Breaking News:

Terkini Internasional

China Bayar Pasangan di Desa untuk Punya Banyak Anak, Langkah Hadapi Krisis Demografi

Beberapa warga China masih ragu untuk menambah anak karena biaya tinggi, sehingga beberapa tempat tawarkan insentif tunai untuk dorong angka kelahiran

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Atri Wahyu Mukti
AFP/Nicolas Asfouri
China kebijakan keluarga berencana setelah sensus 2020 menunjukkan populasinya menua dengan cepat pada Mei 2021. Beberapa warga China masih ragu untuk menambah anak karena biaya tinggi, sehingga beberapa tempat tawarkan insentif tunai untuk dorong angka kelahiran. 

Perempuan sering kali harus mengorbankan karir ketika memiliki lebih banyak anak.

Mereka juga dapat menghadapi diskriminasi yang meningkat di tempat kerja, sekaligus masih diharapkan untuk bertanggung jawab atas pengasuhan anak serta pekerjaan rumah tangga. 

Kendala itu terutama muncul di wilayah perkotaan dengan biaya hidup lebih tinggi.

Terdapat lebih banyak persaingan dalam pekerjaan dan keluhan atas upah yang stagnan.

Sementara itu, berdasarkan laporan think tank China pada 2005, sebuah keluarga membutuhkan lebih dari Rp 1 miliar untuk membesarkan anak, dilansir dari Al Jazeera pada Senin (27/9/2021).

Biaya itu meningkat pada 2020 hingga mencapai lebih dari Rp 4,4 miliar.

Kebijakan pemberian insentif bagi kelahiran bayi juga diterapkan di negara-negara lain yang juga mengalami krisis demografi, termasuk Kota Nagi di Jepang dan Singapura.

Baru-baru ini, China menerbitkan aturan baru untuk membatasi jumlah aborsi yang dilakukan untuk tujuan non-medis pada Senin (27/9/2021).

Dewan negara, kabinet China memberlakukan langkah-langkah ketat yang bertujuan untuk mencegah aborsi.

Otoritas kesehatan di China memperingatkan pada tahun 2018 bahwa penggunaan aborsi untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, sifatnya berbahaya bagi tubuh wanita.

Tindakan itu berisiko menyebabkan kemandulan.

Dewan Negara mengatakan pedoman baru yang dikeluarkan negara akan bertujuan untuk meningkatkan akses perempuan ke layanan kesehatan pra-kehamilan.

Data Komisi Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa antara tahun 2014 dan 2018, telah terjadi rata-rata 9,7 juta aborsi per tahun.

Jumlah itu mengalami kenaikan 51 persen dari rata-rata tahun 2009 hingga 2013, meskipun sempat ada relaksasi kebijakan keluarga berencana pada 2015 lalu.

Namun, data itu tidak memberikan rincian secara jelas, berapa jumlah aborsi yang dilakukan untuk alasan medis dan non-medis.

Halaman
123
Tags:
ChinaPasanganKrisis ekonomiGuangdong
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved