazah bodong sehingga perlu dilakukan assesment akademik. Karena beberapa orang kebingungan dengan pengetahuan dasarnya jadi dilakukan assesment. Kalau yang masih dianggap kurang mereka disiapkan kejar paket," ucapnya.
"Jadi akan dikaji kembali oleh Kemenag, Kesra dan Disdik agar ke depan anak ini mendapat pengakuan pendidikannya jangan sampai akan masuk ke pendidikan yang lebih tinggi atau pindah sekolah mereka tidak kesulitan karena tidak punya ijazah," jelasnya.
Pengakuan Korban
Pihak pengacara korban, Yudi Kurnia, menyampaikan pengakuan korban dalam kasus ini.
Termasuk hal yang bisa dibilang aneh dalam kasus ini.
Itu adalah adanya bisikan misterius yang diberikan pelaku kepada korban.
Bahkan, bisikan misterius itu bisa membuat korban luluh kepada pelaku.
"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau. Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai LBH Serikat Petani Pasundan, Jumat (10/12/2021), dikutip dari Tribun Jabar.
Menurut pengakuan korban, bisikan itu disampaikan di dekat telinga korban.
Namun, korban sendiri tidak mengetahui apa yang disampaikan oleh pelaku dan hingga kini masih menjadi misteri.
"Korban juga seakan tidak mau melaporkan perbuatan pelaku ke orangtuanya, padahal dia setiap tahun pulang kampung," ucapnya
Selain itu Yudi juga menyebut bahwa santri banyak menghabiskan waktunya untuk mencari donasi dibanding belajar.
Mereka seperti dimanfaatkan dan diibaratkan sebagai mesin uang.
Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.
Hal itu sudah dilakukan bahkan sejak pesantren itu berdiri pada tahun 2016.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres. Proposal galang dana," ucap Yudi.
Di sana, guru tetap juga hanya pelaku yang berinisiall HW seorang.
Guru lainnya tidak tetap dan hanya jarang-jarang datang ke pondok pesantren itu.
Hal yang lebih mengherankan adalah tidak ada guru perempuan di dalam pesantren yang mengurusi puluhan santriwati itu.
Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.
"Dan laki-laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ucapnya.
Kini pihaknya tengah memperjuangkan untuk menghukum pelaku dengan kebiri.
Hal ini, juga sesuai dengan keinginan keluarga korban yang menginginkan hal serupa. (TribunWow.com/Afzal Nur Iman)
Artikel ini diolah dari Kompas.com yang berjudul Tiga Santriwati Korban Pemerkosaan Herry Wirawan Dikeluarkan dari Sekolah dan Tribun Jabar yang berjudul Bisikan Misterius Herry Wirawan Sebelum Rudapaksa Santriwati, yang Menolak Langsung Menurut