Virus Corona
Meski Tanpa Gejala, Ini Alasan Mengapa Sebaiknya Pasien Covid-19 Tidak Merokok saat Isolasi Mandiri
Menjaga sistem kekebalan tubuh merupakan satu di antara jalan untuk mencegah perburukan kepada pasien Covid-19 yang tengah menjalani isolasi mandiri.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Menjaga sistem kekebalan tubuh merupakan satu di antara jalan untuk mencegah perburukan kepada pasien Covid-19 yang tengah menjalani isolasi mandiri.
Merokok disebut bisa menurunkan sistem kekebalan tubuh terutama di saluran pernapasan yang rentan mengalami masalah saat terinfeksi Covid-19.
Dilansir TribunWow.com dari situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), disebutkan bahwa 80 persen pasien Covid-19 bisa sembuh tanpa menjalani perawatan di rumah sakit.
Baca juga: Bukan Komorbid, Konsidi Ini Berisiko Alami Badai Sitokin pada Covid-19, Lebih Baik Jangan Isoman
Baca juga: Bisa Terjadi saat dan setelah Isoman Covid-19, Kapan Periode Waktu Badai Sitokin Bisa Muncul?
Mereka hanya perlu menjalani isolasi mandiri untuk mencegah paparan Covid-19 kepada orang lain.
Ada beberapa hal yang selalu dianjurkan ketika menjalani isolasi mandiri.
Utamanya adalah untuk mencegah penularan, menjaga daya tahan tubuh, dan mengecek kondisi kesehatan.
Dalam menjaga daya tahan tubuh ada beberapa hal yang perlu dilakukan dan perlu dihindari.
Baca juga: Bukan Asal Bergizi, Ini yang Perlu Dikonsumsi dan Dibatasi saat Isolasi Mandiri Covid-19 Menurut WHO
Seperti anjuran untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan suplemen, beristirahat cukup, dan melakukan manajemen stres.
Sedangkan yang perlu dihindari diantaranya adalah merokok selama menjalani isolasi mandiri.
Menurut data WHO dikatakan jika rokok telah membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahun.
Lebih dari 7 juta kematian ini berasal dari penggunaan tembakau langsung dan sekitar 1,2 juta disebabkan oleh non-perokok yang terpapar asap rokok.
Merokok juga disebutkan merupakan faktor risiko bagi banyak infeksi pernapasan dan juga meningkatkan keparahan penyakit pernapasan.
Baca juga: Bisa Terjadi saat dan setelah Isoman Covid-19, Kapan Periode Waktu Badai Sitokin Bisa Muncul?
Dan hingga kini, meski bisa menyerang berbagai organ, infeksi Covid-19 masih disebut sebagai kategori penyakit saluran pernapasan.
Karena Covid-19 adalah penyakit menular yang terutama menyerang paru-paru.
Tinjauan studi oleh pakar kesehatan masyarakat yang diadakan oleh WHO pada 29 April 2020 menemukan bahwa perokok lebih mungkin mengalami keparahan saat terinfeksi Covid-19, dibandingkan dengan orang yang bukan perokok.
Merokok secara berkelanjutan dapat merusak fungsi paru-paru sehingga membuat tubuh lebih sulit melawan virus dan penyakit lainnya.
Tembakau juga merupakan faktor risiko utama untuk penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan, dan diabetes.
Komorbid ini juga yang membuat risiko lebih tinggi terkena penyakit parah saat terkena Covid-19.
WHO terus mengevaluasi penelitian baru, termasuk penelitian yang meneliti hubungan antara penggunaan tembakau, penggunaan nikotin, dan Covid-19.
Memang ada beberapa kabar yang menyebut jika perokok lebih rendah terkena paparan Covid-19.
Tetapi penelitian yang tersedia menunjukkan bahwa perokok berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah dan kematian.
WHO mendesak para peneliti, ilmuwan, dan media untuk berhati-hati dalam memperkuat klaim yang belum terbukti bahwa tembakau atau nikotin dapat mengurangi risiko Covid-19.
Saat ini tidak ada informasi yang cukup untuk mengkonfirmasi hubungan antara tembakau atau nikotin dalam pencegahan atau pengobatan Covid-19.
Terapi penggantian nikotin, seperti permen karet dan tambalan, dirancang untuk membantu perokok berhenti dari tembakau.
WHO merekomendasikan agar perokok mengambil langkah segera untuk berhenti dengan berbagai cara yang baik.
Periode waktu isolasi mandiri juga dirasa menjadi waktu yang tepat jika telah memutuskan untuk berhenti merokok.
Jika belum ingin berhenti, setidaknya hindari merokok selama periode menjalani isolasi mandiri.
Proses berhenti merokok juga akan berpengaruh kepada tubuh dan ada tahapan dengan rasa tidak menyenangkan ketika awal-awal berhenti merokok.
Dalam waktu 20 menit setelah berhenti, detak jantung meningkat dan tekanan darah turun.
Setelah 12 jam, tingkat karbon monoksida dalam aliran darah turun menjadi normal.
Dalam 2-12 minggu, sirkulasi membaik dan fungsi paru-paru meningkat.
Setelah 1-9 bulan, batuk dan sesak napas berkurang.
WHO menekankan pentingnya penelitian sistematis berkualitas tinggi yang disetujui secara etis yang akan berkontribusi untuk memajukan kesehatan individu dan masyarakat.
Dan pentingnya menekankan bahwa promosi intervensi yang belum terbukti dapat berdampak negatif pada kesehatan. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)