Breaking News:

Terkini Internasional

Pandemi Covid-19 Belum Selesai, Warga Singapura Ceritakan Kondisinya yang sampai Kesulitan Makan

Seorang warga Singapura ini menceritakan kisahnya sebagai pihak yang terkena dampak pandemi Covid-19, dari kehilangan pekerjaan sampai sulit makan.

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Atri Wahyu Mukti
AFP/Roslan Rahman
Singapura. Seorang warga Singapura ini menceritakan kisahnya sebagai pihak yang terkena dampak pandemi Covid-19, mulai dari kehilangan pekerjaan sampai sulit makan. 

TRIBUNWOW.COM – Pandemi Covid-19 berpengaruh besar bagi kehidupan masyarakat di berbagai negara dunia.

Termasuk bagi seorang warga Singapura, Danny Goh, yang menceritakan kondisi keluarganya yang sampai kesulitan pangan selama pandemi setelah dirinya dipecat.

Dikutip TribunWow.com dari Al Jazeera, selama delapan bulan Danny Goh berjuang mencari pekerjaan untuk menghidupi istri dan empat anaknya yang masih kecil.

Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan sedang menyelidiki penyebab “lonjakan yang tak biasa” kasus Covid-19 di negara itu.
Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan sedang menyelidiki penyebab “lonjakan yang tak biasa” kasus Covid-19 di negara itu. (AFP/Roslan Rahman)

Baca juga: Capai Rekor Jumlah Kasus Harian, Kementerian Kesehatan Singapura Heran Covid-19 Melonjak Cepat

Baca juga: Kronologi Seorang Pria Rudapaksa Putrinya dan Paksa Putranya Lecehkan Ibunya yang Mabuk di Singapura

Pria itu menyebutkan, diberhentikan dari pekerjaan paruh waktu sebagai pelayan pada tahun lalu.

Semenjak itu, dia dan keluarganya berada pada titik terendahnya.

Keluarga Goh bertahan hidup hanya dengan mengkonsumsi mi instan, roti yang dicelupkan ke dalam kopi dan biskuit yang mereka dapat dari kerabat serta teman gereja.

Ketika pria berusia 61 tahun tersebut menemukan pekerjaan baru yang berbasis komisi, pendapatannya tak menentu antara Rp 8,4 juta hingga Rp 29,6 juta.

Jumlah itu hampir tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga besarnya, sehingga terus-menerus berada dalam kondisi kekurangan uang.

Untuk bisa menghemat biaya, keluarga Goh mulai makan hanya dua kali dalam sehari.

Mereka juga mengkonsumsi hidangan sederhana, seperti sup ayam dengan nasi atau pun kentang.

Goh bahkan sering melewatkan makan atau hanya mengisi perut sekali sehari, agar anak-anaknya bisa makan lebih banyak.

Lemari es mereka awalnya diisi dengan buah-buahan segar, daging ayam, babi, dan sapi, serta minuman atau pun makanan ringan.

Namun, sekarang semuanya menjadi kemewahan yang tidak mungkin bisa dijangkau lagi.

“Ini pemotongan gaji yang sangat besar, dan sejujurnya ini adalah salah satu periode tersulit dan paling melemahkan dalam hidup saya. Waktunya sangat sulit,” kata Goh.

Baca juga: Singapura Laporkan Lebih dari 1.000 Kasus Covid-19 Baru, Pria 90 Tahun Dinyatakan Meninggal Dunia

Baca juga: Alami Penurunan Kasus Covid-19, Pengunjung dari Indonesia Boleh Masuk Singapura

Hal itu menunjukkan bahwa fenomena kerawanan pangan juga terjadi di Singapura, yang dikenal sebagai negara kaya dan surga makanan.

Sebagaimana berbagai tempat lain di dunia, wabah Covid-19 juga berdampak besar bagi mereka yang memang berpenghasilan rendah dengan pekerjaan yang tidak tetap di Singapura.

Pada awal tahun ini, sebuah studi yang dilakukan selama enam bulan oleh badan amal lokal, Beyond Social Services, menemukan bahwa pendapatan rumah tangga rata-rata keluarga di Singapura telah turun dari Rp 17 juta menjadi hanya Rp 5,3 juta saja, semenjak masa pandemi.

Tak berhenti di sana, dalam studi kedua yang lebih mengkhawatirkan, yang merinci dampak wabah Covid-19 pada pihak yang menyewa rumah susun milik pemerintah antara Juli dan Desember 2020.

Studi tersebut menunjukkan bahwa kerawanan pangan semakin berkepanjangan.

Warga mengatakan kepada Beyond Social Services, bahwa mereka terkadang berusaha mengatasi kekurangan makanan dengan minum saja atau membuat olahan berbahan tepung.

Mereka juga membeli barang-barang murah yang mengenyangkan, serta mempertimbangkan pilihan makanan berdasarkan keuangan dari pada nilai gizi.

Misalnya, beberapa keluarga hanya makan satu kali sehari atau memberi anak-anak mereka krimer kopi dengan air panas, karena mereka tidak mampu membeli susu formula.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa masalah itu nantinya dapat menimbulkan permasalahan lain di bidang kesehatan masyarakat yang serius.

Hingga berkaitan dengan peningkatan tekanan mental dan perkembangan kondisi kesehatan kronis.

Sebelumnya, Singapura menduduki peringkat sebagai negara paling aman pangan di dunia dalam Indeks Ketahanan Pangan Global pada 2019.

Namun, satu dari 10 warga Singapura mengalami kerawanan pangan setidaknya sekali selama 12 bulan, lapor sebuah studi oleh Pusat Inovasi Sosial Universitas Manajemen Singapura.

“Bagi orang Singapura biasa, makanan adalah hiburan nasional,” kata Wakil Direktur Eksekutif Beyond Social Services, Ranganayaki Thangavelu.

“Tetapi kita mungkin tidak menyadari betapa buruknya pola makan orang lain, bagaimana mereka harus membuat pilihan yang sulit untuk setiap kali makan, dan bagaimana makanan hanyalah kebutuhan untuk menopang mereka,” tambahnya.

“Ketika mereka dihadapkan pada ketidaksetaraan ini setiap hari, itu membuat mereka lelah dari waktu ke waktu.” (TribunWow.com/Alma Dyani P)

Berita terkait Singapura lain

Tags:
Covid-19SingapuraVirus CoronaPekerjaan
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved