Breaking News:

Virus Corona

Menkes Buka Suara terkait Obat Pil Antivirus Molnupiravir untuk Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri

Dia mengatakan akan mengkaji segala obat baru baik itu Molnupiravir atau obat baru lainnya untuk Covid-19. 

Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Elfan Fajar Nugroho
Kompas TV
Ilustrasi obat Molnupiravir. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut akan mengkaji semua obat baru untuk terapi Covid-19. 

TRIBUNWOW.COM - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin angkat suara terkait ramainya perbincangan soal obat oral Molnupiravir terapi Covid-19 pada pasien yang isolasi mandiri.

Dia mengatakan akan mengkaji segala pengobatan baru untuk Covid-19, baik itu Molnupiravir atau jenis pengobatan lain. 

"Kementerian Kesehatan terus bekerja sama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan rumah sakit-rumah sakit vertikal untuk melakukan review dari semua obat-obatan baru," katanya dalam Konferensi Pers Harian yang ditayangkan di kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (4/10/2021).

Baca juga: Pil Pertama untuk Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri, Pakar Indonesia Jelaskan soal Molnupiravir

Baca juga: Bagaimana Risiko Pembekuan Darah pada Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri? Simak Penjelasannya

Menkes menyampaikan bahwa ada beberapa jenis obat-obatan baru yang secara global tengah dikembangkan. 

Misalnya yang paling populer seperti Monoklonal antiobodi dan obat antivirus berbentuk pil seperti Molnupiravir.

"Seperti yang sekarang lagi ramai didiskusikan Molnupiravir dari Merck," jelasnya. 

Dia menyebut bahwa obat-obatan tersebut sudah masuk dalam daftar pantau Kemenkes dan akan dilakukan uji klinis terhadap obat tersebut. 

"Beberapa malah sudah uji klinis dan diharapkan di akhir tahun ini kita sudah bisa mengetahui obat-obatan mana yang kira-kira cocok untuk kondisi masyarakat kita," jelasnya. 

Sebelumnya, obat pil produksi Perusahaan Farmasi Merck yang dinamakan Molnupiravir diketahui sedang dalam proses pengajuan izin penggunaan darurat kepada Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk digunakan sebagai terapi Covid-19

Jika disetujui, ini akan menjadi obat pil pertama yang digunakan untuk terapi Covid-19.

Obat ini dianggap efektif untuk pasien yang belum mengalami gejala berat atau dirawat di rumah sakit.

Studi untuk penggunaan Molnupiravir terhadap pasien yang dirumah sakit juga sudah dihentikan karena dianggap tidak efektif.

Merck dan mitranya Ridgeback Biotherapeutics mengatakan hasil awal menunjukkan pasien yang menerima obat dalam lima hari sejak gejala awal Covid-19 mengurangi sekitar setengah tingkat rawat inap dan kematian.

Namun partisipan dalam studi awal uji klinis tahap akhir ini masih terbilang kecil yaitu sekitar 775 orang dewasa dengan Covid-19 ringan hingga sedang.

Sejumlah pasien juga dianggap berisiko lebih tinggi untuk penyakit parah karena masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, atau penyakit jantung.

Selain efektif pihak Merck juga menyampaikan bahwa hasil uji klinis tersebut juga relatif aman dari efek samping berbahaya. 

Seluruh pasien yang diberikan obat tersebut dikatakan tidak ada yang mengalami efek samping.

Keterangan Menkes soal Molnupiravir bisa disimak sejak menit ke-18:

Kata Pakar dari IDI

Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tanggap Covid-19, Zubairi Djoerban menyebut menyambut baik hadirnya obat oral untuk Covid-19 ini. 

"Covid-19 ini memang ada bermacam-macam upaya obat itu ya, jadi ada yang khusus untuk tatalaksana virusnya ada juga untuk mengurangi komplikasinya, dalam hal obat yang baru ini langsung bertujuan terhadap virusnya, dan ini istimewanya dalam bentuk pil," katanya dalam wawancara di kanal Youtube Kompas TV pada, Senin (4/10/2021). 

Dia menyebut, sebelumnya Molnupiravir diketahui ditujukkan untuk virus RNA.

Namun sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa Molnupiravir bermanfaat jika digunakan untuk virus lain termasuk Corona yang bisa menyebabkan Covid-19. 

"Dan juga beberapa penyakit lain yang termasuk dalam kelompok Virus Corona, namun, yang sekarang ini terbuktinya kuat banget untuk penyakit Covid ya," katanya. 

Menjelaskan terkait efek Molnupiravir, dia menjelaskan obat ini bisa berguna untuk menghambat replikasi virus ketika berada di dalam tubuh. 

Dijelaskan juga bahwa obat ini berbeda penggunaan dengan obat terapi Covid-19 lain seperti Remdesivir yang sudah digunakan dalam tatalaksana Covid-19 untuk gejala berat.

"Untuk replikasi itu, jadi dibikin eror, dibikin ada kesalahan sehingga virusnya mati atau tidak bisa untuk replikasi," katanya. 

Baca juga: Bagaimana Risiko Pembekuan Darah pada Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri? Simak Penjelasannya

"Sedangkan kalau yang lain itu untuk terhadap protein yang mengalami yang mengalami puncak, jadi beda target dan kelihatannya lebih baik apalagi ini melalui pil," jelasnya. 

Namun, dia menyebut penggunaan obat ini juga masih butuh waktu untuk menyelesaikan uji klinisnya untuk dapat digunakan di Indonesia.

Merubah Pandemi

Dilansir dari Vox, kini, Merck juga sedang mengajukan izin penggunaan darurat Molnupiravir kepada Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) sebagai terapi Covid-19.

Munculnya obat oral pertama ini disebut-sebut akan mengubah masa pandemi Covid-19. 

Meskipun sebenarnya selama ini sudah ada sejumlah perawatan untuk Covid-19 di pasaran.

Namun, banyak di antaranya mahal, sulit dilakukan, tidak tersedia secara luas, atau hanya sedikit efektif.

Sementara itu, pengobatan yang populer seperti obat antiparasit ivermectin dan obat antimalaria hydroxychloroquine, telah mendapatkan daya tarik di beberapa kalangan, tetapi keampuhannya belum terbukti secara ilmiah dan dianggap mengkhawatirkan.

“Dengan hasil yang meyakinkan ini, kami optimis bahwa molnupiravir dapat menjadi obat penting sebagai bagian dari upaya global untuk memerangi pandemi dan akan menambah warisan unik Merck dalam memajukan terobosan penyakit menular saat paling dibutuhkan,” kata Robert Davis , CEO dan presiden Merck, dalam sebuah pernyataan, Jumat (1/9/2021).

Jika izin darurat diberikan di AS, Molnupiravir akan menjadi obat oral pertama yang bisa diresepkan dokter untuk terapi Covid-19. 

Pemerintah federal telah berkomitmen untuk membeli 1,7 juta kursus pengobatan molnupiravir seharga $1,2 miliar (sekitar $700 per kursus), dan produksi obat telah dimulai.

Ridgeback Biotherapeutics dan Merck berharap untuk membuat 10 juta program obat pada akhir tahun.

Obat baru seperti molnupiravir memerlukan lebih banyak pengujian dan peninjauan, tetapi mereka menawarkan kemungkinan pendekatan yang lebih kuat dan lebih tepat sasaran.

Obat seperti molnupiravir bisa sangat berguna karena diberikan pada tahap awal penyakit sebelum pasien menjadi parah.

Karena ini berbentuk pil, mungkin pasien tidak perlu pergi ke klinik untuk transfusi untuk perawatan seperti antibodi monoklonal.

Itu mengurangi kemungkinan pasien yang terinfeksi menularkan virus ke staf medis, dan mencegah potensi komplikasi yang terkait dengan transfusi.

Selain itu, bentuknya yang pil juga diduga bisa lebih mudah didistribusikan karena tidak memerlukan tempat khusus untuk membawanya. 

Terlebih di daerah-daerah pelosok yang kesulitan mendapat vaksin

Cara Kerja Obat

Virus adalah binatang yang rumit untuk dipojokkan.

Mereka adalah parasit pasif dan tidak dapat bereproduksi tanpa membajak mesin sel inang.

Itu membuatnya sangat sulit untuk menemukan obat yang dapat mengganggu siklus hidup virus tanpa juga menyebabkan kerusakan tambahan pada sel manusia yang sehat.

Dan karena virus bermutasi begitu cepat, pengobatan yang efektif semakin lama juga bisa semakin tidak lagi efektif.

Sangat berbeda dengan bakteri yang mengandung semua perangkat keras biologis.

Mesin mereka cukup berbeda dari sel manusia sehingga kelas obat yang dikenal sebagai antibiotik dapat membunuh banyak bakteri dengan kerusakan minimal pada manusia.

Sedangkan virus, yang mereka butuhkan untuk membuat replikasi adalah bagian genetik dari diri mereka sendiri.

Molnupiravir bekerja seperti obat antiviral remdesivir, namun targetnya berbeda.

Virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, membuat salinan dirinya sendiri dengan mengkodekan instruksi pada RNA, yang terdiri dari molekul 'basa' yang diidentifikasi dengan huruf A, C, U, dan G.

Sementara remdesivir meniru A (adenosin), molnupiravir dapat meniru U (urasil) atau C (sitosin).

Ketika virus memasukkan remdesivir ke dalam RNA-nya, obat tersebut menyebabkan siklus reproduksinya terhenti.

Molnupiravir bekerja sedikit berbeda, obat ini menyebabkan mutasi genetik yang menghambat virus.

Yang terpenting, obat ini dapat mengelabui virus, tetapi tidak menipu sel manusia, sehingga memiliki efek yang ditargetkan dan sebagian besar meninggalkan sel manusia.

Merck tidak mencatat efek samping spesifik dari molnupiravir dan mengatakan tingkat komplikasi serupa antara kelompok plasebo dan kelompok pengobatan dalam uji klinis.

Efek samping yang tidak ditentukan terjadi pada 35 persen penerima molnupiravir tetapi terjadi pada 40 persen kelompok plasebo.

Molnupiravir menghadapi sedikit kontroversi pada tahap awal pengembangan.

Beberapa peneliti sebelumnya mengemukakan kekhawatiran bahwa mekanisme molnupiravir dapat menyebabkan beberapa masalah yang tidak terduga. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)

Tags:
Covid-19Virus CoronaMolnupiravirisolasi mandiriMenteri KesehatanBudi Gunadi Sadikin
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved